JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai bahwa KPU tidak menyatakan secara tegas status Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dalam tahapan pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024.
"KPU tidak bisa berpura-pura bahwa itu menajadi instrumen pembantu (tapi sesungguhnya) Sipol jadi instrumen utama," ujar Kaka kepada wartawan pada Kamis (1/9/2022).
Keberadaan Sipol sendiri telah disorot berbagai pihak bahkan sejak sebelum masa pendaftaran dibuka pada 1 Agustus 2022.
Ketika tahun 2019 lalu, KPU panen gugatan ke Bawaslu karena kewajiban pennggunaan Sipol yang dianggap melanggar UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam praktiknya, Sipol memang jadi alat prioritas dalam tahapan pendaftaran.
Hal itu tampak dari sosialisasi serta akses Sipol yang telah dibuka KPU lebih dari sebulan sebelum partai politik mendaftar, dan KPU baru membuka penerimaan berkas secara fisik pada 3 hari terakhir pendaftaran.
Banyak partai politik, utamanya sebagian dari 24 partai politik yang dinyatakan lolos pendaftaran, memuji Sipol sebagai bagian dari modernisasi sistem partai politik dan kepemiluan.
Namun, kini ada 9 laporan partai politik yang ditindaklanjuti Bawaslu RI ke sidang pemeriksaan, di mana sebagian besar partai mengeluhkan kegagalan mereka mendaftar berkaitan dengan Sipol KPU.
"Pendaftaran partai politik ini di Peraturan KPU yang ada tidak secara utuh menjelaskan bagaimana soal posisi Sipol." ungkap Kaka.
"Saat sekarang dilakukan terjadi pelaporan tentang dugaan pelanggaran administrasi, saya pikir sudah jelas KPU melakukan pelanggaran administrasi ketika tidak ada kejelasan posisi Sipol," imbuhnya.
Kaka menyampaikan, keadaan ini sangat disayangkan. Ia menilai bahwa KPU kurang terbuka dan ada prinsip transparansi proses yang tak dipenuhi.
"Ini yang menjadi problem. Saya pikir ini adalah transparansi proses yang terhambat, dan itu adalah bagian dari hal yang prinsipal dari sebuah pemilu," pungkasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/01/23200341/kpu-banyak-digugat-ke-bawaslu-pengamat-nilai-karena-kurang-transparan-soal