JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menghentikan upaya perlindungan fisik terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer atau Bharada E.
Namun demikian, penghentian perlindungan itu tak menghapus status Richard sebagai saksi pelaku atau justice collaborator dalam perkara ini.
"Penghentian perlindungan ini tidak mengurangi hak narapidana RE (Richard Eliezer) sebagai justice collaborator," kata Tenaga Ahli LPSK Syahrial Martanto Wiryawan di kantor LPSK, Jumat (10/3/2023).
Sebagai justice collaborator, Richard mendapatkan lima program perlindungan, salah satunya perlindungan fisik dalam bentuk pengamanan dan pengawalan melekat, termasuk dalam rumah tahanan.
Kemudian, pemenuhan hak prosedural, pemenuhan hak asasi saksi pelaku, perlindungan hukum, dan bantuan psikososial.
LPSK menegaskan, pihaknya hanya menghentikan perlindungan fisik terhadap Richard.
Meski hak atas perlindungan dicabut, dipastikan bahwa Richard akan tetap mendapat perlakuan khusus dan penghargaan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Perlindungan JC itu ada tiga poin penting ya, perlindungan, perlakuan khusus, dan penghargaan. LPSK sudah melakukan itu sejak 15 Agustus 2022, dan yang kami maksud pengehentian itu perlindungan secara fisik," terang Tenaga Ahli LPSK Rully Novian.
Adapun langkah LPSK menghentikan perlindungan ini menyusul tayangan wawancara Richard oleh Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi, dalam program Rosi Kompas TV yang tayang pada Kamis (9/3/2023).
Menurut LPSK, pihaknya sebelumnya telah menyampaikan surat keberatan dan meminta agar wawancara tersebut tidak ditayangkan.
Sebab, Richard merupakan justice collaborator dalam perkara pembunuhan berencana Yosua. LPSK khawatir tayangan wawancara tersebut mengancam keselamatan Richard.
"Namun, dalam kenyataannya wawancara terhadap RE tetap ditayangkan pada Kamis malam pukul 20.30 WIB," ujar Syahrial.
Menurut LPSK, wawancara itu bertentangan dengan Pasal 30 Ayat (2) huruf C Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, juga berlawanan dengan perjanjian perlindungan antara LPSK dan Richard.
Dalam perjanjian perlindungan yang sebelumnya telah ditandatangani Richard, dia menyatakan kesanggupan untuk tidak berhubungan dan memberikan komentar apa pun secara langsung dan terbuka kepada pihak mana pun tanpa sepengetahuan dan persetujuan LPSK.
Perjanjian itu juga memuat kesediaan Richard untuk tidak berhubungan lewat cara apa pun dengan orang lain, selain atas persetujuan LPSK selama yang bersangkutan dalam masa program perlindungan.
"Di mana perjanjian tersebut berlaku hingga 15 Februari 2023. Selanjutnya telah dilakukan perpanjangan perlindungan pada 16 Februari 2023 yang sejatinya akan berlaku hingga 16 Agustus 2023," terang Syahrial.
LPSK pun menegaskan bahwa langkah penghentian perlindungan terhadap Richard ini diputuskan lewat sidang mahkamah pimpinan LPSK.
Penjelasan Rosiana Silalahi
Terkait ini, Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi, telah angkat bicara. Rosi menerangkan bahwa sebelum melakukan wawancara, pihaknya telah mengantongi izin pihak-pihak terkait.
"Semua proses izin sudah dilakukan. Narasumber bersedia, pengacara oke, keluarga juga izinkan," kata Rosi dalam keterangannya.
Menurut Rosi, izin wawancara Richard di Rutan Bareskrim juga sudah diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) serta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Bahkan, sebelum wawancara dilakukan, tim telah mengantongi izin Kapolri.
"LPSK juga sudah mendapat tembusan surat untuk perizinan," terang Rosi.
"Ketika LPSK memutuskan status Richard, maka ini tindakan mengkambinghitamkan media, gara-gara KompasTV status perlindungan Richard dicabut, padahal H-1 wawancara, pengacara Richard dan LPSK sudah berkomunikasi dan tidak ada masalah," tuturnya.
Dibanding empat terdakwa lainnya, vonis Richard menjadi yang paling ringan, jauh di bawah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang memintanya dihukum pidana penjara 12 tahun.
Jaksa pun menyatakan tidak banding atas putusan Richard. Artinya, vonis tersebut sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Dalam perkara yang sama, hakim menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta supaya mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu dihukum penjara seumur hidup.
Hakim juga telah menjatuhkan vonis terhadap Putri Candrawathi berupa pidana penjara 20 tahun. Vonis ini juga lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta agar istri Ferdy Sambo tersebut dipenjara 8 tahun.
Terdakwa lain yakni Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara. Hukuman ART Ferdy Sambo itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 8 tahun penjara.
Kemudian, vonis 13 tahun pidana penjara dijatuhkan terhadap Ricky Rizal. Sebelumnya, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut.
Keempat terdakwa yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal mengajukan banding atas vonis masing-masing.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/10/17065001/lpsk-hanya-hentikan-perlindungan-terhadap-richard-eliezer-tak-hapus-hak