FIR, DCA, dan perjanjian ekstradisi diteken dalam satu paket perjanjian dengan Singapura pada 25 Januari 2022 oleh Presiden Jokowi.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, setiap perjanjian sifatnya mandiri saat disahkan menjadi undang-undang.
"FIR kan lain lagi. Itu dari Kementerian Perhubungan. Kalau satu paket kan satu persetujuan dia (Singapura). Ini kan enggak dilekatkan. Mandiri masing-masing. Pun dengan yang dikerjakan Pak Menhan (DCA). Itu berbeda," ujar Yasonna saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/12/2022).
Yasonna menjelaskan, untuk perjanjian mengenai FIR, masih dalam proses.
FIR saat ini belum disetujui untuk dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.
"FIR belum ya, belum naik. Masih proses. Belum ke UU, belum ke paripurna. Sudah ada kesepakatan dalam perjanjian itu. Nanti tanya Pak Menhub," ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Fraksi PDI-P TB Hasanuddin menegaskan, Komisi I DPR tidak pernah membahas soal perjanjian FIR.
Dia mengatakan, dalam rapat tertutup bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto hanya membahas soal DCA.
"Komisi I belum pernah membahas soal perjanjian FIR. Pada tanggal 28 November 2022 Komisi I baru membahas dan kemudian meratifikasi DCA antara Singapura dan Indonesia," jelas TB Hasanuddin.
"Kita bahas dan kita ratifikasi sesuai bidangnya masing-masing saja. DCA oleh Komisi I dan Ekstradisi (Buronan) oleh Komisi III. Untuk FIR tidak diratifikasi tapi Perpresnya akan dilaporkan ke Komisi V oleh pemerintah," imbuhnya.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR Dave Laksono membenarkan bahwa pihaknya telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah RI dan Republik Singapura tentang Kerja Sama Pertahanan dalam rapat tertutup dengan Menhan Prabowo Subianto.
Kendati FIR mendapatkan kritik, Dave memastikan, jika Singapura ingin melakukan latihan militer, maka itu harus sudah berdasarkan sepengetahuan Indonesia.
Jika ingin mengajak pihak ketiga, kata Dave, maka Singapura juga harus meminta izin kepada Indonesia.
"Kekhawatiran akan ancaman itu tentu akan selalu ada. Itu selalu alert akan potensi permasalahan. Adanya kerja sama ini lebih intens untuk saling berkomunikasi," jelas Dave.
"Juga akan meningkatkan semangat, kepercayaan internasional terhadap Indonesia dan ini saling berkaitan dengan perjanjian-perjanjian lain, akan ada juga dampak positif terhadap investasi," sambungnya.
Kritik soal FIR
Perjanjian yang diteken oleh Pemerintah Indonesia dan Singapura tersebut, khususnya tentang penataan FIR, sempat menuai kritik dari sejumlah pihak.
Perjanjian soal FIR dikritik lantaran hal tersebut tidak serta merta membuat Indonesia menguasai ruang udara di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang disebut telah diambil alih lewat perjanjian itu.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan, Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura memberikan penyediaan jasa penerbangan (PJP) di sebagian area FIR Indonesia yang berbatasan dengan FIR Singapura.
"Indonesia akan memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Di area tertentu tersebut, ketinggian 37.000 kaki ke atas tetap dikontrol Indonesia," katanya, Selasa (25/1/2022).
"Hal ini agar pengawas lalu lintas udara kedua negara, dapat mencegah fragmentasi dan mengoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu tersebut," lanjut Budi.
Dengan adanya poin di atas, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, kendali atas FIR di Natuna dan Kepulauan Riau belum ada di tangan Indonesia.
Hikmahanto melanjutkan, berdasarkan laporan media Singapura, pendelegasian diberikan oleh Indonesia untuk jangka waktu 25 tahun dan ada potensi bisa diperpanjang sesuai kesepakatan kedua negara.
"Ini berarti Pemerintah Indonesia tidak melakukan persiapan serius untuk benar-benar mengambil alih FIR di atas Kepulauan Riau. Apakah 25 tahun tidak terlalu lama? Lalu tidakkah perpanjangan waktu berarti tidak memberi kepastian," ujar dia.
Hikmahanto mengakui bahwa konsep FIR bertujuan untuk keselamatan penerbangan. Namun, pada kenyataannya, Bandara Changi dapat mencetak keuntungan besar bila FIR di atas Kepulauan Riau masih dikendalikan Singapura.
"FIR atas ruang udara suatu negara yang tunduk pada kedaulatan negara bisa saja dikelola oleh negara lain," kata dia.
"Hanya saja, bila dikelola oleh negara lain menunjukkan ketidakmampuan negara tesebut dalam pengelolaan FIR yang tunduk pada kedaulatannya," lanjut Hikmahanto.
Senada dengan Hikmahanto, anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan mengamini bahwa Indonesia masih tergantung pada Singapura dengan adanya poin kesepakatan tersebut.
"Secara teknis, kita tetap tidak bisa meninggalkan atau mengambil alih begitu saja. Tetapi, yang penting secara legal sudah ada di Indonesia," kata Farhan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/1/2022).
"Secara kedaulatan sudah terpenuhi, walaupun secara teknis, kita masih tergantung pada Singapura," tambah dia.
Sementara itu, perjanjian DCA mendapat sorotan lantaran membuka peluang bagi Singapura untuk melakukan latihan militer di atas langit Indonesia atas seizin Indonesia.
"Boleh (Singapura latihan militer di langit Indonesia), tapi dengan seizin kita," kata Prabowo selepas Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Kamis (27/1/2022).
Prabowo mengeklaim, di dalam rapat, ia menyampaikan kepada anggota Dewan bahwa menurutnya, perjanjian kerja sama pertahanan sudah cukup memiliki pengaman untuk menjaga kepentingan nasional.
Soal diperbolehkannya Singapura menggunakan langit Indonesia untuk latihan militer, Prabowo menilai tidak ada ancaman soal kedaulatan.
"Sama sekali tidak (membahayakan kedaulatan). Kita sudah latihan dengan banyak negara kok di wilayah kita. Sering kita latihan dengan banyak negara dan, secara tradisional mereka juga butuh latihan di situ," kata Prabowo.
"Kita butuh persahabatan dengan Singapura, dan kita menganggap Singapura negara sahabat kita. Kita punya banyak kepentingan bersama," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/05/17291171/perjanjian-ekstradisi-singapura-ri-bakal-disahkan-jadi-uu-kapan-fir-ini-kata