Salin Artikel

Hanya Butuh 2,5 Bulan, DPR Sahkan 3 Provinsi Baru di Papua

Tiga provinsi itu yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, sebagai pemekaran dari provinsi Papua “induk”.

"Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah rancangan undang-undang tentang pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang pembentukan Provinsi Papua Pegunungan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad kepada peserta rapat.

Salah satu anggota DPR RI kemudian mengajukan interupsi, namun tidak dikabulkan oleh Dasco.

"Interupsi nanti ya. Kita lagi pengambilan keputusan," ujarnya.

"Kami menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota apakah rancangan undang-undang tentang pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, dapat disetujui menjadi undang-undang?" tanya Dasco lagi

"Setuju," jawab para anggota Dewan.


Jika dihitung mundur, pembahasan soal pembentukan tiga provinsi baru di Papua ini dilakukan cukup cepat.

Hanya butuh waktu 2,5 bulan bagi DPR RI untuk membuat tiga provinsi baru di Papua, terhitung sejak tiga rancangan undang-undang (RUU) tentang provinsi baru ini disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam forum Badan Legislatif (Baleg) pada 12 April 2022.

Sarat penolakan

Ide pemekaran Papua memperoleh gelombang penolakan yang cukup masif di Bumi Cenderawasih. Berulang kali aksi unjuk rasa digelar, baik oleh mahasiswa maupun warga lokal, guna menolak DOB yang dianggap akan jadi pintu masuk bagi eksploitasi yang lebih besar di Papua.

Secara formil, proses pemekaran Papua pun dianggap tidak partisipatif karena dilakukan sepihak oleh Jakarta.


Hal ini berkaitan dengan perpanjangan otonomi khusus (Otsus) bagi Papua. Sebagai informasi, Papua dan Papua Barat memperoleh otsus melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus.

Dalam peraturan itu, pemekaran wilayah di Papua hanya dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP), lembaga negara yang atas amanat otonomi khusus menjadi representasi kultural orang asli Papua (OAP).

Dalam perjalanannya, UU Otsus itu sempat direvisi pada 2008. Lalu, pada 2021 lalu, bertepatan dengan usainya Otsus, evaluasi pun dilakukan.

Hasil evaluasi oleh Jakarta, UU Otsus dinilai perlu direvisi lagi oleh DPR RI, menghasilkan sejumlah perubahan baru terkait pelaksanaan otsus di Papua.

Beleid tentang pemekaran wilayah, misalnya, dimodifikasi. Selain atas persetujuan MRP, pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan oleh pemerintah pusat. Evaluasi dan revisi ini disebut tanpa melibatkan orang Papua, dalam hal ini melalui MRP.

MRP pun menggugat UU Otsus ini ke Mahkamah Konstitusi sejak tahun lalu dan proses ajudikasi masih berjalan hingga sekarang.

Kalangan pemerhati Papua dan pegiat hak asasi manusia menilai idealnya pemerintah dan DPR menunda pembahasan pemekaran Papua hingga putusan Mahkamah Konstitusi diketuk.

MRP justru baru dilibatkan pada bulan ini, ketika mereka menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat di Kompleks Parlemen Senayan, 22 Juni 2022.

Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Ginsang mengeklaim MRP setuju atas pemekaran ini. Namun, MRP justru menyatakan sebaliknya.

“Terkait pemekaran di Papua terjadi pro dan kontra saat ini, namun sesuai fakta di lapangan di beberapa wilayah di Papua kita tahu sendiri mayoritas rakyat Papua tegas menolak pemekaran DOB (daerah otonomi baru), dibanding mereka yang dukung,” kata Ketua MRP Timotius Murib, dikutip situs resmi MRP.


“Pemekaran merupakan produk buru-buru akibat perubahan Otsus jilid 2 yang sepihak di lakukan oleh DPR RI, tanpa kajian ilmiah terkait pembentukan DOB. Proses DOB ini harus di pending sampai harus ada putusan Mahkamah Konstitusi,” lanjutnya.

Di sisi lain, pemekaran ini justru dikhawatirkan juga akan memperburuk krisis kemanusiaan akibat konflik bersenjata di sana.

Yang paling kasat mata, pasukan keamanan di Bumi Cenderawasih bakal bertambah secara besar-besaran sebagai konsekuensi langsung dari pembentukan 3 provinsi baru.

Dilihat dari kacamata Jakarta, masuknya aparat keamanan dalam jumlah besar selaras dengan keperluan untuk mengamankan investasi dan bisnis serta meredam aspirasi kemerdekaan Papua.

Provinsi-provinsi baru itu akan memiliki kodam dan polda baru, beserta satuan-satuan di bawahnya yang berdampak pada distribusi pasukan keamanan yang kian masif.

Mengutip data Amnesty International, tanpa pemekaran saja, Kabupaten Intan Jaya yang kerap jadi pusat konflik antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) mengalami lonjakan pos militer dari 2 pada 2019 menjadi 17 pos pada 2021 karena "alasan keamanan".

Padahal, pengerahan pasukan keamanan dalam jumlah besar di Papua sejak 2019 telah menjadi sorotan dan dianggap kontraproduktif dalam upaya mencari jalan damai atas masalah politik dan kemanusiaan di Papua.

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/30/12014671/hanya-butuh-25-bulan-dpr-sahkan-3-provinsi-baru-di-papua

Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke