Sebelumnya, niat itu disampaikan Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi dalam Rakernas Partai Ummat kemarin.
Bukan hanya menegaskan bahwa masjid seharusnya diperbolehkan untuk "politik gagasan", ia juga menyatakan bahwa Partai Ummat adalah partai politik berlandaskan politik identitas.
Kendala regulasi yang dihadapi Bawaslu RI adalah ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam beleid tersebut, masjid menjadi salah satu fasilitas umum yang dilarang untuk aktivitas politik.
Namun, aktivitas politik itu secara spesifik merujuk pada kampanye. Sementara itu, masa kampanye baru resmi dimulai pada 28 November 2023.
Ada jeda waktu yang panjang di mana pengawasan aktivitas politik di rumah ibadah, termasuk masjid, tidak bisa ditindak langsung oleh Bawaslu karena ketiadaan dasar hukum.
Sebab, dasar hukum itu dianggap baru bisa berlaku pada masa kampanye.
Peristiwa Cirebon
Jauh sebelum pidato Ridho, Partai Ummat telah menggunakan masjid sebagai sarana politik praktis tak lama setelah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 lewat jalur penyelesaian sengketa.
Sebanyak 21 simpatisan partai membentangkan bendera Partai Ummat di Masjid Attaqwa Kota Cirebon, Jawa Barat, pada 1 Januari 2023.
Bawaslu RI mengaku telah berkoordinasi dengan Bawaslu Kota Cirebon untuk memeriksa insiden ini.
Ketua Bawaslu Kota Cirebon Mohamad Joharudin mengaku telah menerima penjelasan dari pengurus Partai Ummat.
Pengakuan mereka, pembentangan dua bendera Partai Ummat itu sebagai ungkapan rasa bahagia telah lolos verifikasi menjadi partai peserta pemilu 2024.
“Intinya, dari penjelasan mereka, bahwa mereka menyampaikan kegiatan itu sebagai bentuk syukur. Setelah itu ada dua orang yang membawa bendera, yang semula diikatkan, lalu dibentangkan,” ujar Joharudin.
Partai Ummat Kota Cirebon juga mengakui bahwa mereka tidak membuat surat izin kepada pihak pihak terkait yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.
“Saat ini masih di luar tahapan kampanye, kami belum bisa menerapkan undang-undang larangan atau pelanggaran karena belum masuk tahapan. Tapi, Partai Ummat melanggar etika politik. Partai politik wajib menjaga etika, keutuhan, kondusifitas yang diatur undang-undang,” ujar Joharudin.
Bola di pemda
Dalam keadaan ini, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengakui bahwa pihaknya tak bisa menindak langsung aktivitas politik yang mungkin dilakukan Partai Ummat di masjid.
Sebagai alternatif, penegakan peraturan akan dialihkan ke pemerintah daerah masing-masing, dengan Bawaslu berperan sebagai pemberi rekomendasi sanksi.
"Kemungkinan peraturan daerah salah satunya mengatur tentang hal tersebut (aktivitas politik di masjid). Masjid kan ada berbagai tipe," ujar Bagja kepada wartawan, kemarin.
"Masjid di lingkungan, misalnya Partai Ummat punya keluarga dan mereka punya masjid di situ, mungkin agak sulit penindakannya, tetapi kalau masjid yang ada izin mendirikan tempat ibadah, tentu pemerintah punya alat untuk menegakkan aturan bahwa masjid itu tempat beribadah bersama umat," papar dia.
Model seperti ini disebut bukan hanya berlaku untuk masjid, melainkan juga gereja dan semua rumah ibadah lain yang memang secara legal-formal tercatat sebagai rumah ibadah di pemerintah daerah.
"Tapi kenapa masjid selalu disebut, karena mayoritas umat Islam di sini," kata dia.
"Kami akan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk menegakkan aturannya, dan juga Kementerian Agama ke depan," ucap Bagja.
Alternatif lain adalah memastikan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang aturan sosialisasi partai politik peserta pemilu bisa segera dibahas dan diterbitkan.
PKPU ini akan mengatur sejauh mana batas-batas peserta pemilu boleh memperkenalkan dirinya di tengah masyarakat tanpa mengajak memilih.
Sebab, ajakan memilih merupakan ciri khas aktivitas kampanye.
PKPU ini dianggap bisa mengisi kekosongan hukum antara penetapan partai politik peserta pemilu dan nomor urutnya yang sudah dilakukan per 14 Desember 2022 dengan masa kampanye yang baru mulai 28 November 2023.
Akan tetapi, PKPU ini belum kunjung terbit. Kabar terakhir pada pertengahan Januari 2023, KPU dan Bawaslu belum satu frekuensi soal batas-batas sosialisasi yang dapat dilakukan peserta pemilu.
MUI hingga NU tolak politik di masjid
Bagja menilai bahwa bangsa ini harus memetik banyak pelajaran dari keterbelahan sosial akibat eksploitasi politik identitas pada Pilpres 2019.
Ia memperingatkan Partai Ummat supaya tidak menggunakan masjid sebagai sarana politik praktis karena hal itu dianggap bakal memicu konflik berbasis identitas di akar rumput.
"Kalau seperti itu akan terjadi pertentangan sosial dan harus hati-hati, teman-teman di Partai Ummat itu akan menaikkan eskalasi pertarungan di tingkat akar rumput, itu yang paling berbahaya," ujar Bagja.
Senada dengan Bagja, penolakan politik praktis di masjid juga sudah pernah diungkapkannya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga Nahdlatul Ulama.
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI Cholil Nafis menyatakan bahwa pihaknya sudah menerapkan kebijakan untuk tidak mengundang orang yang memiliki minat terhadap politik praktis sebagai penceramah di masjid.
"Kami di komisi dakwah sudah sosialisasi ke takmir masjid. Kami menyosialisasikan agar tidak mengundang orang yang punya interes politik praktis untuk berceramah," ujar Cholil kepada wartawan di sela acara Ijtima Ulama Jakarta yang diselenggarakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Kamis (2/2/2023).
Sementara itu, NU menyinggung perlunya instrumen penegakan hukum yang serius agar pemakaian masjid untuk kepentingan politik praktis tidak berulang.
"Kalau ada yang melakukan (pemakaian rumah ibadah untuk kepentingan politik praktis) ya harus ada sanksi yang jelas. Ada enforcement-lah. Jangan cuma tinggal jadi aturan/catatan saja," kata Ketua Umum Pengurus Besar NU Yahya Cholil Staquf, ditemui Kompas.com di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (6/1/2023).
"Tolonglah hormati masjid. Masjid itu untuk semua umat. Tidak ada masjid untuk partai politik," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/16/07415061/bawaslu-terkendala-regulasi-bendung-syahwat-partai-ummat-pakai-masjid-untuk