JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Anti Korupsi dan Anti Kriminalisasi mendesak agar Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK) melindungi Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Perlindungan itu dinilai wajib karena Sugeng mendapat ancaman kriminalisasi setelah melaporkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH) atau Eddy dalam dugaan kasus korupsi.
"Merujuk pada ketentuan hukum, maka negara melalui LPSK wajib memberikan perlindungan kepada Sugeng Teguh Santoso sebagai pelapor dalam dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Wamenkumham," ujar koordinator koalisi Deolipa Yumara di Kantor LPSK, Senin (10/4/2023).
Deolipa mengatakan, pelaporan yang dilayangkan Sugeng adalah wujud pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara.
Warga negara dinilai memiliki kewajiban untuk melakukan pemberantasan korupsi, termasuk memberikan laporan apabila ada pejabat tinggi yang main-main dengan rasuah.
"Pelaporan a quo adalah wujud pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara dalam peran serta pemberantasan korupsi yang diperintahkan oleh undang-undang," kata Deolipa.
Deolipa yang juga kuasa hukum Sugeng mengatakan, telah melakukan permohonan perlindungan kepada LPSK.
Hal itu diajukan karena kliennya melaporkan dugaan korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga dilakukan Wamenkumham pada 14 Maret 2021.
Namun, sehari berselang laporan tersebut, Asisten Pribadi (Aspri) Wamenkumham melaporkan balik Sugeng atas dasar pencemaran nama baik.
"Ketika dia membuat laporan dugaan korupsi tersebut ternyata dilaporkan balik oleh Asprinya Wamenkumham di Mabes Porli tanggal 15 Maret 2023, sehingga ini kami menduga adanya kriminalisasi terhadap bapak Sugeng ini," imbuh dia.
Atas dasar itu, tim kuasa hukum Sugeng mendatangi LPSK untuk mendapatkan perlindungan agar proses kriminalisasi atas pelapor dugaan kasus korupsi tidak terjadi.
"Tujuannya supaya nanti jangan ada orang atau masyarakat yang melaporkan ke KPK terhadap satu dugaan pidana korupsi kemudian dilaporkan balik oleh orang yang enggak senang terhadap laporan ini," imbuh dia.
Deolipa berharap, agar LPSK mempertimbangkan dengan cermat dan mengabulkan permohonan Sugeng untuk mendapat perlindungan.
"Jadi kami mengajukan untuk di bawah perlindungan LPSK, tujuannya supaya pak Sugeng ini mendapatkan perlindungan hukum dari LPSK atas laporan yang dia buat di KPK dan atas laporan balik," ucap Deolipa.
"Mudah-mudahan dari LPSK menganalisa ini, bisa menerima laporan yang kami adukan sebagai kuasa hukum," tutur dia.
Sugeng sebelumnya melaporkan Eddy ke KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 7 miliar.
Uang itu diberikan Hermawan yang meminta konsultasi hukum kepada Eddy. Ia disebut tengah bersengketa dengan Zainal Abidinsyah terkait kepemilikan saham PT CLM.
Eddy disebut mengarahkan Hermawan ke asisten pribadinya, Yogi Ari Rukman (YAR) dan Yosi Andika (YAM).
Hermawan kemudian mengirimkan uang Rp 4 miliar dalam dua kali transfer pada Mei 2022 ke rekening YAR. Pada Agustus, ia menemui YAR di kantornya dan menyerahkan uang Rp 3 miliar dalam pecahan dollar Amerika Serikat.
Pemberian kedua ini terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM. Selain itu, Eddy juga disebut meminta Hermawan menetapkan dua asisten pribadinya sebagai komisaris PT CLM.
Sementara itu, Eddy membantah tudingan Sugeng. Ia mengatakan tidak pernah menerima uang sedikit pun.
"Tidak ada satu sen pun yang saya terima," ujar Wamenkumham saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (14/3/2023).
Eddy mengaku tidak perlu menanggapi dengan serius laporan Sugeng ke KPK. Sebab, persoalan itu merupakan persoalan profesional asisten pribadinya dengan klien Sugeng.
"Saya tidak perlu menanggapi secara serius karena pokok permasalahan adalah hubungan profesional antara Aspri saya YAR dan YAM sebagai lawyer dengan kliennya Sugeng," kata Eddy.
Merespons laporan Sugeng ke KPK, asisten pribadi Eddy kemudian melaporkan Sugeng ke Bareskrim Mabes Polri.
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/10/14283841/lpsk-diminta-lindungi-ketua-ipw-yang-laporkan-dugaan-korupsi-wamenkumham