Salin Artikel

Akhir Nasib Hendra Kurniawan, Bermula dari Turuti Perintah Ferdy Sambo, Berakhir 3 Tahun Bui

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketuk palu hakim terhadap hukuman Hendra Kurniawan telah bulat. Hendra divonis pidana penjara 3 tahun atas kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan perkara kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Hakim menyatakan, anak buah Ferdy Sambo itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara sengaja dan tanpa hak dengan cara apa pun memindahkan suatu informasi milik publik yang dilakukan secara bersama-sama.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hendra Kurniawan oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp 20 juta dengan ketentuan bila pidana denda tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (27/2/2023).

Dibandingkan lima anak buah Ferdy Sambo terdakwa obstruction of justice lainnya, Hendra diganjar hukuman paling tinggi.

Terseretnya mantan jenderal bintang satu itu dalam perkara ini bermula dari kepatuhannya terhadap perintah sang atasan, Ferdy Sambo.

Awal mula

Keterlibatan Hendra berawal ketika dia dihubungi oleh Ferdy Sambo lewat telepon pada Jumat (8/7/2022) sore.

Saat itu, Hendra yang menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri merupakan bawahan langsung Sambo yang masih menjabat sebagai sebagai Kepala Divisi Propam Polri.

Tanpa mengetahui tujuan Sambo memanggilnya, Hendra bergegas bertolak ke kediaman atasannya tersebut. Sesampainya di lokasi, Sambo bercerita bahwa istrinya, Putri Candrawathi, baru saja dilecehkan.

"Ada peristiwa apa, Bang?" tanya Hendra ke Sambo saat itu, sebagaimana terungkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum.

"Ada pelecehan terhadap mbakmu," jawab Sambo.

Kepada Hendra, Sambo mengarang cerita bahwa istrinya dilecehkan di rumah tersebut oleh ajudannya sendiri yang tak lain adalah Brigadir Yosua.

Namun, karena Putri berteriak, Brigadir J tepergok oleh ajudan Sambo lainnya, Richard Eliezer atau Bharada E, yang juga berada di rumah itu.

Akhirnya, menurut cerita karangan Sambo, terjadi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua pada Jumat (8/7/2022) sore di rumah dinasnya.

Saat itu, Hendra mengaku tak tahu bahwa cerita tersebut hanya karangan Sambo belaka.

Amankan CCTV

Sehari setelah kejadian tersebut, Sambo kembali menghubungi Hendra. Lewat sambungan telepon, Hendra diperintahkan untuk mengamankan CCTV di sekitar TKP penembakan.

Berangkat dari perintah tersebut, Hendra menginstruksikan anak buahnya bernama AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay untuk mengecek dan mengamankan rekaman CCTV di sekitar Kompleks Polri Duren Tiga.

Namun, karena Acay berhalangan, tugas tersebut dia limpahkan ke anak buahnya yang saat itu menjabat sebagai Kasubnit I Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bernama Irfan Widyanto.

Dalam melakukan tugasnya, Irfan berkoordinasi dengan bawahan Hendra, Agus Nurpatria, yang kala itu bertugas sebagai Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Propam Polri.

Setelah melakukan pengecekan terhadap 20 rekaman CCTV, Irfan mengganti dua digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar TKP penembakan.

Tercatat, ada 3 anak buah Sambo yang ikut menonton rekaman CCTV tersebut yakni Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Arif Rachman Arifin.

Dari rekaman tersebut, didapati fakta bahwa Sambo tiba di rumah dinasnya pada Jumat (8/7/2022) sore ketika Yosua masih hidup.

Padahal, menurut narasi yang beredar, Sambo baru tiba di lokasi tersebut sesaat setelah Yosua tewas ditembak.

Mengetahui ada yang janggal, Arif Rachman Arifin dengan gemetar dan ketakutan menghubungi Hendra Kurniawan. Lewat sambungan telepon, Hendra pun mengajak Arif untuk mengklarifikasi ihwal tersebut ke Sambo.

"Mendengar suara saksi Arif Rachman Arifin melalui telepon gemetar dan takut, lalu saksi Hendra Kurniawan menenangkannya dan meminta agar pada kesempatan pertama ini saksi Arif Rachman Arifin dan saksi Hendra Kurniawan menghadap terdakwa Ferdy Sambo," demikian bunyi dakwaan jaksa.

Rabu (13/2/2022), Hendra mendampingi Arif untuk bertemu dengan Sambo di ruang kerjanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan.

Arif menyampaikan ihwal kejanggalan yang dia temukan dalam rekaman CCTV. Namun, Sambo langsung menyangkal dan malah mengancam Arif untuk tidak menyebarkan fail tersebut.

Sambil menangis, Sambo meminta Arif percaya kepadanya. Hendra yang juga berada di ruangan tersebut juga meminta Arif percaya ke Sambo.

"Sudah, Rif, kita percaya saja," kata Hendra saat itu.

Tak berani melawan Sambo maupun Hendra, Arif akhirnya mematuhi perintah atasannya. Eks Wakaden B Paminal itu menghapus salinan rekaman CCTV, bahkan merusak laptop yang sempat digunakan untuk menyalin dokumen tersebut.

Dibohongi

Hendra mengaku tak tahu dirinya ditipu Ferdy Sambo. Dia baru sadar bahwa cerita baku tembak tersebut hanya karangan setelah Sambo ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana pada awal Agustus 2022.

Bahwa ternyata tidak ada pelecehan terhadap Putri Candrawathi di Kompleks Polri Duren Tiga. Bahwa Yosua tewas bukan karena terlibat baku tembak, melainkan penembakan yang telah direncanakan oleh Sambo.

"Gus, kita dikadalin," kata Hendra kepada Agus Nurpatria, sesaat setelah mengetahui skenario palsu Sambo.

"Kampret! Masa kita dikadalin, Bang. Tega sekali, sih, Bang'," ucap Agus kepada Hendra yang diungkap dalam sidang, Senin (28/11/2022).

Hendra membantah dirinya bersekongkol dengan Sambo untuk merintangi penyidikan kematian Brigadir J. Dia mengaku menjadi korban tipu muslihat mantan jenderal bintang dua Polri itu.

"Intinya tidak ada skenario, kita semua kena prank. Jangankan saya, Pak Kapolri saja kena, kan begitu saja," kata Hendra dalam persidangan, Kamis (5/1/2023).

3 tahun penjara

Kendati mengaku tak berniat merintangi penyidikan, Hendra dihukum pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis Hakim menilai, Hendra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan perintangan proses penyidikan kasus kematian Brigadir J.

Perbuatan Hendra memerintahkan bawahannya di kepolisian untuk mengecek lantas menghapus rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua dinilai tidak profesional.

Padahal, saat itu Hendra menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri dengan pangkat jenderal bintang satu.

"Terdakwa selaku anggota Polri perwira tinggi tidak melakukan tugasnya secara profesional," ujar hakim dalam sidang, Senin (27/2/2023).

Tak seperti lima terdakwa lainnya, vonis yang dijatuhkan hakim terhadap Hendra sesuai dengan tuntutan jaksa sebelumnya.

Total ada 6 anak buah Ferdy Sambo yang terjerat perkara obstruction of justice. Agus Nurpatria divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurangan.

Sementara, Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto divonis pidana penjara masing-masing 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.

Lalu, Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto masing-masing divonis 10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.

Adapun Ferdy Sambo telah lebih dulu divonis hukuman mati atas dua perkara sekaligus, pembunuhan berencana dan perintangan penyidikan kematian Brigadir J.

https://nasional.kompas.com/read/2023/02/28/15421331/akhir-nasib-hendra-kurniawan-bermula-dari-turuti-perintah-ferdy-sambo

Terkini Lainnya

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke