Salin Artikel

Jejak Kerenggangan Megawati-SBY dan Peluang Koalisi PDI-P dengan Demokrat di 2024

JAKARTA, KOMPAS.com - Kerenggangan hubungan dua elite partai politik tanah air, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), seolah sudah menjadi rahasia umum.

Memang, keduanya tak pernah secara gamblang mengakui perseteruan ini. Namun, lebih dari satu dekade, Megawati dan SBY menampakkan gelagat disharmoni.

Jejak pertengkaran dua mantan presiden RI ini pun dinilai berpotensi menghambat kerja sama PDI Perjuangan dan Demokrat di Pemilu 2024.

Meski, dalam waktu dekat PDI-P disebut akan bersilaturahmi ke seluruh pimpinan partai politik, tak terkecuali Demokrat.

Lantas, mungkinkah partai banteng dan partai bintang mercy itu bersatu di pemilu mendatang?

Pasang surut hubungan

Keretakan hubungan Megawati dan SBY bermula dari Pemilu 2004. Ketika itu, keduanya sama-sama mencalonkan diri sebagai presiden.

Sebelum melenggang ke pilpres, SBY mendapat kepercayaan dari Megawati untuk menjabat Menteri Koordiantor Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam).

Jabatan tersebut SBY emban sejak Kabinet Gotong Royong dibentuk Megawati bersama Hamzah Haz, 10 Agustus 2001.

Kala itu, sejumlah elite PDI-P mempertanyakan keputusan Megawati yang menunjuk SBY sebagai menterinya.

Sebab, SBY dianggap terlibat dalam tragedi Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kuda Tuli) yang memporak-porandakan kantor DPP PDI, atau PDI-P di era Orde Baru.

Keberadaan SBY di kabinet juga dipersoalkan lantaran dia merupakan menantu Sarwo Edhie Wibowo, sosok yang dianggap berseberangan dengan Presiden Soekarno di era Orde Lama.

Namun, Megawati tetap menunjuk SBY jadi pembantunya di kabinet kala itu.

Belum genap 3 tahun menjabat, SBY mundur pada 11 Maret 2004, sekitar sebulan sebelum pemilu presiden digelar.

Selain mempersiapkan diri untuk pencalonan, kala itu berembus pula isu bahwa SBY merasa dizalimi oleh Megawati.

Akhirnya, pada Pilpres 5 April 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) berhadapan dengan Megawati yang mencalonkan diri bersama Hasyim Muzadi.

Secara mengejutkan, pasangan SBY-JK berhasil memenangkan pertarungan dengan meraup 39.838.184 atau 33,57 persen suara, diikuti Megawati-Hasyim Muzadi dengan 31.569.104 atau 26,61 persen suara.

Atas hasil pilpres tersebut, Megawati mau tak mau merelakan kursi jabatannya untuk SBY.

Ketua Umum PDI Perjuangan itu tak menyerah. Ia kembali mencoba peruntungan di Pilpres 2009 dengan menggandeng Prabowo Subianto.

Lagi-lagi, Megawati harus melawan SBY. Kala itu SBY berpasangan dengan Boediono.

Namun, putri Soekarno itu akhirnya terpaksa menelan pil pahit kekalahan lagi. SBY-Boedino mendapat 73.874.562 atau 60,8 persen suara rakyat Indonesia, sedangkan Megawati-Prabowo hanya mengantongi 32.548.105 atau 26,79 suara.

Dari situlah, lahir spekulasi kerenggangan hubungan di antara keduanya. Isu itu diperkuat dengan gerak-gerik politik keduanya selama 2005-2014.

Sepanjang SBY menjabat sebagai presiden, tak sekalipun Megawati datang memenuhi undangan upacara peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia di Istana.

Padahal, undangan untuk para mantan presiden dan wakil presiden pasti dikirim setiap tahunnya.

Biasanya, Megawati diwakilkan oleh suaminya Taufiq Kiemas atau putrinya yang kini menjabat sebagai Ketua DPR RI, Puan Maharani.

Sementara, Presiden kelima RI ini lebih memilih memimpin upacara di kantor DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Namun, situasi berbalik setelah PDI-P berhasil mengantarkan Joko Widodo ke tampuk tertinggi kekuasaan presiden melalui Pilpres 2014. Megawati untuk pertama kalinya kembali ke Istana pada perayaan HUT RI tahun 2015.

Sebaliknya, sejak lengser, SBY tak memenuhi undangan upacara di Istana pada 2015 dan 2016. Ia baru kembali mengikuti upacara peringaatan HUT RI pada 17 Agustus 2017.

Megawati pun hadir dalam momen tersebut. Itulah kali pertama Megawati dan SBY reuni merayakan hari jadi Indonesia di Istana, sejak terakhir di tahun 2003.

Pada momen tersebut, Megawati dan SBY sempat bersalaman dan saling bertegur sapa.

Silaturahmi partai

Belakangan, Megawati menugaskan putrinya yang juga menjabat Ketua DPP PDI-P Puan Maharani untuk bersilaturahmi ke pimpinan seluruh partai politik dalam rangka Pemilu 2024.

Elite PDI-P bilang, Demokrat tak dikecualikan dari rencana silaturahmi itu.

"Ibu (Megawati) tidak mengatakan ini nomor siji (satu), ini nomor dua, tidak begitu. Bisa saja zig-zag ketemu, 'Oh, saya mau sama-sama yang muda, bagaimana kalau ketemu Mas AHY (Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono) bisa," kata Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu PDI-P Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/7/2022).

Rencana ini pun disambut baik oleh elite Demokrat. Sekretaris Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng berkata, partainya tak masalah menjalin kerja sama dengan PDI-P.

"Kalau mau berkomunikasi, kita selalu terbuka. Jadi kalau ada yang bermasalah, masalahnya bukan di Demokrat,” tutur Andi dihubungi Kompas.com, Rabu (13/7/2022).

Menurut Andi, Demokrat selalu membuka diri dengan segala kemungkinan dalam urusan koalisi.

“Kami selalu terbuka, kalau tidak mau berkoalisi ya tidak apa-apa. Tidak phateken (tidak rugi) kata orang Jawa Timur,” akunya.

Kendati demikian, belum lama ini, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto pernah mengatakan bahwa kemungkinan besar partainya tidak akan bekerja sama dengan Demokrat di Pemilu 2024.

Hasto beralasan, ada dinamika politik di tubuh partai besutan SBY itu sehingga partainya sulit bekerja sama.

“Kalau saya pribadi sebagai sekjen memang tidak mudah untuk bekerja sama dengan Partai Demokrat karena dalam berbagai dinamika politik menunjukkan hal itu," kata Hasto di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/6/2022).

Saling memaafkan

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam, kerja sama antara PDI-P dan Demokrat hanya butuh iktikad baik dari elite kedua partai.

Dia berpandangan, Megawati dan SBY yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Demokrat harus mau mengikis keengganan berkomunikasi akibat dinamika politik masa lalu.

"Sudah waktunya untuk harus saling memaafkan dan saling menguatkan satu sama lain," kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (13/7/2022).

Menurut Umam, peluang koalisi PDI-P dan Demokrat juga bergantung pada kemampuan putra dan putri mahkota partai, Puan Maharani dan AHY, untuk menyudahi tradisi politik dendam.

Keduanya disebut punya pekerjaan besar untuk menjadi agen perubahan di lingkaran masing-masing, guna menghentikan polarisasi dan perpecahan.

"Pemimpin besar politik harus menjadi teladan yang baik bagi generasi muda, dengan mengutamakan politik sinergi dan kolaborasi, bukan praktik politik yang menyemai dendam dan permusuhan," ujar Umam.

Lebih lanjut, Umam berpandangan, PDI-P berpeluang menjalin kerja sama dengan Demokrat karena ideologi kedua partai yang senada.

Menurut dia, tak ada hambatan ideologi di antara partai banteng dan partai bintang mercy itu untuk bersatu.

"PDI-P dan Demokrat sama-sama nasionalis dan juga dekat dengan elemen Islam moderat," kata dosen Universitas Paramadina itu.

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/15/06300051/jejak-kerenggangan-megawati-sby-dan-peluang-koalisi-pdi-p-dengan-demokrat-di

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke