Salin Artikel

Ibu yang Viral Suarakan Legalisasi Ganja Medis Tak Kaget MK Tolak Uji Materi UU Narkotika

JAKARTA, KOMPAS.com - Santi Warastuti, ibu yang viral karena menyuarakan legalisasi ganja medis untuk pengobatan anaknya, mengaku tidak kaget dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis.

"Terus terang saya enggak begitu kaget dengan hasil hari ini. Karena kalau lihat respons pemerintah yang kontra pasti seperti itu, jadi sebetulnya enggak terlalu kaget," ujar Santi dalam diskusi virtual, Rabu (20/7/2022).

Santi menyebutkan, dia tetap bersyukur dengan keputusan MK itu. Pasalnya, putusan MK membuat dirinya jadi tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

"Pemerintah sudah mulai mendorong untuk penelitian ganja medis. Sebetulnya kalau penelitian menjadi obat kan nanti waktunya enggak sebentar. Sedangkan kita orangtua dengan anak berkebutuhan khusus kan berpacu dengan waktu," tuturnya.

Santi mendesak pemerintah tetap memberikan solusi lain sembari menunggu hasil riset tersebut.

Pasalnya, anak-anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan ganja medis, perlu diterapi agar kondisi kesehatannya terjaga.

"Jadi bukan hanya riset yang kita harapkan. Tapi juga ada solusi sambil menunggu riset itu dilakukan," harap Santi.

Dalam kesempatan yang sama, pemohon lainnya, Dwi Pertiwi, mendorong pemerintah tetap memperhatikan anak yang memiliki masalah kejang.

Menurutnya, tidak ada obat yang benar-benar bisa membantu kejang anaknya, kecuali ganja.

"Kita sudah menghidupi hidup bersama anak berkebutuhan seperti Musa, Pika, Keynan, bahwa obat-obatan dari medis enggak bantu. Yang aku rasakan ketika Musa menggunakan ganja itu membantu banget," jelas Dwi.

Dwi memohon bantuan pemerintah untuk setidaknya membuat anaknya bisa hidup lebih nyaman, seperti dengan memberikan alat bantu hidup.

Dia lantas menyinggung Australia yang membantu alat bantu hidup hingga 70 persen.

"Jadi misalkan kita beli kursi roda Rp 100 juta, kita cuma bayar Rp 30 juta. Rp 70 juta dibayar pemerintah. Jadi sudah hidup kita sengsara, susah bikin anak nyaman, salah satu obat yang bisa membantu pun dipersulit," paparnya.

Sebelumnya, MK menolak uji materi Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan.

Gugatan itu perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020 itu diajukan Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).

“Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar ketua MK Anwar Usman dalam persidangan, Rabu (20/7/2022).

MK menilai, materi yang diuji adalah kewenangan DPR dan Pemerintah.

Oleh sebab itu Mahkamah tidak berwenang mengadili materi yang dimohonkan.

Menurut MK, permohonan para pemohon merupakan bagian dari kebijakan terbuka DPR dan Pemerintah untuk mengkaji apakah ganja bisa digunakan untuk medis.

Adapun para penggugat meminta MK untuk mengubah Pasal 6 Ayat (1) UU Narkotika untuk memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis.

Mereka juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 8 Ayat (1) yang berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan inkonstitusional.

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/20/15581571/ibu-yang-viral-suarakan-legalisasi-ganja-medis-tak-kaget-mk-tolak-uji-materi

Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke