Hal ini tak terlepas dari fakta bahwa Indonesia jauh tertinggal dibandingkan banyak negara dalam hal kajian pemakaian ganja untuk keperluan medis.
Sebagai informasi, WHO telah merekomendasikan penghapusan ganja dari daftar obat-obatan berbahaya sejak 2020.
Sementara itu, baru-baru ini Thailand bahkan sudah legalkan ganja untuk keperluan medis dan kuliner.
"Maka diketahui sebenarnya tindak lanjut legislasi ganja medis bisa dilakukan secara cepat dan tepat, menurut hemat saya. Legislasi tersebut dapat dilakukan melalui peraturan menteri kesehatan," kata Wayan dalam Rapat Dengar Pendapat umum Komisi III DPR RI terkait legalisasi ganja medis di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/6/2022).
"Sekali lagi saya menekankan ini, jangan mengira ini rumit. Ini soal kemauan politik saja. Jadi, peraturan menteri kesehatan yang mengubah ganja dari narkotika golongan 1 menjadi golongan 2 yang memiliki manfaat medis," jelasnya.
Sejauh ini, akses pemakaian ganja untuk keperluan medis masih terhambat karena dalam Undang-undang tentang Narkotika, ganja masuk dalam golongan 1.
Beleid tersebut sejak November 2020 diuji materiil di Mahkamah Konstitusi, namun hingga sekarang MK belum menerbitkan putusan apa pun atas perkara itu.
Lamanya penyelesaian perkara itu bahkan memakan korban.
"Dalam proses perjalanan, dalam persidangan ke-6 atau ke-7 itu, kami dapat kabar yang sangat menyedihkan bahwa salah satu anak pemohon, yaitu Musa, meninggal dunia dalam rangka MK belum memutus perkara kami," kata Singgih Tomi Gumilang, salah satu kuasa hukum para pemohon uji materiil UU Narkotika, dalam rapat tersebut.
Pemerintah dan DPR sendiri sudah dalam proses revisi UU Narkotika sejak 2021, namun saat ini progresnya masih berjalan di parlemen.
Wayan menilai, penerbitan peraturan menteri kesehatan soal legalisasi ganja medis bakal menjadi solusi jangka pendek untuk kasus-kasus seperti Musa.
Sementara itu, pengaturan yang lebih komprehensif terkait penggunaan ganja untuk keperluan medis dinilai dapat diatur kemudian lewat produk hukum yang lain.
"Sehingga tidak perlu ada korban-korban yang tidak perlu sudah banyak korban, yang karena kita terlambat. Jangan terlambat lagi untuk (mencegah) korban-korban berikutnya yang tidak perlu," ujar Wayan.
Sayangnya, para ahli pemerintah dan presiden yang sejauh ini sudah dihadirkan dalam rangkaian persidangan uji materiil UU Narkotika di MK, lebih banyak memberi pandangan kontra atas wacana legalisasi ganja medis.
Santi Warastuti, seorang ibu yang viral karena menyuarakan legalisasi ganja medis, juga diundang dalam Rapat Dengar Pendapat umum itu.
Sebagai informasi, Santi juga tercatat sebagai pemohon dalam gugatan terhadap Undang-undang tentang Narkotika di Mahkamah Konstitusi. Putri Santi, Pika, menderita cerebral palsy.
Ditemui setelah rapat, Santi mengaku optimistis bahwa pemerintah dan DPR akan segera menerbitkan aturan terkait penggunaan ganja untuk keperluan medis.
"Insya Allah, bismillah, saya optimistis untuk pelaksanaan ganja medis di Indonesia, tapi memang harus sabar, harus menunggu kebijakan dari pemangku kebijakan," kata Santi kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Menurutnya, keadaan yang ia alami cukup mendesak. Seandainya diperbolehkan mengikuti suara hati, Santi ingin agar begitu pulang dari gedung parlemen, ganja untuk medis sudah diizinkan pemakaiannya sehingga dapat segera dikonsumsi oleh putrinya.
"Kalau seberapa urgen, ya saya urgen sekali," ujar Santi.
"Pengin secepatnya pulang ini langsung dapat tapi banyak step yang harus dilalui. Jadi kita lihat dulu dan kita nikmati prosesnya," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/30/17265731/dianggap-mendesak-anggota-komisi-iii-dpr-usul-legalitas-ganja-medis-segera