Salin Artikel

Dukungan Jokowi untuk RUU PRT: Lampu Hijau Ratifikasi Konvensi ILO 189?

Selama ini, PRT merupakan salah satu kelompok pekerja yang rentan terhadap pelanggaran dan kekerasan di tempat kerja.

Dilansir dari JalaStoria, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat bahwa dalam kurun waktu 2015 hingga 2022, setidaknya terdapat sebanyak 3.255 kasus kekekerasan yang dialami oleh PRT.

Angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Misalnya pada 2018 dalam catatan JALA PRT terdapat 434 kasus kekerasan terhadap PRT. Kemudian, pada 2019, angka kekerasan yang dialami PRT meningkat menjadi 467 kasus.

Lebih lanjut, kasus kekerasan terhadap PRT kerap terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga pelanggaran dalam bentuk lain seperti pemotongan gaji.

Dikutip dari Konde.co, Sri Siti Marni merupakan salah satu korban yang pernah mengalami penyekapan selama 9 tahun beserta tindakan kekerasan lain.

Kasus lain, misalnya, dialami oleh Toipah, yang mengalami penganiayaan hingga gaji yang tidak dibayarkan.

Dua kasus di atas merupakan secuil kasus dari berbagai kasus lainnya, baik yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri.

Bahkan, banyak dari PRT yang ada, merupakan anak di bawah umur. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, mereka yang dikategorikan sebagai anak adalah setiap orang yang berusia 18 tahun. Dengan kata lain, pekerja yang berusia di bawah 18 tahun, dianggap sebagai pekerja anak.

Menjadi PRT anak, pernah dialami oleh Nur, yang saat ini bekerja sebagai salah satu staf Divisi Internal LBH APIK Semarang.

Pada salah satu artikel di konde.co, disebutkan bahwa ia pernah menjadi PRT anak guna membantu orangtuanya, sebelum akhirnya ia mampu melanjutkan sekolahnya dan kini dapat menjadi pendamping bagi para PRT dan para korban kekerasan seksual.

Berbagai kasus di atas, menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap PRT di Indonesia. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo kemudian menyampaikan dukungannya untuk pengesahan RUU PRT melalui pernyataan pers yang digelar pada Rabu (18/1/2023).

Jokowi menuturkan bahwa hukum ketenagakerjaan di Indonesia belum ada yang secara khusus dan tegas mengatur masalah tersebut.

Pernyataan ini juga diamini oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, yang menyebutkan bahwa selama ini belum ada payung hukum dalam bentuk UU.

Sementara, regulasi yang ada merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Menganggapi hal ini, Jokowi kemudian menginstruksikan percepatan agar RUU tersebut disahkan.

"RUU PPRT sudah masuk dalam daftar RUU prioritas di tahun 2023 dan akan menjadi inisiatif DPR", papar Jokowi.

Perintah tersebut tentunya menjadi angin segar bagi para pekerja pada sektor ini, yang selama ini bekerja di bawah payung hukum yang lemah.

Lantas, bagaimana jika melihatnya dari sisi hukum internasional?

Berkenaan dengan hal ini, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) sejatinya telah memiliki konvensi ILO No. 189 tentang Pekerja Rumah Tangga yang sebenarnya telah diadopsi ILO menjadi sebuah konvensi sejak tahun 2011.

Dalam dokumen resmi ILO, Konvensi ini menawarkan perlindungan khusus bagi pekerja rumah tangga, dengan menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar, dan mewajibkan Negara untuk mengambil serangkaian tindakan dengan maksud untuk mewujudkan pekerjaan yang layak bagi pekerjaan rumah tangga.

Kemudian, Konvensi ini mendefinisikan pekerja rumah tangga sebagai “pekerjaan yang dilaksanakan di atau untuk sebuah atau beberapa rumah tangga”.

Konvensi ini menjadi penting untuk diratifikasi karena mengatur persoalan mengenai pengupahan, jam kerja, kesehatan dan keselamatan kerja, hingga jaminan sosial.

Namun, kendati konvensi tersebut telah diadopsi sejak 2011, nyatanya hingga saat ini pemerintah Indonesia belum meratifikasinya.

Dukungan Jokowi untuk RUU PPRT ini tentunya dapat menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk meratifikasi konvensi ILO No. 189.

Dukungan ini juga menunjukkan bahwa memang ada keselarasan tujuan pemerintah untuk melindungi PRT dengan tujuan diadopsinya konvensi tersebut oleh ILO.

Namun, tentu ada berbagai pertimbangan bagi pemerintah Indonesia untuk terikat dalam suatu perjanjian internasional, dalam hal ini merujuk pada konvensi ILO no. 189.

Dikutip dari laman resmi Komnas HAM, Plt. Sekretaris Jenderal Komnas HAM, Aris Wahyudi menyampaikan bahwa ketika ratifikasi konvensi tersebut dilakukan, Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga termasuk keluarganya juga.

Langkah tersebut bukan hal yang mudah bagi pemerintah Indonesia. Kendati demikian, kehadiran Konvensi ILO No. 189 tentunya dapat dijadikan sebagai panduan atau rujukan dalam proses penyusunan RUU PPRT.

Belum diratifikasinya konvensi tersebut, tidak serta merta menutup ruang bagi pemerintah Indonesia untuk mengadaptasi poin-poin yang diatur dalam konvensi tersebut ke dalam RUU PPRT.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/25/07000071/dukungan-jokowi-untuk-ruu-prt--lampu-hijau-ratifikasi-konvensi-ilo-189-

Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke