Hal ini Yasonna kemukakan saat menerima kunjungan Utusan khusus Bidang Ruang Siber dan Direktur Departemen Keamanan Siber, Kementerian Luar Negeri Republik Ceko, Richard Kadlák.
“Ceko bisa menjadi negara dari Uni Eropa kedua yang menjalin kerja sama hukum dengan Indonesia setelah Swiss,” kata Yasonna dalam pertemuan di kantor Menkumham, Jakarta Selatan, Selasa (25/10/2022).
Selain kerja sama perjanjian ekstradisi, Yasonna menyebut pemerintah Indonesia siap menjalin kerjasama Mutual Legal Assistance (MLA).
MLA merupakan kerjasama internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Kerjasama ini khususnya diterapkan pada kejahatan lintas negara.
Menurut Yasonna, pemerintah harus responsif dalam menyikapi kemajuan teknologi yang telah menggeser perubahan perilaku masyarakat.
Hal ini terlihat salah satunya dari bangkrutnya beberapa supermarket karena masyarakat lebih memilih berbelanja di situs jual beli online.
“Beberapa tahun terakhir, e-commerce menjamur di Indonesia,” kata Yasonna.
Sementara itu, Richard mengatakan, persoalan ruang siber menjadi topik yang harus segera dibahas. Hal ini karena kejahatan di ruang siber semakin banyak terjadi.
Menurutnya, persoalan keamanan siber harus menjadi tanggung jawab bersama. Sebab, negara manapun pernah menjadi sasaran hacker.
“Saya cukup yakin semua negara pernah diserang para hacker yang bisa berasal dari negara manapun,” kata Richard.
Hingga saat ini pemerintah belum meratifikasi Konvensi Budapest tentang Kejahatan Siber tahun 2001.
Pemerintah lebih memilih menerapkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kementerian Hukum dan HAM mengklaim pemerintah akan terus melakukan penyesuaian aturan dengan perkembangan teknologi.
Hal ini termasuk kejahatan siber yang diatur dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/26/18551981/yasonna-sebut-pemerintah-siap-kerja-sama-perjanjian-ekstradisi-dengan