Salin Artikel

Runtuhnya "Pertahanan" Richard Eliezer dan Gelora Dukungan Jelang Vonis

Tuntutan itu lebih berat dari tiga terdakwa lain yakni Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal.

Selepas sidang, Richard tak kuasa menahan tangisnya. Hari itu, Rabu (18/1/2023), pertahanan Richard runtuh seketika. 

Senyum dan ketegaran Richard yang ditampilkan selama persidangan hilang. Air matanya mengalir deras.

Tim kuasa hukum tampak berusaha menenangkan Richard. Para pengunjung sidang, kebanyakan para pendukung Richard, juga larut dalam emosi. Sebagian tampak menitikkan air mata melihat situasi tersebut.

Ronny B Talapessy, ketua tim penasihat hukum Richard, merangkul kliennya yang terus menangis.

Richard pun kaget dengan tuntutan jaksa. Selama ini, jaksa dinilai merangkai konstruksi kasus berdasarkan pengakuan Richard, yang kerap berbeda dengan atasannya yang berbintang dua, Ferdy Sambo.

Sehingga, Ronny pun yakin kliennya hari itu bakal dituntut rendah.

"Kami tim penasihat hukum merasa bahwa wah, dia (Bharada E) pasti dituntut di bawah yang lainnya. Itu, kata kuncinya karena, ada undang-undang begitu lho. Kami berpikir pasti dia dituntut di bawah yang lainnya," ungkap Ronny dalam program Gaspol! Kompas.com yang tayang pada Rabu (8/2/2023).

"Tapi yang membuat kaget ketika Richard dituntut lebih tinggi jauh dari tiga terdakwa yang lainnya. Ini buat kami enggak fair, enggak adil," tutur dia soal kondisi emosional tim dan Richard saat itu.

Richard Eliezer dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.

“Menyatakan terdakwa Richard Eliezer terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 12 tahun“ ucap jaksa melanjutkan.

Riuh di ruang sidang

Sidang pun sempat diskors, saat poin tuntutan dibacakan. Hal itu terjadi setelah pengunjung yang didominasi pendukung Bharada E itu berteriak histeris, usai jaksa menuntut agar hakim menjatuhkan pidana penjara 12 tahun penjara untuk Richard.

"Enggak adil!" teriak seorang hadirin.

Beragam makian dilontarkan pengunjung kepada JPU yang membacakan surat tuntutan. Tak sedikit hadirin sidang yang didominasi ibu-ibu dan remaja turut menangis.

Keributan yang terjadi di ruang sidang membuat Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso harus menghentikan sidang sementara.

"Sidang kami skors," kata Hakim.

Pendukung Richard Eliezer yang berada di luar ruang sidang juga merangsek masuk. Sidang kemudian kembali dilanjutkan setelah situasi ricuh bisa sedikit tenang.

Jaksa dinilai ragu

Ronny Talapessy menilai ada keraguan dari JPU ketika memberikan hukuman tuntutan 12 tahun penjara terhadap kliennya. Ronny pun mengungkit replik yang disampaikan jaksa terkait dilema yuridis.

"Dalam repliknya sendiri, jaksa penuntut umum menyampaikan dia dilema yuridis bahwa satu sisi dia ada SOP, sistem operasional prosedur dari jaksa mengenai penuntutan, sisi yang lainnya adalah undang undang," kata Ronny dalam acara Gaspol! Kompas.com yang ditayangkan Rabu (8/2/2023) malam.

Ronny berpandangan, mestinya JPU tak ragu langsung melihat undang-undang perlindungan saksi dan korban untuk memberikan tuntutan terhadap Bharada E. Tak lain dan tak bukan, hal ini karena status Bharada E sebagai justice collaborator atau penerang perkara.

"Jadi kita lihat kemarin agak keliru, jadi ketika (JPU) menyampaikan dilema yuridis, itu membuat kami melihat bahwa dalam hal tuntutan Richard Eliezer di mana 12 tahun tersebut, kita melihat bahwa jaksa pun ragu terhadap angka tersebut. Jaksa penuntut umum ragu," sambung Ronny.

Meski demikian, Ronny menghargai jaksa yang dalam repliknya mengakui ada kegamangan dalam memberikan tuntutan terhadap Bharada E. Menurut dia, hal ini menunjukkan ada niat dari jaksa mengoreksi diri melalui replik tersebut.

Lebih jauh, ia menyebut bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga sudah mengirimkan surat rekomendasi kepada jaksa untuk memerhatikan status justice collaborator Bharada E. Akan tetapi, rekomendasi LPSK itu tak terwujud melalui tuntutan terhadap Richard Eliezer.

Nyatanya, Bharada E tidak dituntut paling ringan di antara terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J yang lainnya. Tuntutan itu, lanjut Ronny, dirasa mengagetkan jika melihat jalannya persidangan yang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu.

Kejujurannya valid

Dalam acara Gaspol! Kompas.com ini, Psikolog Klinis Liza Marielly Djaprie mengungkapkan bahwa Richard Eliezer telah menjalani asesmen psikologi dengan hasil kejujuran valid.

Adapun asesmen itu dilakukan Liza beberapa kali selama mendampingi Bharada E dalam mengolah kondisi psikisnya setelah tersangkut kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

"Kalau kita bicara dari sisi kejujuran dulu, itu semua hasil asesmen secara valid mengatakan bahwa Richard menjawab asesmen tersebut dengan jujur," kata Liza.

Liza juga sudah memberikan asesmen-asesmen yang dilakukannya kepada dua kolega psikolog. Dia memberikan asesmen itu dengan inisial "RR" agar mereka bisa seobyektif mungkin menilai.

Hasilnya, temuan kedua psikolog lain itu mengonfirmasi temuan-temuan yang disimpulkan Liza.

"Jadi sudah ada tiga yang mengonfirmasi dan semuanya menyatakan hal yang sama. Kejujuran yang valid," ungkap Liza.

Richard Eliezer diketahui membongkar skenario tembak menembak terhadap Brigadir J yang dibuat oleh Ferdy Sambo untuk menutupi peristiwa pembunuhan terhadap eks ajudannya itu. Bharada E mengaku bahwa tidak ada peristiwa tembak menembak melainkan hanya ia dan Ferdy Sambo yang menembak Brigadir J hingga tewas.

"Itu valid sekali, reliable sekali semua hasil asesmen dia. Itu dari sisi kejujuran," lanjut Liza.

Terdampak secara psikis

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengungkapkan, tuntutan 12 tahun penjara berdampak secara psikis terhadap Richard Eliezer. Edwin mengatakan, pengaruh tuntutan jaksa terhadap psikis Richard terlihat dari jam tidur Richard yang berubah.

Ia bercerita, ketika menghadiri sidang replik pada Senin (30/1/2023) lalu, ia melihat Richard sedang tertidur ketika menunggu sidang dimulai.

"Tuntutan 12 tahun itu suatu hal yang sebenarnya buat kami dan buat banyak orang tidak menyangka yang itu juga secara psikis berdampak buat Richard,"kata Edwin dalam acara Gaspol! Kompas.com tersebut.

"Saya tanya, kamu sejak kapan enggak bisa tidur, sejak tuntutan, begitu, tapi saya enggak mau dalami," ujar Edwin.

Edwin menduga, sepanjang malam Richard banyak berdoa sehingga kekurangan jam tidur, karena menurutnya tuntutan 12 tahun penjara memang sulit dibayangkan oleh siapapun.

"Karena malamnya dia enggak bisa tidur, jadi kalau dia malam mungkin enggak bisa tidur mungkin dia banyak berdoa dan di waktu paginya dia malah jadi ngantuk," kata Edwin.

Gelombang dukungan

Setelah tuntutan yang mengagetkan Richard dan tim penasihat hukum, gelombang dukungan kepada Richard kian kuat.

Sekitar 40 orang anggota Korps Brimob Polri yang merupakan rekan satu angkatan Richard Eliezer hadir di PN Jakarta Selatan dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi tyang digelar satu pekan setelah pembacaan tuntutan.

Rekan dari Satuan Brimob yang tergabung dalam kelompok Bharapana 46 Nusantara itu duduk di kursi pengunjung ruang sidang utama untuk memberi samangat terhadap Richard Eliezer.

Beberapa dari mereka mengenakan kemeja hitam dengan tulisan "XLVI Watukosek 2019" pada bagian belakang. Tulisan itu menandakan mereka adalah angkatan Korps Brimob yang lulus pendidikan pada 2019.

Sedangkan Watukosek adalah nama wilayah di Kecamatan Gempol, Pasuruan, Jawa Timur yang menjadi lokasi Pusat Pendidikan (Pusdik) Korps Brimob Polri.

Tak hanya di ruang sidang, rekan Richard Eliezer juga mengirimkan karangan bunga di depan PN Jakarta Selatan bertuliskan, "Selesaikan tugasmu dengan kejujuran karena kita masih bisa makan dengan garam - Jenderal Hoegeng Imam Santoso".

Berbagai pihak jadi amicus curiae

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Public Interest Lawyer Network (Pilnet), dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengirim amicus curiae atau sahabat pengadilan ke majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (30/1/2023).

Mereka meminta agar Bharada E mendapat hukuman yang paling ringan di antara semua terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J lainnya.

Tidak hanya itu, ada sebanyak 122 cendikiawan yang terdiri dari guru besar dan dosen dari universitas terkemuka di Tanah Air yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Indonesia juga menyatakan diri sebagai amicus curiae ke PN Jakarta Selatan pada Senin (6/2/2023).

Terkini, Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti (IKA FH Usakti) juga mengajukan surat amicus curiae untuk mendukung terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Surat berjudul "Mata Air Kejujuran" itu ditujukan kepada majelis hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

"Semoga hal ini bisa menjadi pertimbangan majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili terdakwa Bharada Eliezer selaku justice collaborator," ujar Ketua Umum IKA FH Trisakti, Sahala Siahaan saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (8/2/2023).

Bukan soal Richard, tapi keadilan

Gelombang dukungan terhadap Richard yang terus terjadi menjelan pembacaan vonis 15 Februari adalah sebuah fenomena yang nyata terlihat. Fenomena ini menunjukkan sebuah gerakan masyarkat yang didorong rasa ketidakadilan terhadap kasus ini, bukan soal Richard.

Seperti yang disampaikan oleh Todung Mulya Lubbis. Todung salah satu dari 122 cendekiawan dan guru besar yang menjadi amicus curiae.

Todung merasa keadilannya terinjak-injak ketika terdakwa Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara meski berstatus justice collaborator.

"Rasa keadilan kita tersentuh, terkoyak-koyak, terinjak-injak dalam kasus ini," kata Todung dalam program Satu Meja The Forum di Kompas TV, dikutip Kamis (9/2/2023).

Todung menyatakan pembelaannya terhadap Eliezer karena ia mempunyai akal sehat dalam melihat kasus ini.

Dalam kasus ini, ia juga bisa melihat siapa sosok aktor utama serta siapa pihak yang diperdayakan dan disalahgunakan. Apalagi, media-media juga telah memberitakan mengenai proses hukum dalam perkara.

"Itu tidak sulit untuk kita menyimpulkan bahwa there is something wrong. Something wrong dengan tuntutan yang diajukan jaksa karena tidak mempertimbangkan banyak hal yang diajukan dalam proses peradilan," imbuh dia.

Sementara itu, bagi Romo Magnis Suseno, Richard hanyalah orang kecil yang tak mungkin melawan Sambo.

Dalam beberapa kali kesempatan, Magnis mengaku tak mengenal Richard. Dia pun tak membela Richard, karena ia meyakini Richard tetap bersalah karena sudah menembak Yosua. Namun, tingkat kebersalahannya lebih kecil karena dia diperintah.

"Dalam waktu yang sangat singkat, barangkali hanya 10 detik yang tersedia. Situasi dia harus memutuskan laksanakan atau tidak. Dia orang kecil. Dia juga dalam situasi perintah itu apakah betul-betul jahat," kata Romo Magnis dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, seperti dikutip pada Kamis (2/2/2023).

Edwin Partogi mengingatkan peran penting Eliezer selama ini.

"Kalau bukan karena Richard, persidangan yang kita saksikan sekarang adalah persidangan skenarion Sambo," ungkap Edwin.

***

Akankah Richard Eliezer mendapat keadilan setelah menguak fakta kematian Yosua, meski "melawan" sang jenderal? Hakim yang memutuskan. Tanggal 15 Februari 2023, akan menjadi babak akhir Eliezer selama ini.

https://nasional.kompas.com/read/2023/02/10/06402591/runtuhnya-pertahanan-richard-eliezer-dan-gelora-dukungan-jelang-vonis

Terkini Lainnya

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke