Padahal, DPS ini rekapitulasi berjenjang sejak pekan lalu dari tingkat kota dan kabupaten, provinsi, dan ditetapkan secara nasional pada hari ini, Selasa (18/4/2023).
"Kami tidak boleh dianggap sebagai bukan bagian dari penyelenggaraan pemilu," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja pada Selasa siang.
Ia menambahkan, Bawaslu di tingkat kota/kabupaten, provinsi, dan nasional belum menerima salinan DPS. Begitu pun panitia pengawas pemilu (panwaslu) luar negeri.
Padahal, Bagja menambahkan, hal itu merupakan amanat Pasal 48 ayat (1), Pasal 51 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), dan Pasal 61 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2022 dan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2023 di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Bagja menyebut bahwa tidak diserahkannya salinan DPS kepada Bawaslu merupakan pelanggaran dan mengancam akan menindaknya.
"Jika demikian (Bawaslu tidak diberikan salinan DPS), maka kami akan melakukan tindakan sebagai berikut, pertama, temuan terhadap pelanggaran administrasi kepada semua KPU di semua tingkatan," kata Bagja.
Ini merupakan kali kesekian Bawaslu dan KPU tidak akur disebabkan karena transparansi data.
Dalam hal pemutakhiran daftar pemilih, keduanya juga tidak akur karena Bawaslu mengaku tidak diberikan data nama dan alamat calon pemilih yang akan dilakukan coklit (pencocokan dan penelitian) berupa Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) Kementerian Dalam Negeri.
Dalam rapat pleno hari ini, KPU menetapkan seluruh DPS di 38 provinsi di Indonesia, ditambah jumlah pemilih luar negeri.
Total DPS di seluruh provinsi ditambah pemilih luar negeri berjumlah 205.853.518 pemilih untuk Pemilu 2024 nanti.
DPS pemilih laki-laki berjumlah 102.847.040 pemilih, kemudian DPS perempuan mencapai 103.006.478 pemilih.
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/18/16270391/bawaslu-protes-tak-dapat-salinan-dps-pemilu-2024