JAKARTA, KOMPAS.com - Meskipun aturan masuk sekolah di Nusa Tenggara Timur (NTT) pukul 05.00 WITA telah direlaksasi menjadi 05.30, namun kebijakan itu masih dikritik banyak pihak.
Kebijakan yang diinisiasi Gubernur NTT Viktor Laiskodat itu dipandang minim kajian akademik hingga berpotensi menghilangkan hak anak, seperti hak untuk beristirahat yang dinilai berpotensi dapat mengganggu kualitas belajar siswa.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aries Adi Leksono meminta agar kebijakan itu dapat dikaji ulang karena bertentangan dengan hak anak secara umum.
"Kami meminta kebijakan untuk dikaji ulang, karena berpotensi tidak terpenuhinya hak anak sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak," ujar Komisioner KPAI Aries Adi Leksono, Selasa (7/3/2023).
Dinas Pendidikan Provinsi NTT disebut telah memberikan penjelasan mengenai alasan dimajukannya jam belajar siswa itu. Namun, KPAI berpandangan bahwa penerapan jam belajar semacam itu tak berdasar.
Apalagi, imbuh Aries, kebijakan itu, berdasarkan penjelasan yang diberikan, bersifat piloting atau uji coba, dan akan dievaluasi dalam satu bulan ke depan. Menurutnya, Disdik NTT tak bisa menjawab berbagai kereasahan sejumlah pihak atas kelirunya kebijakan itu.
Oleh karenanya, KPAI meminta agar Pemprov NTT mengkaji ulang kebijakan tersebut demi kebaikan siswa-siswi yang menjalaninya.
"Kami minta kebijakan dikaji ulang, ditinjau kembali dengan mengedepankan pemenuhan hak anak, kepentingan terbaik buat anak dan partisipasi anak," tutur Aries.
Dinilai tanpa kajian akademik
Sementara itu, anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki menilai, kebijakan yang ditelurkan oleh Pemprov NTT itu tidak memiliki kajian akademik.
Pihaknya, melalui perwakilan di NTT, telah meminta otoritas setempat untuk merampungkan kajian akademik paling lama sebulan.
“Kita melihat bahwa ini kebijakan yang tanpa ada kajian akademik sebelumnya. Belum ada kajian akademik sebelumnya,” ucap Marzuki melalui telepon, Jumat (3/3/2023).
Dalam pembelaannya, Disdik NTT menyebut bahwa kebijakan ini baru berlaku di 10 SMA dan masih bersifat uji coba.
Marzuki mengungkapkan, Ombudsman RI telah mengikuti rapat bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
“Jadi karena itu kami tolong dibuat kajiannya dan ini semua sepakat, kami semua bicara sepakat bahwa mereka harus ada kajian ilmiah, jangan hanya sekadar itu (seruan gubernur),” tuturnya.
Ia menambahkan, masuk sekolah lebih awal bukan menjadi satu-satunya cara untuk meningkatkan mutu pendidikan di NTT. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan, seperti meningkatkan sarana dan prasarana sekolah, pemerataan guru, dan lainnya.
“Tapi balik lagi tadi ujungnya ketika sebulan apa hasilnya, harus ada dong, ada kajiannya,” tambahnya.
Aspek perlindungan harus diperhatikan
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berpandangan kebijakan yang diinisiasi oleh gubernur sekaligus politikus Partai Nasdem itu berpotensi mempengaruhi tumbuh kembang dan kesehatan anak.
Di samping juga berpotensi mengurangi konsentrasi belajar karena anak yang mungkin masih mengantuk karena harus mulai belajar terlalu pagi.
Padahal, menurut Plt Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA Rini Handayani mengungkapkan, berdasarkan Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi pemerintah dan menjadi dasar dibentuknya UU Sistem Pendidikan Nasional, memperhatikan kesempurnaan intelektual maupun emosi setiap anak menjadi kewajiban.
"Kebijakan tersebut perlu dikaji lebih matang lagi, apakah kebijakan tersebut mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap anak, mulai rasa aman siswa yang berangkat subuh, transportasi yang digunakan siswa ke sekolah, bagaimana dengan siswa yang jarak rumahnya ke sekolah jauh, dan dampak terhadap psikis siswa ataupun kesehatan siswa,” kata Rini.
Ia menegaskan, untuk meningkatkan kedisiplinan anak, tidak bisa dilakukan degan cara terpaksa, melainkan dengan cara-cara yang penuh kasih.
“Meningkatkan kedisiplinan anak harus dalam suasana yang penuh kasih, rekreatif, dan berulang sehingga lahir kedisiplinan berdasarkan kesadaran, bukan dengan keterpaksaan dan semua pihak harus tetap menghormati hak-hak anak,” jelas Rini.
Dibela politikus Nasdem
Sementara itu, kebijakan Viktor dibela oleh rekan separtainya yang juga Ketua DPP Partai Nasdem, Effendi Choirie.
Menurutnya, kebijakan Viktor adalah sebuah terobosan yang mencerminkan pemimpin cerdas.
“Itu langkah terobosan. Pemimpin cerdas, dan berani selalu bikin terobosan baru,” ujar Effendi pada Kompas.com, Selasa (7/3/2023).
Ia mengaku tak tahu apakah Nasdem telah berkomunikasi dengan Viktor soal kebijakan yang menuai polemik itu.
Namun, menurutnya, ada banyak manfaat anak bangun lebih pagi untuk belajar.
“Anak bangun pagi, belajar pagi itu lebih mencerdaskan. Anak cepat pintar,” ujar dia.
Adapun terkait sekolah pukul 5 pagi, Viktor berdalih sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan di NTT
Ia ingin melakukan terobosan untuk mengubah mental pelajar NTT.
"Kita ingin membongkar mental blok yang selama ini kita buat. Karena selama ini kita tidak pernah berkembang," ujar Viktor, Jumat (3/3/2023).
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/09/07104261/polemik-masuk-sekolah-0530-di-ntt-dikritik-banyak-pihak-didukung-politikus