Salin Artikel

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Kejati Hentikan Kasus Haris Azhar dan Fatia

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi mendesak agar Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menghentikan proses hukum yang menjerat pembela hak asasi manusia sekaligus Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti dihentikan.

Begitu juga kasus yang sama yang juga menjerat pembela HAM sekaligus Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar.

"Kami mendesak kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menghentikan perkara ini demi hukum. Jika tidak, maka kondisi ini semakin menunjukan aparat penegak hukum turut menjadi aktor dalam penyempitan ruang kebebasan," ujar Anggota Koalisi yang juga Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam keterangan tertulis, Senin (6/3/2023).

Julius mengatakan, penghentian kasus tersebut harus dilakukan karena dinilai sebagai kasus kriminalisasi pembela HAM.

Ada beberapa alasan yang mengharuskan kasus tersebut dihentikan. Pertama, proses hukum yang memakan waktu 1,5 tahun yang memberi kesan keragu-raguan dari kepolisian dan kejaksaan dalam melihat unsur perbuatan pidana.

Kedua, kata Julius, Koalisi menilai penyidik dan penuntut umum keliru menilai kasus tersebut.

"Tindakan Fatia dan Haris tidak dapat dipidanakan karena masih tergolong kritik yang sah terhadap pejabat publik, sekaligus bentuk partisipasi publik dalam rangka pengawasan pemerintahan," ucap Julius.

"Hal ini diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 dan Pasal 44 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," imbuh dia.

Selain itu, Fatia dan Haris merupakan pembela HAM sesuai dengan keterangan Komnas HAM nomor 588/K-PMT/VII/2022.

Sebab itu, kritik terkait lingkungan Papua relevan dengan pembela HAM dan dilindungi oleh Pasal 66 tentang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Kebebasan berekspresi dan berpendapat atau sikap kritis rakyat terhadap pejabat publik tidak boleh dibungkam aparat penegak hukum melalui penerapan pasal-pasal karet," imbuh Julius.

Sebagai informasi, Polda Metro Jaya telah menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut sejak 19 Maret 2022.

Keduanya kemudian dipanggil untuk menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka pada 1 November 2022, nyaris 7 bulan sejak pemeriksaan perdana mereka sebagai tersangka.

Perkara ini berawal dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.

Dalam video tersebut, keduanya menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya Papua.

Dalam laporan YLBHI dkk, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tersebut, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan itu, yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ), adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.

Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PT MQ. Mereka adalah purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon, purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Luhut.

Luhut sempat membantah tudingan itu dan melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia agar mereka meminta maaf.

Namun demikian, permintaan itu tidak dipenuhi sehingga Luhut memutuskan melaporkan Haris dan Fatia ke polisi pada 22 September 2021.

Luhut mengatakan, dirinya memutuskan untuk lapor polisi karena pernyataan Haris dan Fatia ia nilai sudah menyinggung nama baiknya dan keluarga.

"Ya karena (Haris dan Fatia) sudah dua kali (disomasi) tidak mau minta maaf, saya kan harus mempertahankan nama baik saya, anak, cucu saya," kata Luhut saat itu.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/06/13071651/koalisi-masyarakat-sipil-desak-kejati-hentikan-kasus-haris-azhar-dan-fatia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke