JAKARTA, KOMPAS.com - Dua orang perempuan anggota pengamanan dan pengawalan (pamwal) dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan pengalaman mereka saat mengawal Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) saat menjalani sidang vonis pada 15 Februari 2023.
Salah satu anggota pamwal LPSK, Ega, membeberkan alasan di balik sikap mereka yang meloncat saat mendengarkan hakim memberikan vonis 1 tahun 6 bulan penjara untuk Richard.
"Kalau itu memang respons kita. Kita cukup bangga dengan kerja keras kita, majelis hakim mengabulkan permohonan justice collaborator dari LPSK, yang akhirnya berefek kepada putusan untuk Richard," kata Ega, dikutip dari acara bincang-bincang di kanal YouTube Sahabat Saksi dan Korban, Senin (20/2/2023).
Dalam kegiatan bincang-bincang menghadirkan Ega dan D, seorang perempuan pengawal Richard yang sosoknya kerap terlihat saat proses persidangan.
Sosok D itulah yang kemudian ramai diperbincangkan di berbagai media sosial, karena selalu terlihat mengawal Richard saat menuju dan selesai persidangan. Bahkan, terdapat julukan khusus di media sosial yang ditujukan kepada D, yaitu "mbak-mbak LPSK".
Ega dan D tertangkap kamera meloncat dan berpegangan tangan saat mendengarkan pembacaan vonis terhadap Richard. Namun, setelah itu mereka langsung kembali fokus melihat situasi ruang sidang untuk memastikan keamanan Richard.
Setelah pembacaan vonis selesai, keduanya beserta dua orang lelaki pengawal LPSK langsung mengerubungi dan membawa Richard pergi dari ruang sidang.
Ega mengatakan, sikapnya dan D yang meloncat adalah ekspresi bangga terhadap vonis Richard.
Dia juga mengaku terkejut dengan vonis 1,5 tahun penjara yang diberikan hakim kepada Richard, jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni 12 tahun penjara.
"Jadi kami merasa perjuangan kami selama ini sampai babak belur di lapangan tidak sia-sia," ucap Ega.
"Ada rasa bangga dan kami tidak expect sampai segitu," ujar Ega.
Sebelumnya, Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).
Sedangkan Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara pada hari yang sama dengan suaminya.
Kemudian, Kuat Ma'ruf yang merupakan asisten rumah tangga dijatuhi vonis 15 tahun penjara dalam sidang pada Selasa (14/2/2023).
Lalu, salah satu ajudan Sambo, Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), divonis 13 tahun penjara pada hari yang sama dengan Kuat.
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup.
Sedangkan Putri, Ricky, dan Kuat dituntut dengan pidana 8 tahun penjara.
Ferdy Sambo, Putri, Ricky Rizal dan Kuat melalui kuasa hukum masing-masing menyatakan tidak menerima vonis dan akan mengajukan upaya hukum lanjutan yaitu banding ke pengadilan tinggi.
Sedangkan Kejaksaan Agung menyatakan tidak mengajukan banding terhadap vonis Richard.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Richard terbukti turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Akan tetapi, majelis hakim juga mempertimbangkan suara dari masyarakat dan para akademisi yang mengajukan surat sahabat pengadilan (amicus curiae).
Selain itu, majelis hakim dalam vonis menetapkan Richard sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC), karena dia bukan pelaku utama dan berperan mengungkapkan fakta sebenarnya.
Di sisi lain, Richard dan Ricky juga akan menjalani sidang di Komisi Kode Etik Polri (KKEP) mengenai status karier mereka sebagai polisi setelah divonis.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/20/16341491/cerita-di-balik-2-pengawal-lpsk-yang-melompat-saat-vonis-richard-eliezer