JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, pencabutan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tidak serta merta mengubah status pandemi Covid-19 menjadi endemi.
Meski PPKM dicabut, penularan virus corona di Indonesia diyakini masih akan terjadi.
"Kalau bicara PPKM berakhir ya nggak otomatis itu menjadi endemi. Endemi itu kan tidak mengikuti status pemerintah," kata Dicky kepada Kompas.com, Selasa (27/12/2022).
Untuk disebut sebagai endemi, kata Dicky, angka penularan suatu virus setidaknya harus stabil dan bisa diprediksi.
Sementara, dalam tiga tahun terakhir, angka Covid-19 di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, masih mengalami fluktuasi.
Belakangan, kata Dicky, naik turunnya angka Covid-19 disebabkan karena virus yang tak henti-hentinya bermutasi.
Kondisi tersebut menyebabkan antibodi individu, baik yang dihasilkan oleh vaksin maupun bekas infeksi virus, mengalami penurunan, sehingga penularan masih saja terjadi.
"Ini tidak mudah dan belum memenuhi dalam konteks Covid-19 karena belum stabil," ujar Dicky.
"Kemudian belum bisa juga diprediksi, karena musimannya masih nggak jelas. Jadi untuk kategori endemi belum, masih jauh," tuturnya.
Lagi pula, lanjut Dicky, butuh waktu lama untuk mengubah status pandemi menjadi endemi. Virus H1N1 penyebab influenza misalnya, baru dinyatakan sebagai endemi setelah dua dekade lamanya menjadi pandemi.
Merujuk pengalaman itu, Dicky yakin, Covid-19 juga butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa disebut sebagai endemi, paling sedikit 10 tahun.
"Kalau dalam konteks Covid-19, saya kira ini akan bisa lebih dari itu, bisa menyamai H1N1 yang bisa dua dekade kurang lebih," katanya.
Dengan kondisi demikian, Dicky meminta Presiden Joko Widodo tak terburu-buru mencabut PPKM sebagai kebijakan pengendalian Covid-19. Pemerintah diminta terus memantau situasi pandemi, setidaknya hingga libur Natal dan tahun baru 2023 usai.
Sebab, umumnya, kasus Covid-19 meningkat usai masa liburan. Peningkatan kasus harian pun biasanya diikuti dengan naiknya angka kematian dan kasus aktif.
"Tidak bisa terlalu cepat juga karena ini bicara tentang virus yang baru terus bermutasi, punya kemampuan menginfeksi dan menginfeksi lagi, menurunkan antibodi juga," kata Dicky.
Masyarakat juga diminta untuk segera mendapatkan vaksin, utamanya dosis ketiga atau booster. Bersamaan dengan itu, pemerintah disarankan memperkuat fasilitas dan sistem layanan kesehatan di berbagai penjuru Tanah Air.
"Masa transisi ini harus digunakan secara maksimal optimal untuk mengejar cakupan vaksinasi booster, terutama kelompok beresiko tinggi," tutur Dicky.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi membuka kemungkinan untuk menghentikan PPKM pada akhir tahun ini. Langkah tersebut mengingat situasi pandemi di Tanah Air yang saat ini terus membaik.
"Mungkin nanti akhir tahun kita akan menyatakan berhenti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PPKM kita," kata Jokowi saat memberikan sambutan di acara Indonesia Economic Outlook 2023 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Namun, hingga Senin (26/12/2022), presiden mengaku belum memutuskan kapan akan menghentikan PSBB dan PPKM. Jokowi mengatakan, hasil kajian mengenai rencana penghentian PPKM belum sampai ke meja kerjanya.
"Belum, belum sampai, untuk PSBB, PPKM belum sampai ke meja saya. Nanti kalau sudah selesai apalagi ini menyangkut sero survei," kata Jokowi setelah meresmikan pengembangan Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (26/12/2022).
Jokowi pun meminta publik bersabar karena pemerintah harus mengkaji secara detil agar keputusan yang diambil tidak keliru.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/27/14340481/epidemiolog-jika-ppkm-berakhir-bukan-berarti-covid-19-jadi-endemi