Salin Artikel

Puncak Kasus BA.4 dan BA.5 Lebih Lambat, Epidemiolog: Karena yang Punya Imunitas Jauh Lebih Banyak

Dia beranggapan, tingkat vaksinasi di Indonesia sudah lebih baik dibanding saat varian Delta.

Saat ini, masyarakat yang mendapat vaksinasi utamanya dosis pertama dan kedua jauh lebih banyak dibanding yang belum menerima vaksinasi.

Hal ini membuat virus Covid-19 yang bermutasi, termasuk BA.4 dan BA.5 membutuhkan waktu lebih lama untuk mencari orang yang belum mendapat vaksinasi Covid-19.

"Karena jumlah penduduk atau masyarakat yang memiliki imunitas jauh lebih banyak saat ini sehingga kecepatan dia dalam menularkan atau menuju kelompok yang paling rawan, yaitu lansia di atas 65 tahun, anak di bawah 5 tahun, komorbid, dan sebagainya, Itu perlu waktu," ucap Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/7/2022).

Adapun hingga Senin (18/7/2022) pukul 18.00 WIB, jumlah masyarakat yang sudah divaksinasi dosis pertama sebanyak 201.975.150 atau 96,98 persen dari total target sasaran vaksinasi.

Sementara itu, jumlah masyarakat yang sudah disuntik vaksin Covid-19 dosis kedua sebanyak 169.585.500 atau 81,43 persen.

Kemudian, masyarakat yang sudah disuntik vaksin dosis ketiga atau penguat (booster) yaitu 53.136.007 atau 25,51 persen.

Akselerasi vaksinasi yang meningkat ini, kata Dicky, juga mempengaruhi sulitnya memprediksi puncak kasus.

"Saya sampaikan dalam memprediksi puncak banyak faktor yang harus dipahami, dicermati, dan diperhitungkan, antara lain kompleksitas dan situasi saat ini membuat perhitungan masa puncak itu menjadi tidak semudah sebelumnya," kata dia.

Selain tingkat vaksinasi, kata Dicky, lambatnya puncak kasus terjadi lantaran rendahnya tingkat pelacakan dan pemeriksaan (tracing dan testing) yang dilakukan pemerintah. Tidak masifnya tingkat pelacakan dan pemeriksaan membuat kasus positif seolah tumbuh perlahan-lahan.

Apalagi, menurut Dicky, masyarakat di Indonesia lebih memilih mengakses pengobatan (treatment) di fasilitas kesehatan (faskes) terdekat ketika sudah sakit parah atau memiliki gejala infeksi parah. Akibatnya, data kasus Covid-19 tidak bisa didapat secara real-time.

"Sebanyak 70 persen masyarakat kalau sakit di rumah saja sehingga orang-orang sakit ini banyak yang (berkeliaran) di (sekitar) masyarakat. Makanya kalau (pemerintah)tidak menguatkan intervensi kunjungan, maka tidak akan bisa deteksi kasus itu," ujar Dicky.

Lebih lanjut Dicky menuturkan, kasus Covid-19 memang tidak bisa hanya mengacu pada data keras.

Pembuat kebijakan harus turun langsung ke lapangan mengecek kondisi kesehatan warganya dengan meningkatkan pelacakan dan pemeriksaan.

"Jadi bicara (puncak kasus) yang lambat ini artinya kita harus melihat (secara) hati-hati. Maka supaya bisa melihat dengan benar makanya kita lihat manajemen data kita ini yang harus diperbaiki. Dan itu masih menjadi PR besar kita karena testing tracing kita yang minim," ujar Dicky.

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/19/11582081/puncak-kasus-ba4-dan-ba5-lebih-lambat-epidemiolog-karena-yang-punya-imunitas

Terkini Lainnya

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke