Pasalnya, ia tak sepakat jika pemberian uang transportasi yang dilakukan oleh calon anggota legislatif (caleg) pada tim-tim sukses dinilai sebagai praktik politik uang.
"Saya juga harus menyampaikan ilustrasi, kami mengundang tim tim sukses kami, tim sukses. Pasti harus dibayar uang transport, pakai list, lalu ini dikatakan money politics," kata Guspardi dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR, Selasa (15/11/2022).
RDP Komisi II DPR kali ini dengan Bawaslu adalah untuk membahas peraturan Bawaslu tentang pelanggaran pidana pemilu.
"Jadi, inti yang ingin saya sampaikan adalah perlu dibedakan mana yang money politics, mana yang merupakan tugas dan tanggung jawab dari peserta pemilu. Memang kami bukan peserta pemilu, peserta pemilu adalah partai politik, tetapi yang menjalankan itu adalah para caleg di bawah," lanjutnya.
Kendati begitu, Guspardi mengaku sependapat bahwa praktik politik uang pada detik-detik pelaksanaan pemilu harus ditindak tegas.
"Serangan fajar, saya setuju harus ditindak. Itu itu yang perlu ketegasan karena hampir setiap saat kegiatan-kegiatan semacam itu menimbulkan dinamika yang kurang elok," jelasnya.
Oleh karena itu, Guspardi mengingatkan agar hal-hal tersebut diperhatikan dan dituangkan dengan jelas oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam peraturan.
Pasalnya, ia menegaskan bahwa tugas Bawaslu adalah menciptakan netralitas penyelenggaraan Pemilu. Maka, perlu sosialisasi lebih lanjut soal aturan-aturan Bawaslu.
"Oleh karena itu, sosialiasi tentang hal ini, harus sampai ke titik bawah," tutur Guspardi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/15/17064611/tak-sepakat-uang-transport-timses-masuk-politik-uang-anggota-dpr-perlu