Salin Artikel

Air Mata Rafael Alun dan Istri Dinilai Tak Bisa Pengaruhi Penyidik KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan tidak terkecoh oleh air mata tersangka kasus dugaan gratifikasi Rafael Alun Trisambodo dalam proses penyidikan.

Sebelum ditahan, Rafael dan istrinya sempat melakukan wawancara bersama sejumlah media massa. Saat itu mantan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak itu dan istrinya menangis menceritakan kondisi kehidupan mereka setelah terjerat kasus gratifikasi itu.

Menurut mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap, sikap memelas yang ditunjukkan oleh para tersangka kasus dugaan korupsi itu sudah lazim.

Yudi mengatakan, para tersangka kerap mengumbar cerita sedih tentang kondisi pribadinya serta keluarga usai terjerat perkara rasuah. Akan tetapi, penyidik harus tetap menjalankan tugas secara profesional.

"Saya dulu biasa lihat tersangka yang tiba-tiba menangis. Cerita sedih keluarganya, istrinya malu ketemu orang, anaknya enggak berani sekolah, tapi kita tetap profesional. Paling mendengarkan saja. Setelah dia selesai cerita pemeriksaan lanjut, benar atau enggak ya urusan dia lah, enggak relevan sama penyidikan," kata Yudi dalam cuitan di Twitter, Selasa (4/4/2024).

Kompas.com sudah meminta izin kepada Yudi untuk mengutip cuitannya melalui akun Twitter itu.

Menurut Yudi, para tersangka bakal berupaya mempengaruhi penyidik dan menggunakan gaya memelas dan mengumbar kesedihan serta melontarkan bermacam argumentasi terkait kasus yang menjeratnya.

"Biasanya kalau sudah nangis gitu, pikiran kita kan 'wah ini orang mikirin keluarga, pasti mau ngomong jujur biar hukuman ringan, bongkar kasus korupsinya, siapa saja pelakunya, modusnya,' eh ternyata enggak juga," ucap Yudi.

Sebelumnya diberitakan, Rafael diduga mendapatkan uang diduga gratifikasi sebesar 90.000 dolar Amerika Serikat melalui perusahaan jasa konsultan pajak miliknya, PT Artha Mega Ekadhana (AME).

Caranya adalah Rafael menggunakan kewenangannya sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sejak 2005 untuk mengarahkan wajib pajak bermasalah buat menjadi klien PT AME. Diduga melalui perusahaan itu terjadi kongkalikong antara wajib pajak bermasalah dan Rafael.

Melalui cara itulah Rafael diduga mendapatkan gratifikasi.

Dugaan kekayaan tidak wajar Rafael terungkap setelah salah satu anaknya, Mario Dandy Satrio, menjadi tersangka kasus penganiayaan D.

Kasus harta tak wajar Rafael itu juga merembet kepada terungkapnya dugaan penyimpangan lain di Ditjen Pajak, Bea Cukai, dan Kementerian Keuangan.

Firli menyampaikan salah satu alasan mengapa mereka memutuskan menahan Rafael adalah khawatir tersangka melarikan diri karena kapasitas dan kemampuannya.

Dalam kasus itu, KPK menyita safe deposit box Rafael yang berisi uang senilai Rp 32,2 miliar dalam bentuk mata uang Euro, dollar AS, dan dollar Singapura.

KPK juga menyita puluhan tas bermerk, 29 perhiasan, 1 sepeda, 2 dompet, serta 1 ikat pinggang dan sebuah jam tangan dari hasil penggeledahan di rumah Rafael di Perumahan Simprug Golf, Jakarta Selatan.

Saat ini Rafael ditahan di rumah tahanan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.

Dalam perkara ini, Rafael disangka melanggar Pasal l 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

https://nasional.kompas.com/read/2023/04/04/17495931/air-mata-rafael-alun-dan-istri-dinilai-tak-bisa-pengaruhi-penyidik-kpk

Terkini Lainnya

Pastikan Takaran LPG Sesuai, Pertamina Lakukan Sidak di Beberapa Tempat

Pastikan Takaran LPG Sesuai, Pertamina Lakukan Sidak di Beberapa Tempat

Nasional
Putusan Adam Deni di Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Ditunda Pekan Depan

Putusan Adam Deni di Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Ditunda Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Polri: Ruang Lingkup Kerja Polri Makin Luas

Revisi UU Polri: Ruang Lingkup Kerja Polri Makin Luas

Nasional
Revisi UU Polri: Polisi Bisa Blokir-Batasi Akses Internet Publik demi Keamanan Dalam Negeri

Revisi UU Polri: Polisi Bisa Blokir-Batasi Akses Internet Publik demi Keamanan Dalam Negeri

Nasional
Hari Ini, Karen Agustiawan Jalani Sidang Tuntutan Kasus Pengadaan LNG di Pertamina

Hari Ini, Karen Agustiawan Jalani Sidang Tuntutan Kasus Pengadaan LNG di Pertamina

Nasional
Rekrutmen Calon Kepala Daerah: Cegah Politik Dinasti

Rekrutmen Calon Kepala Daerah: Cegah Politik Dinasti

Nasional
Palestina Tak Kunjung Jadi Anggota PBB, Kemenlu: Masalahnya di Dewan Keamanan

Palestina Tak Kunjung Jadi Anggota PBB, Kemenlu: Masalahnya di Dewan Keamanan

Nasional
Kemenag Minta Jemaah Haji Indonesia Patuhi Larangan Saat Berihram

Kemenag Minta Jemaah Haji Indonesia Patuhi Larangan Saat Berihram

Nasional
Jokowi Kunker ke Sumsel, Akan Kunjungi RSUD hingga Gudang Bulog

Jokowi Kunker ke Sumsel, Akan Kunjungi RSUD hingga Gudang Bulog

Nasional
KPK Akan Dakwa SYL atas Dugaan Gratifikasi Rp 60 M, TPPU Rp 104,5 M

KPK Akan Dakwa SYL atas Dugaan Gratifikasi Rp 60 M, TPPU Rp 104,5 M

Nasional
24 WNI Ditahan karena Visa Palsu, Kemenag Wanti-wanti soal Tawaran Haji Tanpa Antre

24 WNI Ditahan karena Visa Palsu, Kemenag Wanti-wanti soal Tawaran Haji Tanpa Antre

Nasional
Kejagung: Kasus Korupsi Emas 109 Ton Berbeda dengan Kasus Budi Said

Kejagung: Kasus Korupsi Emas 109 Ton Berbeda dengan Kasus Budi Said

Nasional
Biduan Nayunda Nabila Mengaku Diberi Cincin oleh SYL

Biduan Nayunda Nabila Mengaku Diberi Cincin oleh SYL

Nasional
Momen Jokowi dan Iriana 'Nge-vlog', Beri Semangat ke Warganet yang Berangkat Kerja  Pagi-pagi

Momen Jokowi dan Iriana "Nge-vlog", Beri Semangat ke Warganet yang Berangkat Kerja Pagi-pagi

Nasional
Saat SYL Hamburkan Uang Negara dan Pribadi buat Biduan Nayunda...

Saat SYL Hamburkan Uang Negara dan Pribadi buat Biduan Nayunda...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke