Basri ditangkap bersama Rektor Unila Karomani, ajudannya Rektor, Adi Triwibowo, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung Budi Sutomo dalam kegiatan tangkap tangan di Bandung, Jumat (19/8/2022) malam.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, Basri diduga berperan menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua untuk membayar sejumlah yang agar mahasiswa yang didaftarkan dapat dinyatakan lulus di Unila.
"MB (Muhammad Basri) selaku Ketua Senat turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orangtua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus," kata Ali kepada Kompas.com, Minggu (21/8/2022).
"(Orangtua) dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas," ucap dia.
Dalam penangkapan terhadap Basri dan pejabat kampus Unila, KPK mengamankan uang total senilai Rp 1,8 miliar dari ATM dan buku tabungan.
Ali mengatakan, jumlah penerimaan Basri dan anak buah Rektor Unila lainnya masih bakal diperdalam pada proses penyidikan.
"(penerimaan Ketua Senat) nanti akan digali pada proses penyidikan," kata Ali.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menjelaskan, penangkapan terhadap pejabat Kampus Unila dilakukan setelah Komisi Antirasuah menerima informasi adanya dugaan penerimaan suap terkait pendaftaran mahasiswa baru.
Menurut Asep, tim dari Kedeputian Bidang Penindakan kemudian melakukan pengejaran untuk melakukan penangkapan secara slimultan ke beberapa lokasi, dari Lampung, Bandung hingga Bali.
Di Bandung, KPK menangkap Karomani, Adi Triwibowo, Budi Sutomo, dan Muhammad Basri.
Secara bersamaan, Lembaga antikorupsi itu juga bergerak mengamankan uang tunai senilai Rp 414,5 juta, slip setoran deposito di salah satu bank senilai Rp 800 juta, dan kunci safe deposit box yang diduga berisi emas senilai Rp 1,4 miliar di wilayah di Lampung.
Dalam kegiatan di Lampung itu, KPK menangkap Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung Helmy Fitriawan, Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi, dan dosen Mualimin.
Sementara itu, tim KPK juga melakukan penangkapan terhadap pihak swasta bernama Andi Desfiandi di Bali.
"Pihak-pihak dan barang bukti selanjutnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," ujar Asep dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (21/8/2022).
KPK menyebutkan, Karomani sebagai rektor memiliki wewenang untuk menentukan kelulusan calon mahasiswa baru yang masuk melalui Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila) tahun 2022.
Dengan kewenangannnya, Karomani kemudian memerintahkan bawahannya untuk menyeleksi
Bawahannya yang merupakan pejabat di lingkungan Unila lantas mengumpulkan orangtua mahasiswa untuk meminta uang agar calon mahasiswa tersebut dinyatakan lulus Simanila.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, Karomani diduga mematok tarif mulai dari Rp 100 juta hingga 350 juta.
“Nominal uang yang disepakati antara pihak KRM diduga jumlahnya bervariasi, dengan kisaran minimal Rp 100 juta sampai Rp 350 juta untuk setiap orangtua peserta seleksi yang ingin diluluskan,” kata Ghufron.
Berdasarkan perhitungan KPK, jumlah keseluruhan suap yang diterima Karomani diperkirakan telah mencapai Rp 5 miliar lebih.
Sebagian uang tersebut sudah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani. Sebagian uang lainnya telah dialihkan dalam bentuk emas batangan dan lainnya.
"Atas perintah Karomani, uang tersebut telah dialihkan bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 Miliar,” kata Ghufron.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri sebagai tersangka penerima suap. KPK juga menetapkan satu pihak dari keluarga mahasiswa bernama Andi Desfiandi sebagai tersangka pemberi suap.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/21/23384411/kpk-sita-rp-18-m-dari-rekening-ketua-senat-unila