Menurutnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) harus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) soal pandangan tentang penahanan tersangka.
“Selama ini kan kita selalu melihat APH sering kali punya paradigma penahanan itu bahwa seolah-olah ya, kalau dia ancamannya masuk syarat untuk penahanan, ya tahan saja,” ujar Tobas dalam rapat kerja dengan Kemenkumham di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senayan, Rabu (29/3/2023).
“Padahal, tidak demikian. Harus kita ubah paradigma para APH, bahwa paradigma penahanan kasusnya sesuai kebutuhan, kalau misalnya memang tidak butuh penahanan ya tidak perlu ditahan,” katanya lagi.
Solusi lain, kata Tobas, dengan mengoptimalkan tahanan kota. Hal itu bisa dilakukan untuk mengurangi beban populasi di rutan.
“Karena beban orang di rutan juga akan berhubungan beban kita, ketika mengurusi lapas,” ujarnya.
Terakhir, ia mengatakan, paradigma antara Kemenkumham dan APH harus sama soal penahanan seorang tersangka.
Tanpa pandangan yang sama, kelebihan populasi di rutan dan lapas akan terus terjadi.
“Misalnya, kita memiliki pandangan yang sama bahwa penahanan itu kebutuhan, bukan keharusan, maka dalam beberapa hal kita juga bisa membantu untuk mengurangi over crowded di lapas,” imbuh dia.
Bahkan, angkanya kelebihannya berada di 425 persen hingga 825 persen.
Yasonna mengatakan, kondisi paling parah terjadi di Lapas Kelas II A Bagan Siapi-Api di Riau yang memiliki kapasitas hanya 98 orang. Namun, dihuni narapidana hingga 927 orang.
Namun, ia mengklaim proses pembangunan lapas tersebut sebentar lagi akan selesai.
“Jadi ini akan sangat baik, kita akan diberikan tanah oleh Pemda, dan kemudian kita bangun,” kata Yasonna.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/29/15153971/tawarkan-solusi-over-kapasitas-rutan-dan-lapas-anggota-dpr-penahanan-sesuai