Salin Artikel

Survei LSI: Vonis Mati Sambo Memenuhi Harapan Publik

JAKARTA, KOMPAS.com - Jajak pendapat yang diselenggarakan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, vonis mati yang dijatuhkan hakim terhadap eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Hutabarat sesuai harapan publik.

Pasalnya, dalam survei tersebut, sebagian besar atau 50,9 persen responden menilai Sambo pantas dijatuhi hukuman mati.

"Kami menanyakan, kira-kira hukuman apa yang paling pantas dijatuhkan kepada Ferdy Sambo, mayoritas menyatakan hukuman mati, 51 persen," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers, Rabu (1/3/2023).

Dengan demikian, menurut Djayadi, vonis mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim kepada Sambo sudah sesuai dengan harapan publik.

Survei ini diselenggarakan pada 11-17 Februari 2023, atau pada pekan yang sama dengan dijatuhkannya hukuman kepada Sambo.

"Sikap hakim itu cenderung sebangun dengan sikap masyarakat terhadap hukuman yang tepat karena mayortitas masyarakat menyatakan hukuman yang tepat adalah hukuman mati," kata Djayadi.

Selain hukuman mati, sebagian masyarakat (27,4 persen) juga memandang Sambo layak dihukum penjara seumur hidup sesuai tuntutan jaksa penuntut umum.

Sementara itu, jumlah responden yang menilai hukuman yang pantas bagi Sambo adalah penjara selama 5 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun masing-masing hanya di bawah 5 persen.

Survei ini juga memotret pandangan publik terkait vonis yang pantas dijatuhkan kepada dua terdakwa lain dalam kasus pembunuhan Yosua, yakni istri Sambo, Putri Candrawathi; dan eks ajudan Sambo, Richard Eliezer.

Hasilnya, 27,1 persen responden menganggap Putri pantas dipenjara seumur hidup dan 22 persen lainnya menilai hukuman yang pantas adalah penjara selama 20 tahun seperti putusan hakim.

"Jadi ini memang tampaknya memang keputusan hakim itu mungkin memperhatikan bagaimana penilaian atau sikap publik terhadap kasus ini," kata Djayadi.

Situasi berbeda terjadi pada pertanyaan mengenai hukuman bagi Richard. Survei menunjukkan, hanya 4,6 persen yang menilai hukuman yang pantas bagi Richard adalah 1,5 tahun penjara seperti putusan hakim.

Berdasarkan hasil survei, 26,9 persen responden menilai Richard pantas dihukum 5 tahun penjara, dan 14,5 persen persen menganggap Richard layak dipenjara 10 tahun.

Ada pula 7,5 persen masyaraka menilai Richard pantas dihukum penjara 20 tahun, penjara seumur hidup (5,9 persen), dibebaskan (5,6 persen), hukum mati (3,7 persen), penjara 1 tahun (1,7 persen), dan penjara 2 tahun (1,1 persen).

"Kalau kita lihat di sini, masyarakat agak terbelah soal hukuman terhadap Richard Eliezer. Kalau kita kelompokkan, ini sebagian menyatakan sebaiknya dihukum berat, sebagian lain menyatakan hukuman yang lebih ringan," kata Djayadi.

Survei ini berlangsung pada 1-17 Februari 2023 serta melibatkan 1.228 responden dengan metode wawancara via telepon.

Sampel ditentukan secara acak melalui metode random digit dialing secara acak, validasi, dan screening.

Survei ini memiliki margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Vonis mati Sambo mendapat tanggapan beragam

Meski Sambo telah dijatuhi hukuman mati pada pengadilan tingkat pertama, namun putusan majelis hakim itu belum berkekuatan hukum tetap. Sebab, Sambo pada saat ini telah mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan.

Mantan hakim PN Jakarta Selatan Albertina Ho mengatakan, masih ada peluang bagi Sambo untuk lolos dari hukuman mati lewat proses banding. Kalaupun di tingkat banding putusan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat putusan di tingkat pertama, Sambo masih bisa mengajukan kasasi hingga peninjauan kembali.

Bahkan peninjauan kembali, sebut dia, dapat diajukan terdakwa hingga berkali-kali.

"Kalau dikatakan itu proses ini masih sangat jauh, masih jauh sekali, saya katakan masih lama sekali," ujar Albertina dalam program Rosi Kompas TV, 20 Februari lalu.

Melihat hal tersebut, ia menilai bahwa penerapan hukuman mati bagi Sambo masih lama untuk dilakukan.

Aturan baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga menjadi celah bagi mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lolos dari eksekusi hukuman mati.

Dalam aturan baru KUHP disebutkan bahwa terpidana mati menjalani masa percobaan selama 10 tahun. Jika dalam rentang waktu tersebut terpidana berkelakuan baik, maka dia mungkin mendapat keringanan hukuman menjadi pidana seumur hidup.

Hal itu pun turut diamini oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Hukuman seumur hidup bisa terjadi setelah terpidana menjalani masa percobaan 10 tahun. Tetapi, KUHP baru itu berlaku pada 2026.

"Ya bisa (berkurang) kalau belum dieksekusi, kalau belum dieksekusi sebelum tiga tahun. Nanti sesudah 10 tahun, kalau berkelakuan baik, bisa menjadi seumur hidup, kan itu UU yang baru," kata Mahfud saat ditemui di Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (13/2/2023) malam.

Mahfud mengatakan, KUHP baru berlaku bagi terdakwa atau terpidana jika kasus belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Atnike Nova mengatakan, kejahatan yang dilakukan Sambo memang merupakan kejahatan yang serius. Namun, ia mengingatkan bahwa hukuman mati di dalam KUHP baru bukanlah merupakan pidana pokok.

Adapun Peneliti Setara Institute Ismail Hasani mengkritik hukuman mati yang dijatuhkan kepada Sambo. Menurutnya, hukuman mati melanggar konstruksi hukum HAM karena melanggar hak hidup seseorang.

"Dalam konstruksi hukum hak asasi manusia, hukuman mati adalah bentuk pelanggaran hak hidup. Hak hidup adalah given dan nilai universal bagi rezim hukum HAM dan dianut negara-negara beradab," kata Ismail dalam keterangan tertulis, Selasa (14/2/2023).

Ismail mengungkapkan, dalam menghukum seseorang, negara melalui peradilan semestinya tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman mati apapun jenis kesehatannya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/02/08575981/survei-lsi-vonis-mati-sambo-memenuhi-harapan-publik

Terkini Lainnya

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke