Salin Artikel

Saling Serang Mahfud dan Benny K Harman soal Transaksi Janggal: Singgung Wewenang hingga Isu Singkirkan Menkeu

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Benny K Harman "saling serang" soal kabar dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Momen itu terjadi dalam rapat Komisi III DPR RI bersama Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/3/2023).

Gaduh kabar dugaan transaksi janggal di Kemenkeu sendiri sudah ramai sejak pertengahan Maret lalu. Ramai-ramai anggota DPR mengkritik Mahfud karena dinilai membocorkan dokumen rahasia TPPU.

Namun, Mahfud tetap pada pendiriannya. Dia bahkan menantang sejumlah anggota DPR, termasuk Benny K Harman, untuk berdebat langsung dengan dirinya terkait ini.

Punya wewenang

Di hadapan jajaran Komisi III DPR, Mahfud mengaku punya wewenang untuk mengungkap dugaan transaksi mencurigakan hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke publik.

Menurut Mahfud, itu tak menjadi soal selama detail temuan tak diungkap, misalnya, identitas pihak-pihak terkait, atau nama perusahaan yang diduga terlibat.

"Saya mengumumkan kasus itu adalah sifatnya agregat, jadi perputaran uang, tidak menyebut nama orang, tidak menyebut nomor akun," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Mahfud pun menegaskan, dirinya punya wewenang untuk menerima atau meminta laporan dari PPATK. Sebab, sebagai Menko Polhukam, dia juga bertindak sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dia justru heran dengan DPR yang meributkan ini sampai-sampai menyinggung pasal pidana soal pembocoran dokumen rahasia TPPU yang dimuat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.

Padahal, lanjut Mahfud, membuka dugaan kasus pidana ke publik bukan sesuatu yang baru dan menjadi hal wajar selama sesuai dengan ketentuan perundangan.

"Dan ini sudah banyak ini, kok Saudara baru ribut sekarang? Ini sudah banyak diumumkan kok Saudara diam saja sejak dulu?" tuturnya ke para anggota Komisi III DPR.

Mahfud lantas memerinci dugaan transaksi mencurigakan bernilai Rp 349 triliun itu menjadi 3 kelompok. Klaster pertama, transaksi mencurigakan yang langsung melibatkan pegawai Kemenkeu senilai Rp 35 triliun.

Dalam hal ini, data Mahfud berbeda dengan yang sebelumnya diungkap oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kemenkeu, kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI (DPR RI) menyebut hanya 3 triliun, yang benar 35 triliun," katanya.

Kelompok kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lainnya. Menurut Mahfud, transaksi ini berkisar Rp 53 triliun.

Klaster ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik Tindak Pidana Asal (TPA) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu. Jumlahnya sekitar Rp 260 triliun.

"Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun, fix," ujar Mahfud.

Mahfud lantas mengungkap bahwa ada 491 aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu, 13 ASN kementerian/lembaga lain, dan 570 non-ASN yang terlibat digaan transaksi janggal ini.

Bertanya bagai polisi

Dalam rapat yang sama, Mahfud mencecar Benny K Harman. Dia merasa tersinggung terhadap gaya Benny yang ketika bertanya seperti seorang polisi.

"Saya sampaikan juga sekarang ke Pak Benny, lho tanyanya kok seperti polisi, Menko boleh mengungkapkan (laporan hasil analisis) apa enggak?" kata Mahfud.

Menurut Mahfud, Benny tak perlu bertanya terlalu dalam perihal motif dirinya menyampaikan temuan PPATK. Sebab, sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dia punya wewenang.

"Nih, saya tanya ke Pak Benny, Pak Benny, boleh ndak saya ke kamar mandi sekarang, boleh, mana pasalnya? Ndak ada, karena boleh. Kalau dilarang, baru ada pasalnya," ujar Mahfud.

"Tidak ada satu kesalahan, tidak ada satu yang dihalangi itu sampai ada undang-undang yang melarang terlebih dulu. Lho ini tidak dilarang kok, lalu (saya) ditanya kayak copet saja," tuturnya kesal.

Tak dilarang

Menjawab Mahfud, Benny K Harman balik melancarkan "serangan". Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, setiap anggota DPR punya hak untuk bertanya ke unsur pemerintahan, meski terkadang pertanyaannya tajam.

"Kadangkala Pak Mahfud, Pak Mahfud tahu juga, kita bertanya seperti kala lagi polisi tanya klien, tanya tanya, atau jaksa tanya terperiksa. Kadang kala lebih tajam," kata Benny.

Memang, kata Benny, pertanyaan yang tajam bisa menimbulkan kesan buruk bagi hubungan DPR dan pemerintah. Namun demikian, dia menegaskan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah sejajar untuk saling menyeimbangkan.

Tak hanya hak bertanya, lanjut Benny, DPR juga punya hak menyampaikan interupsi dalam rapat. Wewenang itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3).

"Itu diatur dalam undang-undang ini supaya jangan ada anggapan kita bikin-bikin," katanya.

Prasangka buruk

Benny pun meminta agar kabar dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu yang Mahfud ungkap dibuka seterang-terangnya. Ini penting agar publik tak berspekulasi.

Benny sendiri mengaku sempat berprasangka buruk ke Mahfud. Dia curiga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu punya motif politik di balik kegaduhan ini.

"Saya menantang supaya Pak Mahfud buka, supaya buka sejelas-jelasnya agar apa yang bapak sampaikan itu tidak menjadi pertanyaan atau spekulasi atau analisis, analisa di publik. Spekulasi itu sangat jelek," kata Benny.

"Saya termasuk yang punya prasangka jelek atas apa yang disampaikan Pak Mahfud," ujarnya.

"Malah saya tanya tanya. Wah senang juga Pak Mahfud ini, ada kawan baru juga saya. Apakah Pak Mahfud sudah menjadi bagian dari oposisi pemerintahan?" kata Benny disambut tawa Mahfud dan para anggota DPR lain.

"Soeharto jatuh karena ada anggota kabinetnya yang melakukan perlawanan dari dalam, ya," lanjutnya.

Bahkan, Benny berprasangka, informasi transaksi janggal itu sengaja digulirkan untuk menyingkirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dari kabinet pemerintahan.

Anggota Fraksi Demokrat itu curiga, upaya menyingkirkan Sri Mulyani itu imbas dari sikap sang Bendahara Negara yang dikabarkan menolak rencana pembelian minyak dari Rusia.

Sebab, desas-desus yang beredar, banyak pejabat pemerintahan yang tak setuju dengan langkah Sri Mulyani tersebut.

"Ada isu kan, Pak, Sri Mulyani, Menkeu menolak rencana beli minyak Rusia masuk Indonesia. Banyak pejabat yang tidak suka, banyak pembantu (menteri) yang lainnya juga yang tidak suka, Pak Mahfud," kata Benny.

Benny mengatakan, kecurigaannya bukan tanpa alasan. Sejak kabar dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu mencuat, Sri Mulyani jadi sorotan.

Kepada DPR, Sri Mulyani telah memberikan penjelasan soal informasi tersebut. Namun, apa yang disampaikan Menkeu itu berbeda dengan penjelasan Mahfud MD ke legislator.

Menurut Benny, perbedaan penjelasan inilah yang pada akhirnya memunculkan beragam spekulasi, termasuk dugaan menyingkirkan Sri Mulyani.

"Bapak tahu oligarki, jangan-jangan memang kelompok ini tidak suka sri mulyani menjadi Menkeu menjelang 2024," tuding Benny.

Oleh karenanya, Benny kembali meminta persoalan ini dibuka hingga terang benderang. Menurutnya, simpang siur informasi transaksi mencurigakan ini sudah menjurus ke pembohongan publik.

"Kalau bisa besok untuk menuntaskan ini. Supaya tahu siapa yang sebenarnya melakukan pembohongan publik, ini kan pembohongan sebenarnya, tapi kita nggak tahu yang berbohong ini siapa," kata Benny.

"Bisa kita selesaikan secara publik, tidak boleh ada yang ditutup-tutupi," tuturnya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/30/12074721/saling-serang-mahfud-dan-benny-k-harman-soal-transaksi-janggal-singgung

Terkini Lainnya

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke