Salin Artikel

Mempersoalkan "Living Law" dalam KUHP yang Baru

Ada banyak perdebatan yang mengiringi lahirnya kitab tersebut. Hal itu dapat dimaklumi karena KUHP menjadi induk peraturan pidana yang digadang-gandang sebagai karya asli setelah sekian lama bangsa ini menggunakan KUHP produk kolonial yang dalam bahasa Belanda dikenal sebagai Wetboek van Strafrecht (WVS).

Salah satu perdebatan yang menyita perhatian banyak kalangan adalah dimasukkannya hukum yang hidup di dalam masyarakat ke dalam formula KUHP baru.

Pada Pasal 2 ayat 1 KUHP yang baru itu disebutkan: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.”

Kemudian dilanjutkan pada ayat 2: “Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.”

Dimasukkannya eksistensi hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law) ke dalam sistem hukum nasional melahirkan sorotan tajam dari beberapa kalangan. The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) termasuk pihak yang memberikan atensi khusus. Pengenaan pidana beralaskan living law berpotensi melahirkan ketidakjelasan bahkan kesewenang-wenangan dalam penegakan hukum.

Di samping itu, pasal tersebut juga menyalahi asas legalitas yang mengedepankan kepastian. Asas legalitas hanya mengakui hukum yang tertulis. Sementara hukum yang hidup karena tidak tertulis mengandung ketidakpastian yang bersinggungan dengan prinsip legalitas.

Apa Itu Living Law?

Secara historis, konsep living law muncul di era di mana paradigma hukum positif berkembang cepat. Living law adalah respon terhadap positivisme hukum yang mereduksi hukum sekadar kepada hukum yang tertulis yang disusun oleh negara dan menomorduakan hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat (Wignjosoebroto, 2013).

Eugen Ehrlich (1862-1922) adalah figur yang perlu mendapatkan takrim sebagai penganjur konsep living law. Hukum yang hidup di dalam masyarakat bersumber dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari. Living law dapat berbentuk adat istiadat, kebiasaan, cara hidup serta pelbagai asosiasi sosial yang berkembang pada masyarakat tertentu (Ehrlich, 2001).

Menurut dia, living law berbeda dengan hukum yang diterapkan di dalam lingkungan peradilan karena operasionalisasinya berada sepenuhnya dalam kehendak masyarakat. Living law memiliki posisi penting karena mendominasi kehidupan masyarakat meskipun belum dipositivisasi sebagai proposisi hukum (legal propositions).

Living law tetap hidup karena eksistensinya fungsional bagi setiap orang. Menyitat bahasa Karl Von Savigny (1779-1861), eksistensi dan keberangsungan hukum yang hidup berada jiwa masyarakat (volkgeist). Dengan kata lain, keberlangsungan dan penerapan hukum yang hidup berada di luar domain otoritas negara.

Persoalan Paradigma hingga Praksis

Namun, ada beberapa hal yang perlu disoroti ketika living law dituangkan ke dalam orde pemidanaan di KUHP yang baru.

Pertama, secara paradigmatik, ada inkonsistensi dari para pembuat hukum ketika merumuskan KHUP. Berdasarkan asas kepastian hukum yang diatur di dalam Pasal 28D Undang-undang Dasar 1945, Indonesia menerapkan prinsip civil law. Hanya hukum yang tertulis yang ditetapkan melalui prosedur legislasi nasional yang dapat dianggap sebagai hukum.

Karena itulah, bahkan seorang hakim sekalipun tidak bisa membuat hukum (judge do not make law), selain yang ditetapkan di dalam postulat hukum positif.

Hal ini tentu berbeda dengan prinsip kerja hukum yang hidup. Karena tidak tertulis, maka yang berperan menentukan adalah kejujuran untuk berbicara berdasarkan nurani rakyat yang menganggap dan meyakini mekanisme kontrol sosial tertentu merupakan hukum yang berlaku.

Model hukum sejenis ini hanya mungkin diterapkan di dalam negara yang menganut prinsip common law, di mana seorang hakim memiliki kelenturan untuk membuat hukum berdasarkan penelusurannya terhadap hukum yang diakui oleh setiap anggota masyarakat.

Kedua, muncul persoalan konseptual ketika living law diintegrasikan ke dalam sistem pidana nasional. KUHP menjelaskan bahwa tindakan pidana meliputi dua hal sekaligus, yaitu kejahatan dan pelanggaran.

Konsekuensinya, setiap pelanggaran terhadap kebiasaan, cara hidup dan segenap norma informal lain dapat disebut sebagai tindakan pidana. Jika demikian, maka makan dengan menggunakan tangan kiri adalah tindakan pidana. Sebab menggunakan tangan kanan saat makan adalah pedoman berperilaku normatif (usage) yang hidup di sebagian kalangan.

Ketiga, pemanfaatan living law dalam struktur hukum nasional sudah terakomodasi secara proporsional pada Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Ayat tersebut menyatakan bahwa seorang hakim dan hakim konstitusi wajib menggali serta mengikuti nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat.

Secara praksis, beberapa hakim dimungkinkan memanfaatkan living law sebagai pedoman membuat keputusan hukum.

Dalam pengalaman penegakan hukum selama ini, pemanfaatan living law bersifat negatif ketimbang positif. Artinya, hakim bisa mengabaikan ketentuan hukum positif (negative action) jika diyakini bahwa keputusan yang lahir berpotensi menyinggung rasa keadilan dalam masyarakat.

Persoalannya, memberi peluang penegak hukum untuk menegakkan pidana terhadap tindakan yang patut dipidana menurut living law adalah tindakan positif (positive action). Hakim bisa membuat hukum baru yang tidak ditentukan di dalam kanon pidana tertulis senyampang diyakini patut dianggap pidana oleh hukum yang hidup.

Model penegakan hukum semacam ini jelas ahistoris.

Tentu masih ada jalan untuk terus menyuarakan pembatalan beberapa pasal bermasalah seperti living law dalam KUHP yang baru. Uji materi (judicial review) adalah langkah selanjutnya yang harus diupayakan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/19/09243351/mempersoalkan-living-law-dalam-kuhp-yang-baru

Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke