Salin Artikel

Dilema KPK Menghadapi Tingkah Lukas Enembe, antara Sabar atau Jemput Paksa

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses penanganan perkara dugaan korupsi terhadap tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe sampai saat ini tersendat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Enembe sebagai tersangka dugaan rasuah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta gratifikasi.

Penyidik KPK juga sudah 2 kali menjadwalkan pemeriksaan kepada Enembe sebagai tersangka di Jakarta pada 12 dan 26 September 2022. Akan tetapi, Enembe tidak memenuhi kedua panggilan itu.

Alasan yang digunakan oleh Enembe melalui kuasa hukumnya adalah saat ini dia dalam kondisi sakit dan meminta untuk berobat ke Singapura. Namun, KPK tidak mengabulkan permintaan itu.

Di sisi lain, Enembe juga mempunyai massa pendukung di Papua. Bahkan para pendukungnya sempat menggelar unjuk rasa menolak penetapan Enembe menjadi tersangka KPK.

Selain itu, menurut laporan sejumlah massa pendukung silih berganti berjaga di rumah pribadi Enembe di Kota Jayapura, Papua.

Enembe pun seolah berupaya berlindung di balik para pendukungnya demi menghindari proses hukum di KPK.

Menurut Ali, KPK sudah pernah berurusan dengan para tersangka yang menggunakan alasan sakit buat menghindari pemeriksaan.

“KPK pun tidak segan untuk mengenakan pasal Pasal 221 KUHP ataupun Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 kepada para pihak yang diduga menghalang-halangi suatu proses hukum,” kata Ali dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Senin (26/9/2022).

Menurut dia, kuasa hukum Lukas semestinya membantu proses penyidikan dugaan gratifikasi ini sehingga menjadi efektif dan efisien.

“Bisa masuk dalam kriteria menghambat atau merintangi proses penyidikan yang KPK tengah lakukan,” tutur Ali.

Dilema opsi jemput paksa

Sebagai lembaga penegak hukum, KPK diberi wewenang melalui Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menghadirkan paksa tersangka jika 2 kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.

Sudah beberapa kali penyidik KPK menghadirkan paksa tersangka yang mangkir dari pemeriksaan.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, tidak sulit bagi KPK untuk menjemput paksa Enembe dengan menggunakan aparat keamanan yang dibekali senjata lengkap.

Akan tetapi, menurut Alex saat ini KPK memutuskan berpikir lebih panjang untuk mengambil pilihan itu.

Sebab menurut Alex, ada potensi akan terjadi pergolakan di masyarakat Papua jika KPK "mengambil" Enembe dari Papua kemudian diperiksa di Jakarta.

Beberapa waktu lalu dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Alex juga sempat menyatakan KPK tidak ingin gegabah dalam menangani perkara dugaan korupsi yang menjerat Enembe.

KPK, kata Alex, juga berharap sebisa mungkin menghindari konflik sosial dan korban jiwa dengan tidak mengutamakan opsi menjemput paksa Enembe.

Maka dari itu, kata Alex, KPK memilih menggunakan cara persuasif supaya Enembe mau memenuhi panggilan pemeriksaan.

Dia mengatakan upaya persuasif itu telah disampaikan KPK melalui kuasa hukum Lukas maupun kapolda dan panglima daerah militer di Papua.

Disarankan berobat di dalam negeri

Terkait dengan permintaan Enembe untuk berobat ke Singapura, KPK sampai saat ini belum mengabulkan.

Sebab menurut KPK, Enembe juga bisa berobat di dalam negeri tanpa harus repot-repot ke luar negeri.

"Apakah harus di Singapura yang bersangkutan diperiksa? Kami sudah beberapa kali saya sampaikan, kita periksa dulu, kita lihat dulu kondisinya yang sebenarnya itu seperti apa. Jantung, diabet, atau apa penyakit degeneratif yang lain," kata Alex.

"Saya sampaikan, Indonesia juga enggak kurang dokter yang ahli di bidang itu. Di (Rumah Sakit) Cipto Mangunkusumo itu kan berkumpulnya dokter-dokter yang hebat termasuk di RSPAD," ujar Alex.

Alex mengakui, berdasarkan surat keterangan dokter pribadi dan rumah sakit yang ada di Singapura, Lukas memang harus rutin memeriksakan kesehatannya. Menurut Alex, hal itu turut menjadi pertimbangan KPK dalam memanggil Lukas untuk diperiksa sebagai tersangka.

"Tapi, kembali lagi, kami sampaikan juga, kalau beliau itu dari Jayapura untuk diperiksa di Singapura artinya akan melakukan perjalanan penerbangan yang cukup jauh, lebih jauh daripada ketika yang bersangkutan dari Jayapura ke Jakarta," kata dia.

Di sisi lain, Alex juga mengakui bahwa pengobatan di Jayapura mungkin tidak sebaik di Singapura atau Jakarta, sehingga KPK mempersilakan Lukas untuk datang ke Jakarta.

Ia pun memastikan, jika Lukas benar sakit, maka KPK akan memfasilitasi pengobatan Lukas di Jakarta hingga dinyatakan siap menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

"Kalau memang sakit betul nanti dibawa ke RSPAD, ke dokter paling hebatlah di sini dan kita bantarkan kalau memang yang bersangkutan itu harus dirawat di rumah sakit," ujar Alex.

(Penulis : Syakirun Ni'am, Ardito Ramadhan | Editor : Dani Prabowo, Sabrina Asril, Bagus Santosa)

https://nasional.kompas.com/read/2022/10/05/05000071/dilema-kpk-menghadapi-tingkah-lukas-enembe-antara-sabar-atau-jemput-paksa

Terkini Lainnya

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke