Salin Artikel

Mitos Nyai Roro Kidul Bawa Korban ke Laut di Balik Ombak "Alun Serot"

Ombak rip current ini diduga yang menjadi penyebab tewasnya 11 warga Jember saat sedang menjalani ritual di Pantai Payangan pada Minggu (13/2/2022).

Tanda dari rip current adalah ombaknya yang tenang atau tidak pecah di pinggir pantai. Padahal di sisi lain ombak tampak memecah besar. Ada yang menyebut ombak ini sebagai boleran.

Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono menjelaskan, arus rip current terbentuk jika gelombang datang dan mengempas garis pantai yang berbentuk cekungan.

Pantulan gelombang yang mengenai pantai memunculkan sejumlah arus susur pantai atau aliran air yang "berjalan" menyusuri pantai. Ada dua arus susur pantai yang kemudian bertemu dan memusat di tengah cekungan pantai.

Arus susur tesebut saling bertemu kemudian bergabung dan menimbulkan arus balik menuju tengah laut yang mengumpul pada suatu jalur arus, hingga melewati zona gelombang pecah.

Kemudian arus susur itu bergerak sangat kuat dengan kecepatan tinggi hingga membuat orang yang berada di dekatnya terseret ombak.

Daryono mengatakan, sudah banyak korban jiwa akibat ombak rip current.

"Rentetan musibah ini sepatutnya mendapat perhatian serius dari pemeritah daerah dan masyarakat, mengingat hampir setiap tahun selalu saja terjadi kasus serupa," kata Daryono kepada Kompas.com, Senin (14/2/2022).

"Entah sudah berapa banyak warga masyarakat dan wisatawan menjadi korban keganasan arus laut Pantai Selatan," lanjutnya.

"Maksudnya ombak (sesungguhnya arus) yang bisa menyedot (orang). Sedangkan dalam dunia sains, fenomena alam mematikan ini disebut rip current," ungkap Daryono.

Menurut dia, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai karakteristik dan bahaya arus laut di pantai menjadi faktor utama terus berulangnya korban jiwa terseret arus laut.

Tak hanya itu, adanya mitos soal "alun serot" di tengah masyarakat juga membuat seolah fenomena alam itu menjadi hal lumrah.

"Di Jawa berkembangnya mitos dan cerita rakyat Nyai Roro Kidul bahwa Laut Selatan sering meminta korban. Ini sesunggunya hanyalah bentuk ketidakmampuan masyarakat dalam menjawab fenomena alam pantai yang mematikan dan sering terjadi secara berulang," paparnya.

Daryono mengatakan, sebenarnya masyarakat dapat terhindar dari bahaya arus laut ini asalkan mau memahami karakteristik dan mekanisme terbentuknya arus rip current. Sebab fenomena derasnya arus pantai merupakan gejala alam biasa dan dapat dijelaskan secara ilmiah.

"Salah satu bentuk bahaya pantai yang berupa teluk adalah adanya rip current. Dan rip current inilah yang menjadi biang keladi dari sederet daftar korban meninggal dan orang hilang terseret arus di pantai sejak zaman dahulu," terang Daryono.

Karena gerakan rip current berlangsung sangat cepat dan singkat, orang yang terjebak dan terseret arus ini sangat sulit untuk melepaskan diri. Makanya, kata Daryono, korban tampak seolah terseret ke tengah laut.

"Inilah sebabnya mengapa arus ini banyak memakan korban jiwa. Pada beberapa kasus, meskipun air laut tidak terlalu dalam hanya sebatas lutut, seseorang sudah dapat mengalami serangan arus rip current," sebutnya.

Dijelaskan Daryono, kondisi tersebut terjadi jika arus susur pantai yang telah bergabung dengan tiba-tiba menyebabkan dasar pasir tempat berpijak tergerus arus hingga habis.

"Karena pasir tempat berpijak habis terbawa arus, maka orang yang terjebak dalam arus ini merasa seolah-olah dirinya jatuh ke dalam lobang, selanjutnya tenggelam dan diseret oleh badan arus yang mengalir kuat menuju ke tengah laut," tutup Daryono.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/15/21113661/mitos-nyai-roro-kidul-bawa-korban-ke-laut-di-balik-ombak-alun-serot

Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke