JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tengah disorot.
Baru-baru ini, pernyataan Ketua Harian Kompolnas Irjen (Purn) Benny Mamoto soal kasus tersebut mencuat di media sosial Twitter.
Di awal terungkapnya kasus ini, Benny mengatakan, tidak ada yang janggal dari kematian Brigadir J.
Saat itu, Benny menyampaikan kronologi kasus kematian Brigadir J sesuai dengan yang disampaikan pihak kepolisian.
Pernyataan Benny itu belakangan banjir kritik seiring dengan berkembangnya kasus Brigadir J yang kini menjadi dugaan pembunuhan berencana.
Kompolnas pun dipertanyakan kinerjanya. Bukan menjadi juru bicara polisi, Kompolnas didesak bekerja sesuai tugas dalam kasus ini.
Lantas, apa sebenarnya tugas Kompolnas?
Tugas, wewenang, dan fungsi
Kedudukan Kompolnas diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Merujuk Pasal 37 Ayat (1) UU tersebut, Kompolnas merupakan lembaga kepolisian nasional yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Disebutkan dalam Pasal 38 Ayat (1) bahwa Kompolnas setidaknya punya dua tugas, yakni:
Kemudian, Ayat (2) pasal yang sama mengatur soal tiga kewenangan Kompolnas, meliputi:
Kedudukan Kompolnas diatur lebih detail melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2011.
Merujuk Pasal 3 perpres tersebut, Kompolnas memiliki dua fungsi, yaitu:
Struktur anggota
Adapun menurut peraturan perundang-undangan, anggota Kompolnas berjumlah 9 orang yang berasal dari 3 unsur.
Ketiganya yakni unsur pemerintah (3 orang), pakar kepolisian (3 orang), dan tokoh masyarakat (3 orang).
Susunan keanggotaan Kompolnas terdiri atas ketua merangkap anggota, wakil ketua merangkap anggota, sekretaris merangkap anggota, dan 6 orang anggota.
Adapun anggota Kompolnas yang kini menjabat dilantik Presiden Joko Widodo pada 19 Agustus 2020. Jabatan ini berlaku hingga 2024.
Berikut susunan keanggotaan Kompolnas periode 2020-2024:
Bukan jubir
Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto, menilai bahwa pernyataan Ketua Harian Kompolnas di awal terungkapnya kasus ini berpotensi menjadi tindakan menyebarkan kebohongan kepada publik.
Sebab, ada ketidaksamaan antara fakta-fakta di lapangan dengan apa yang disampaikan oleh Benny Mamoto.
Bambang mengingatkan bahwa setiap orang yang menyebarkan berita bohong atau hoaks yang termasuk dalam Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) akan dipidana dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun atau denda paling banyak sebesar satu miliar rupiah.
"Namun, persoalan beliau melanggar atau tidak itu tentunya harus didalami oleh penyidik," kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (8/8/2022).
Tak hanya itu, informasi terkait sebuah tindak pidana yang tidak disampaikan sesuai fakta yang berpotensi mengaburkan informasi dan menghalangi penyelidikan juga berpotensi melanggar Pasal 221 KUHP.
Pasal itu mengatur tentang obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum.
Menurut Bambang, alih-alih menjadi juru bicara polisi, peran Kompolnas harusnya memastikan bahwa proses hukum yang dilakukan kepolisian itu sesuai aturan atau tidak.
Sebelum menyampaikan suatu informasi ke publik, wajib bagi Kompolnas untuk memastikan kebenarannya.
"Harus kembali ke tugas dan kewenangan Kompolnas sendiri untuk memberikan masukan kepada kepolisian untuk melaksanakan tugasnya dengan benar, bukan seolah menjadi juru bicara polisi," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/09/06300011/kinerjanya-disorot-dalam-kasus-brigadir-j-apa-tugas-dan-wewenang-kompolnas