Salin Artikel

AKBP Brotoseno dan Ancaman Tak Berkesudahan

Jika AKBP Brotoseno mengulangi perbuatannya, maka hukuman berat menanti dirinya, yaitu pemberhentian tidak dengan hormat.

Sikap Polri yang ternyata memilih mempertahankan AKBP Brotoseno, dan secara implisit juga diamini oleh Kompolnas, jelas merupakan pertaruhan yang sangat berani -- untuk tidak dikatakan sangat berbahaya.

Alasannya, pertama, terkait dengan residivisme. Dalam konteks ini, penakaran risiko (risk assessment) merupakan hal yang relevan untuk ditinjau.

Pertanyaan pokok yang hendak dijawab oleh penakaran risiko adalah apakah seorang pelaku pidana akan mengulangi perbuatannya.

Penakaran risiko seyogianya dilakukan secara individual, narapidana per narapidana. Dari situ akan diperoleh gambaran tingkat residivisme yang ada pada masing-masing pesakitan.

Narapidana dengan risiko residivisme tinggi dipahami sebagai orang yang berkecenderungan kuat untuk melakukan tindak pidana kembali.

Sebaliknya, publik boleh tenang ketika seorang narapidana tertakar berisiko rendah, karena diprediksi kecil kemungkinan pesakitan tersebut akan bermasalah dengan hukum untuk kesekian kalinya.

Seberapa jauh penakaran risiko sudah dikenakan terhadap para terpidana korupsi, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang memiliki jawabannya.

Akal sehat mengatakan, karena korupsi acap kali disinonimkan dengan kejahatan serius, kejahatan luar biasa, dan sebutan-sebutan angker lainnya, maka sangat penting Kemenkumham menyelenggarakan penakaran risiko terhadap para penggangsir uang negara.

Pengabaian terhadap penakaran risiko sama artinya dengan menyepelekan hak dan kebutuhan masyarakat untuk hidup lebih aman, termasuk dari ancaman para koruptor yang bisa sewaktu-waktu melakukan rasuah kembali.

Sembari menunggu penjelasan Kemenkumham tentang ada tidaknya penakaran risiko bagi para terpidana korupsi, hasil riset sudah cukup menghadirkan kegelisahan.

Fredericks, McComas, dan Weatherby membandingkan antara kejahatan korupsi dan kejahatan yang disertai kekerasan.

Temuan mereka, pelaku kejahatan disertai kekerasan menerima hukuman lebih berat daripada pelaku kejahatan kerah putih.

Namun terkait residivisme, pelaku kejahatan kerah putih justru lebih tinggi daripada pelaku kejahatan disertai kekerasan.

Salah satu rationale yang mempertemukan dua temuan tersebut adalah anggapan bahwa kejahatan kerah putih tidak lebih berbahaya, tidak semengerikan kejahatan disertai kekerasan.

Dengan anggapan semacam itu, masuk akal bahwa hukuman yang ditimpakan kepada kriminal kerah putih memang "sepatutnya" lebih ringan.

Berikutnya, karena perbuatan koruptif mereka diklasifikasi sebagai kejahatan yang tidak lebih berat ketimbang kejahatan disertai kekerasan, maka tidak ada beban bagi penjahat kerah putih untuk melakukan kembali aksi kriminalitas mereka.

Anggapan sedemikian rupa dapat diterapkan pada kasus AKBP Brotoseno. Tidak jadinya yang bersangkutan dikeluarkan dari institusi Polri, bahkan justru ia ditempatkan di posisi penyidik, dapat ditafsirkan sebagai pertanda tingginya kompromi lembaga penegakan hukum tersebut terhadap tindak korupsi.

Suka tak suka, kegemparan tentang AKBP Brotoseno ini tak pelak menjadi tolok ukur masyarakat untuk memotret standar etika, moralitas, dan ketaatan hukum institusi Polri.

Dan dengan standar yang dinilai rendah tersebut, tidak tertutup kemungkinan itu akan dijadikan sebagai acuan oleh khalayak luas saat ingin menetapkan standar etika, moralitas, dan ketaatan hukum mereka sendiri.

Alasan kedua mengapa masalah AKBP Brotoseno terasa begitu merisaukan, terletak pada The Curtain Code atau The Code of Silence.

Dua istilah tersebut menunjuk pada subkultur menyimpang yang ditandai oleh kecenderungan personel untuk menutup-nutupi perbuatan salah yang dilakukan oleh sesama sejawat.

Dalam sebuah survei klasik yang melibatkan ribuan personel polisi sebagai respondennya, tercatat 79 persen personel mengakui bahwa Code of Silence memang ada dan menyebar luas di internal kepolisian.

Kesan yang muncul semakin buruk karena 52 persen personel merasa tidak terganggu oleh subkultur menyimpang tersebut.

Kenyataan seperti itu belum tentu juga eksis di lingkungan Polri. Tapi sementara publik menantikan adanya kajian serupa dilakukan di korps Tribrata, hasil riset Neal Trautman, Direktur The National Institute of Ethics, menyediakan dasar untuk memperkirakan bahwa The Curtain Code juga marak di berbagai institusi kepolisian, termasuk--mungkin--Polri.

Apabila asumsi tersebut benar adanya, maka bisa dibayangkan betapa pun pengulangan aksi kejahatan kerah putih di lingkungan kepolisian sangat mungkin terjadi, namun aksi tersebut niscaya dipendam rapat-rapat sehingga tidak akan pernah menjadi kasus hukum.

Dengan kata lain, reoffending (pengulangan aksi pidana secara faktual) tampaknya tinggi, tapi residivisme (pengulangan perbuatan jahat yang tercatat) pastinya rendah.

Pada akhirnya, dua pertanyaan memilukan hati perlu diberikan garis bawah. Pertama, inikah bukti bahwa otoritas penegakan hukum tidak akan pernah mampu menomorsekiankan kesetiakawanan dan menomorwahidkan kesetiaan pada standar kemuliaan tertinggi?

Kedua, inikah manifestasi betapa beratnya ujian yang Polri hadapi saat harus memolisikan dirinya sendiri?

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/01/08581891/akbp-brotoseno-dan-ancaman-tak-berkesudahan

Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke