Salin Artikel

Indonesia Belum Aman Longgarkan Jaga Jarak dan Copot Masker, Ini Alasannya

Seperti diketahui, berbagai pelonggaran peraturan yang dilakukan pemerintah mulai dihapusnya kewajiban menunjukkan hasil negatif antigen dan polymerase chain reaction (PCR) apabila sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua atau vaksinasi dosis ketiga (booster).

Selain itu, masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dipangkas menjadi satu hari jika sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap.

Pelonggaran lainnya adalah seluruh kegiatan olahraga dapat menerima penonton secara fisik dengan kapasitas disesuaikan dengan status PPKM, status vaksinasi booster dan menggunakan aplikasi PeduliLindungi.

Pemerintah juga sudah menerapkan uji coba kebijakan tanpa karantina bagi PPLN atau pelaku perjalanan internasional di Bali dengan syarat tertentu, termasuk vaksinasi dosis lengkap atau booster dan tes PCR.

Tak hanya itu, akan ada penyesuaian kebijakan ibadah umrah menyusul pencabutan sejumlah aturan oleh Arab Saudi, seperti kewajiban tes PCR dan karantina.

Beberapa peraturan bagi penumpang kereta rel listrik (KRL) pun mengalami penyesuaian mulai pekan ini.

Di antaranya sudah diizinkannya penumpang berusia 6 tahun ke bawah naik KRL dan penumpang diperbolehkan duduk berdempetan tanpa lagi ada jaga jarak.

Di tengah pelonggaran-pelonggaran tersebut, saat ini Kementerian Kesehatan sedang menyusun roadmap dalam rangka Indonesia menuju endemi Covid-19. Salah satu yang sedang dikaji adalah kemungkinan pencabutan kewajiban memakai masker dalam aktivitas sehari-hari.

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan kemungkinan pelonggaran pemberlakuan jaga jarak. Salah satunya adalah di rumah ibadah, menyusul sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadhan.

"Ini mengabaikan prinsip kehati-hatian dan dua aspek yang selalu kita anut dalam pengendalian wabah itu, yaitu selalu melakukannya secara bertahap dan berbasis data," ungkap Epidemiolog Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman saat dihubungi, Kamis (10/3/2022).

Menurut dia, jika pelonggaran peraturan dikurangi dengan pelonggaran protokol kesehatan, masa kritis pandemi dinilai justru akan semakin lama selesai. Oleh karena itu, Dicky meminta pemerintah betul-betul melakukan perhitungan matang.

"Ketika ada pelonggaran misalnya dalam tes, itu harus disertai dengan penguatan atau sudah kuatnya aspek lain, yang bisa menjadi jangkar pengaman dari pelonggaran," tuturnya.


Jangkar pengaman yang dimaksud misalnya adalah dengan peningkatan cakupan vaksinasi. Dengan begitu, imunitas masyarakat semakin lebih banyak terbentuk.

"Termasuk skrining diperkuat. Lalu perkuat lagi di masalah protokol kesehatan. Masker, jaga jarak, kapasitas yang ketat, tidak langsung 100 persen. Itu harus dilakukan," jelas Dicky.

Pelonggaran kebijakan memakai masker dan jaga jarak dinilai belum waktunya dilakukan. Salah satu alasannya adalah karena subvarian Omicron BA.2 yang menurut penelitian punya bahaya lebih tinggi ketimbang varian Delta.

"BA.2 serius sekali ancamannya karena dari hasil laporan seperti dari Tokyo, kita melihat bahwa BA.2 ini 4x lebih dari Delta. Dan yang paling menjadi catatan atau perhatian juga adalah, dia memiliki potensi 10x lebih besar dari BA.1," terang Dicky.

Varian Delta membuat lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia terjadi pada tahun 2021. Bahkan ketika itu banyak rumah sakit collapse dan kasus kematian sangat tinggi.

Oleh karena itu, Dicky menyoroti keputusan pemerintah yang dinilainya terlalu buru-buru dalam melakukan banyak pelonggaran.

"Kalau ini (protokol kesehatan) tidak dilakukan dalam keseharian kita di tengah situasi yang juga masih serius ini, kita akan memberi peluang pada sub varian BA.2 Omicron ini untuk jadi masalah di Indonesia. Dan mereka sudah ada," sebut dia.

Masalah yang dimaksud adalah bagaimana BA.2 akan membuat kasus Covid-19 kembali meningkat. Maka pelonggaran secara serentak dianggap justru akan membahayakan.

Dicky pun menyarankan pemerintah tetap mewajibkan masyarakat melakukan protokol kesehatan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas).

Untuk pelonggaran, harus dilakukan secara bertahap dan tidak bisa serentak.

"Konsisten terus, disiplin dalam 5M ini belum bisa kita longgarkan. Yang lainnya oke bertahap kita longgaran untuk pemulihan aspek ekonomi dan lainnya, tapi yang sifatnya protokol kesehatan ini belum," tegas Dicky.

Apalagi vaksinasi di Indonesia belum dilakukan kepada seluruh rakyat Indonesia. Pada awal Maret lalu, cakupan vaksin Covid-19 di Indonesia berada di angka 70%.

"Modal imunitas kita kan belum memadai ya. Yang (cakupan vaksin) sudah 90% aja masih diketatkan jaga jarak dan kedisiplinannya," kata Dicky.

Ia pun mengkritik kebijakan pemerintah mengenai kereta rel listrik (KRL) yang sudah mengizinkan penupang duduk tanpa jarak sejak Rabu kemarin.

"Saya sangat prihatin ketika kereta begitu. Masalahnya situasinya berbahaya, kita belum seaman itu. Pelonggaran terlalu serentak dan terburu-buru, kalau dilakukan semuanya berbarengan," pungkasnya.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/10/18471191/indonesia-belum-aman-longgarkan-jaga-jarak-dan-copot-masker-ini-alasannya

Terkini Lainnya

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke