Salin Artikel

Kisah Ibnu Sutowo Dipecat Soeharto dan Korupsi Pertamina yang Nyaris Bangkrutkan Negara

Di awal karirnya, Ibu Sutowo merupakan seorang dokter yang bekerja di Palembang dan Martapura. Di Palembang, ia pernah bekerja sebagai dokter pemberantasan malaria.

Mengutip pemberitaan Harian Kompas, Letjan Jenderal (Purn) itu banting stir ke karir militer dengan menjabat sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Tentara VIII/Garuda di Sumatera Selatan pada tahun 1946.

Setelah kemerdekaan, Ibnu Sutowo bergabung dalam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), tepatnya pada 5 Desember 1946.

Pada tahun 1957, saat KSAD Letjen Nasution menggalakkan program dwifungsi ABRI, Ibnu Sutowo diangkat sebagai Direktur PT Permina (Perusahaan Minyak Nasional) yang kemudian berubah nama menjadi Perusahaan Negara (PN) Permina, cikal bakal Pertamina.

Sejak saat itu, Ibnu Sutowo menjalankan tugas dwifungsi sebagai perwira militer aktif sekaligus mengelola perusahaan minyak milik negara.

Karirnya pun melejit, mulai dari diangkat sebagai Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi (1966), Menteri Migas (1967), hingga kemudian ditunjuk sebagai Direktur PT Pertamina (1968-1976).

Tahun 20 Agustus 1968, PN Permina bergabung dengan PN Pertamin menjadi PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina), hingga kini menjadi PT Pertamina (Persero).

Ibnu Sutowo menjadi Dirut Pertamina pertama atas penunjukkan langsung Presiden Soerharto sebagai pendiri perusahaan minyak nasional itu.

Pria kelahiran Grobogan tahun 1914 ini berhasil membuat Pertamina maju dengan konsep production sharing dalam industri minyak Indonesia. Apalagi pada tahun 1973, harga minyak dunia melonjak hingga 400 persen.

Ibnu Sutowo berhasil membangun Pertamina dari perusahaan kecil tak dikenal menjadi perusahaan minyak raksasa dan skala dunia.

Namun kesuksesan tersebut membuat semua pihak terlena. Sebab seluruh kebijakan Pertamina berada di luar kerangka pembangunan lima tahun yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Pertamina di bawah kemimpinan Ibnu Sutowo bebas bergerak tanpa sepengetahuan pemerintah dan DPR. Bahkan dana yang digunakan untuk membiayai berbagai macam proyek disebut tak pernah bisa terhitung.

Cabang usaha yang diharapkan menjadi penopang laju perekonomian negara, akhirnya menjdai sumber kebocoran.


Negara nyaris bangkrut

Korupsi besar-besaran di tubuh Pertamina pun mulai tercium, hingga akhirnya Presiden Soerhato membentuk Komisi 4 tahun 1974.

Komisi 4 yang dibentuk untuk menyelidiki dugaan korupsi di Pertamina diketuai Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Wilopo SH dibantu Prof Johannes, IJ Kasimo, dan H Anwar Tjokroaminoto. Mantan Wakil Presiden Dr Moh Hatta ditunjuk sebagai penasihat.

Komisi 4 sempat memberikan saran agar manajemen Pertamina ditertibkan.

Pertamina sendiri kala itu diketahui tak mampu membayar kewajiban keuangan dari berbagai proyek-proyeknya. Salah satu kasus yang cukup menggegerkan adalah sewa beli tanker samudera.

Pertamina kemudian mulai limbung pertengahan tahun 1975, dan bahkan nyaris membangkrutkan Indonesia.

Hal ini terjadi akibat salah pengelolaan sehingga membuat Pertamina terbelit utang jangka pendek sebesar 10,5 miliar dolar Amerika Serikat, jumlah yang cukup luar biasa saat itu.

Padahal di kisaran tahun 1975, pendapatan dalam negeri selama setahun tak lebih dari 6 miliar dolar AS, dan cadangan devisa di Bank Indonesia tinggal sekitar 400 juta dolar AS.

Kasus besar ini baru terkuak sekitar tahun 1980-an. Ketika itu Pemerintah membentuk tim beranggotakan LB Moerdani dan Albert Hasibuan untuk mengurus persoalan tersebut.

Sidang berlangsung bertahun-tahun di luar negeri. Pemerintah Indonesia akhirnya berhasil mendapatkan haknya sebesar Rp 160 miliar.

Namun jumlah yang didapat tersebut tidak sebanding dengan nilai korupsi Pertamina yang terjadi, biaya yang dikeluarkan, dan tenaga serta pikiran yang telah dituangkan.


Ibnu Sutowo dipecat

Presiden Soerharto akhirnya menertibkan internal Pertamina. Ia juga memerintahkan Pertamina untuk menjual sebagian asetnya yang berlebihan agar bisa menyelamatkan perusahaan negara itu.

Kemudian berdasarkan penyelidikan yang dilakukan, dilaporkan telah terjadi penyimpangan di dalam tubuh Pertamina.

Hanya saja tak pernah ada tindakan hukum apapun yang dijatuhkan kepada para pelaku.

Ibnu Sutowo dilengserkan dari jabatannya sebagai Dirut Pertamina pada 5 Maret 1976. Namun ia tak pernah dinyatakan bersalah.

"...tidak cukup bukti untuk menuntut Ibnu Sutowo secara pidana," kata Presiden Soeharto ketika menjawab pertanyaan tertulis DPR RI awal tahun 1980, seperti dikutip dari pemberitaan Harian Kompas tanggal 13 Januari 2001, Senin (21/2/2022).

Ibnu Sutowo meninggal dunia di usia 86 tahun pada Jumat, 12 Januari 2001. Mantan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu berhasil membangun gurita bisnis, termasuk produk air minelar merek Aqua.

Tujuh anak Ibnu Sutowo kemudian mewarisi dan mengembangkan bisnis di berbagai lini. Salah satunya adalah almarhum Adiguna Sutowo, pemilik dan pendiri MRA Group.

Adiguna Sutowo merupakan ayah dari Maulana Indraguna Sutowo, suami Dian Sastro.

Sumber:
Harian Kompas tanggal 20 September 1998 (Ibnu Sutowo, Thahir, Kartika, dan Soeharto)
Harian Kompas tanggal 13 Januari 2001 (Mozaik Perjalanan Ibnu Sutowo)
Kompas.com

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/21/05493331/kisah-ibnu-sutowo-dipecat-soeharto-dan-korupsi-pertamina-yang-nyaris

Terkini Lainnya

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke