JAKARTA, KOMPAS.com - Aplikasi PeduliLindungi dinilai perlu diperbaiki secara berkala oleh pemerintah guna menghindari penyalahgunaan data.
Menurut pengamat keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, risiko keamanan data pribadi bisa terjadi di internet seperti peretasan atau pencurian data. Termasuk data masyarakat yang tersaji dalam suatu aplikasi.
"Kekhawatiran jelas ada, di CISSReC juga kami terus mengingatkan hal tersebut, selain penyalahgunaan yang harus diwaspadai adalah soal keamanan pada sistemnya," kata Pratama saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/4/2022).
Pernyataan Pratama disampaikan buat menanggapi soal laporan Amerika Serikat terkait tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) melalui aplikasi PeduliLindungi.
Dia mengatakan, penyalahgunaan data lebih besar terjadi di media sosial seperti Facebook, Twitter, atau Instagram yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat. Pemerintah AS, kata Pratama, sudah menerapkan undang-undang untuk melakukan kegiatan pengawasan intelijen di bidang digital yakni Foreign Intelligence Surveillance Act (FISA).
Menurut Pratama, beleid itu memaksa raksasa teknologi di AS seperti Google sampai Meta untuk memberikan akses bagi lembaga dan aparat keamanan serta intelihen seperti Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA), Biro Penyelidik Federal (FBI), dan Badan Keamanan Nasional (NSA).
Pada akhir pekan lalu muncul laporan dari Kementerian Luar Negeri AS yang diunggah di laman resminya tentang penegakan HAM di negara-negara yang menerima bantuan dari AS dan anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sepanjang 2021.
Dalam laporan terkait praktik HAM di Indonesia, sejumlah organisasi nonpemerintah (NGO/LSM) merasa khawatir terhadap informasi yang dihimpun oleh aplikasi PeduliLindungi dan bagaimana data itu disimpan dan digunakan pemerintah.
Laporan itu membahas adanya intervensi pemerintah terhadap privasi, keluarga, dan urusan rumah tangga yang dilakukan secara acak dan ilegal.
Meski demikian, laporan itu tidak merinci potensi pelanggaran HAM yang dimaksud, dan tidak menyebut secara lengkap sumber keluhan atau laporan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menjadi salah satu pengguna data PeduliLindungi membantah tuduhan soal pelanggaran HAM.
Menurut Juru bicara Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, tudingan itu tidak berdasar.
“Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar," tutur Nadia dalam keterangan resminya Jumat (15/4/2022).
Menurutnya, laporan asli dari Kemenlu AS tidak menuduh penggunaan aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM. Namun, kata Nadia, ada pihak-pihak tertentu yang kemudian memberikan kesimpulan tersendiri.
"Kami memohon agar para pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran,” ujar Nadia.
Terkait hal itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah turut berpendapat. Menurut dia tidak ada negara yang sempurna dalam isu HAM, termasuk Amerika Serikat.
"Tidak ada negara yang sempurna atas isu HAM, tidak juga AS," kata Faizasyah saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (16/4/2022).
Ia justru bertanya balik kepada AS, apakah tidak ada isu pelanggaran HAM di negara berjuluk Negeri Paman Sam tersebut.
"Apakah tidak ada kasus HAM di AS, serius?" ujar Faizasyah.
(Penulis : Ardito Ramadhan | Editor : Sabrina Asril)
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/19/13533021/pemerintah-diminta-rawat-berkala-pedulilindungi-hindari-penyalahgunaan-data