Hal tersebut karena Kemenkes tidak memiliki data pokok terkait sebaran penyakit atau epidemiologi yang berakhir pada kelalaian dalam pencegahan atau mitigasi kasus gangguan ginjal.
“Jadi Kementerian Kesehatan sesungguhnya hingga bulan Agustus kemarin masih belum mengerti tentang masalah yang ada, masih belum punya data dan baru kemudian sadar bahwa ini ada kejadian yang darurat ketika kemudian Ikatan Dokter Anak Indonesia itu menyuplai data yang ada,” kata Robert dalam acara Konferensi Pers daring, Selasa (25/10/2022).
Ia mengatakan, Kemenkes baru melacak kapan terjadinya kasus gangguan ginjal akut setelah IDAI menyuplai data kasus gangguan ginjal akut.
Namun, karena keterlambatan pelacakan, angka kasus yang telah dirilis oleh pemerintah belum dapat dinyatakan akurat.
Selanjutnya, ia menilai Kemenkes tidak dapat memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
“Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi juga tidak terpenuhi karena memang Kementerian Kesehatan sendiri juga tidak punya data yang valid, sehingga sosialisasi itu kemudian tidak bisa dijalankan secara optimal,” ujar Robert.
Robert melanjutkan, tidak adanya standardisasi pencegahan dan penanganan kasus gangguan ginjal juga menjadi penyebab adanya potensi malaadministrasi.
“Standardisasi pencegahan dan penanganan kasus itu kemudian tidak memenuhi standar pelayanan publik sebagaimana yang ada dan ditetapkan, termasuk dalam pemeriksaan laboratorium,” katanya.
“Kementrian Kesehatan sedang melakukan pengumpulan data oleh tim investigasi yang belum juga menuju pada kesimpulan yang valid,” ujar Robert lagi.
Diketahui, belum ada penyebab pasti dari penyebab gangguan ginjal akut pada ratusan anak di Indonesia.
Namun, dugaan mengarah pada konsumsi obat sirup yang tercemar dengan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), sebagaimana terjadi di Gambia dan Nigeria.
Terbaru, Kemenkes menyebut 156 obat sirup dinyatakan aman digunakan karena tidak tercemar zat pelarut tambahan.
Sementara itu, hingga 24 Oktober 2022, jumlah kasus gangguan ginjal akut mencapai 255 kasus.
Dari 255 kasus, pasien yang meninggal sebanyak 143 orang.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/25/13254491/ombudsman-sebut-kemenkes-berpotensi-malaadministrasi-terkait-kasus-gangguan