Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Arif Rachman, Junaedi Saibih dalam sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (29/10/2022).
Junaedi berpendapat, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebutkan bahwa Arif terlibat merintangi penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto tidak dapat diterima lantaran tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima," kata Junaedi saat membacakan eksepsi dalam sidang, Jumat.
Junaedi berpendapat, Arif Rachman merupakan pejabat pelaksana yang menjalankan tugas dari atasannya kala itu, Ferdy Sambo yang menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Keamanan (Kadiv Propam) Polri.
Menurut Junaedi, tindakan yang dilakukan kliennya juga sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) administrasi dalam menjalankan perintah atasan yang sah.
Akan tetapi, katanya, apabila tindakan tersebut diduga mengandung unsur penyalahgunaan wewenang atau onrechtmatige overheidsdaad atau perbuatan yang bersifat melawan hukum oleh penguasa maka tindakan tersebut harus diuji terlebih dahulu melalui pemeriksaan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Junaedi menilai, sanksi atas hasil pengujian tindakan tersebut hanyalah dapat berupa sanksi administrasi bukan pidana.
“Bahwa telah terang dan jelas terdakwa Arif Rachman selaku pejabat pemerintah pelaksana dalam melaksanakan segenap tindakan sebagaimana didakwakan jaksa dilakukan sebagaimana perintah Ferdy Sambo,” kata Junaedi.
“Sehingga, kami mohon majelis hakim menyatakan surat dakwaan aquo tidak dapat diterima,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, kuasa hukum juga meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Arif Rachman untuk menerima dan mengabulkan nota keberatan tersebut.
Kemudian, mereka juga meminta majelis hakim melepaskan terdakwa Arif Rachman dari tahanan.
“Membebaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari segala dakwaan penuntut umum dan memulihkan terdakwa Arif Rachman Arifin dalam harkat dan martabatnya,” kata Junaedi.
Dalam dakwaan, Arif Rachman disebut dengan sengaja mematahkan laptop yang digunakan untuk menyimpan file rekaman kamera CCTV di tempat kejadian perkara.
Padahal, CCTV tersebut memperlihatkan rekaman sebelum Brigadir J tewas ditembak oleh Richard Eliezer atau Bharada E atas perintah mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Menurut dakwaan, peristiwa bermula saat terdakwa Arif Rachman melihat rekaman kamera CCTV dan mengetahui bahwa Brigadir J masih hidup saat Ferdy Sambo tiba di rumah dinas.
Padahal, sebelumnya dikatakan ada peristiwa tembak-menembak antara Richard Eliezer dan Brigadir J yang menewaskan Brigadir J.
Kemudian, Ferdy Sambo tiba di rumah dinas saat Brigadir J sudah tewas.
Saat mendengarkan pernyataan itu, Ferdy Sambo murka dan memerintahkan supaya Arif Rahmad menghapus seluruh rekaman kamera CCTV itu.
Atas perbuatannya, Arif Rachman didakwa dengan Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair Pasal 48 Jo Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, dakwaan kedua primair Pasal 233 KUHP, subsidair Pasal 221 Ayat (1) Ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/28/11024141/nilai-dakwaan-tak-cermat-kuasa-hukum-minta-arif-rachman-dibebaskan