Salin Artikel

Jokowi Disebut Sulit Cari Alasan Depak Nasdem dari Kabinet

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyinggung kemungkinan me-reshuffle menterinya sebelum 2024 disebut membuka peluang mendepak Nasdem dari jajaran kabinet.

Apalagi, dalam waktu yang berdekatan, partai pengusung Jokowi, PDI Perjuangan secara terang meminta dua menteri dari Nasdem dievaluasi.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan melihat, Jokowi tampak kurang senang dengan langkah Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden.

Selain itu, Nasdem juga mungkin berkoalisi dengan partai oposisi pemerintah, PKS dan Demokrat. Sementara itu, PDI Perjuangan sempat menyatakan tidak akan bisa bersatu dengan dua partai tersebut, PKS dan Demokrat.

“Saya kira ada pada peluang itu (reshuffle),” kata Djayadi saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/12/2022).

Meski demikian, Jokowi dianggap sulit mencari alasan yang bisa diterima publik untuk bisa mengeluarkan Nasdem dari jajaran menteri.

Djayadi menuturkan, untuk mendepak Nasdem dari Kabinet Indonesia Maju, Jokowi harus memiliki alasan yang obyektif.

Menurutnya, jika menggunakan alasan bahwa menteri dari Nasdem dievaluasi karena kinerja mereka yang buruk, semestinya pengganti kedua menteri itu juga berasal dari partai yang sama.

“Tapi tampaknya yang dimaksud itu adalah mendepak Nasdem ya kan dari kabinet,” ujar Djayadi.

Djayadi lantas mempertanyakan kesalahan langkah politik yang dipilih Nasdem sehingga mereka berpotensi didepak.

Menurutnya, tidak ada yang salah dengan keputusan Nasdem mencalonkan Anies sebagai calon presiden.

Setiap partai, kata dia, memiliki aspirasi tersendiri untuk mengusung jagoannya pada Pemilu mendatang.

Djayadi mengatakan, mereka tetap berhak memilih langkah tersebut meski harus berbeda dengan keinginan Jokowi. Di sisi lain, Nasdem juga masih berada di dalam tubuh koalisi Jokowi.

“Jadi kalau mau mendepak Nasdem harus dicari alasan apa salahnya Nasdem. Nah salahnya Nasdem adalah dia mendeklarasikan Anies. Yang kedua karena bakal berkoalisi dengan partai yang dianggap tidak sejalan dengan pemerintahan Jokowi, oposisi. Tapi alasan itu bisa dipertanyakan orang,” tuturnya.

“Jadi susah mencari alasan,” sambung Djayadi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melontarkan sinyal kemungkinan merombak jajaran Kabinet Indonesia Maju sebelum pemerintahannya berakhir.

Pernyataan itu Jokowi dikemukakan saat menanggapi hasil survei Charta Politika. Survei itu menyebut mayoritas responden setuju jajaran menterinya dirombak.

"Mungkin," kata Jokowi usai meresmikan Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Jumat (23/12/2022).

Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat meminta Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja menteri-menterinya, terutama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

Syahrul dan Siti Nurbaya merupakan dua dari tiga kader Nasdem yang saat ini duduk kabinet. Selain keduanya, kader Partai Nasdem yang duduk di kabinet adalah Johnny G Plate sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.

Djarot mengatakan, kinerja para menteri harus terus dievaluasi agar menteri yang duduk di kabinet benar-benar bekerja menuntaskan janji-janji kampanye Jokowi.

"Mentan dievaluasi, Menhut dievaluasi, Menteri Kehutanan ya, harus dievaluasi, semua menteri juga harus dievaluasi. Supaya apa, supaya ada satu darah baru yang segar, yang bisa mendukung penuh kebijakan Pak Jokowi," kata Djarot di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (23/12/2022).

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/26/18260251/jokowi-disebut-sulit-cari-alasan-depak-nasdem-dari-kabinet

Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang Online dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke