Saat itu, Dudung baru saja menyelesaikan pendidikannya di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri), yang kini bernama Akademi Militer (Akmil) dengan pangkat letnan dua.
Dudung yang kala itu akan menginjak usia 24 tahun ditugaskan di satuan tempur Batalyon Infanteri (Yonif) 744/Satya Yudha Bhakti yang bermarkas di Dili, Timor Timur, yang kini bernama Timor Leste.
Batalyon itu kini bernama Yonif Raider Khusus 744/Satya Yudha Bhakti. Personelnya terdiri dari pasukan elite pertempuran infanteri yang berada di bawah Kodam IX/Udayana.
Saat Dudung bergabung, batalyon ini diperkuat tujuh kompi dan beberapa peleton dalam satu kompinya. Dudung dipercaya sebagai Komandan Peleton (Danton) 3/B yang bermarkas kompi di Desa Becora, Dili, Timor Timur.
“Di sinilah saya membawa tim khusus yang namanya Ataka dan Casador,” kata Dudung, dikutip dari buku “Loper Koran Jadi Jenderal” karya Imelda Bachtiar.
Tim khusus ini terdiri dari prajurit-pajurit pilihan yang mempunyai segudang pengalaman untuk mencari anggota Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) di Timor Timur.
Saat baru bergabung, Dudung yang baru saja terjun dalam medan penugasan baru langsung melakukan orientasi selama dua bulan. Mulai dari pengenalan lokasi, kegiatan fisik, hingga mental.
Setelah dinyatakan siap, tim tersebut selanjutnya berangkat ke gunung untuk melaksanakan tugas operasi selama tiga bulan.
Saat pertama kali terjun dalam medan operasi inilah, Dudung menjadi Danton pertama sebelum nampak terlihat prestasinya.
“Akan tetapi, komandan waktu itu, Kapten Edison (Akmil 1985), entah menilai fisik saya kuat atau alasan apa, dia memilih saya masuk dalam tim khusus dan bahkan memimpin fim itu,” ujar Dudung.
Tim khusus dalam medan operasi biasanya ditunjuk karena prestasinya. Dudung yang notabene kala itu perwira remaja tentu belum mencatatkan prestasi.
Apalagi, ia sampai ditunjuk memimpin tim khusus yang beranggotakan 12 orang.
“Rupanya memang dipilih dari masih awal penetapan. Belum kelihatan keahliannya. Mungkin saya dikenal dengan fisik yang kuat atau apa saya tidak tahu,” ungkap Dudung.
Belakangan diketahui ternyata anggota tim khusus dipilih dari beberapa personel dari fisik dan pengalaman yang lebih dari yang lain.
“Timsus ini bergerak apabila tim yang biasa mengalami hambatan atau mengalami kontak senjata. Pada proses pengejaran, saya ditunjuk lagi menjadi Timsus Casador,” imbuh dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/11/06382721/kisah-jenderal-dudung-pimpin-tim-khusus-ataka-casador-dalam-operasi-timor