Salin Artikel

PAN Sebut Mekanisme Penarikan JHT Belum Dibicarakan Khusus dengan Komisi IX

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengaku, hingga kini Komisi IX belum mendapatkan informasi atau penjelasan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terkait Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.

Ia menyebutkan, dalam pembicaraan Komisi IX dan Kemnaker dan BPJS sebelumnya tidak pernah ada mengenai perubahan mekanisme penarikan Jaminan Hari Tua (JHT).

Adapun mekanisme yang diatur dalam Permenaker tersebut dijelaskan bahwa JHT baru bisa ditarik ketika seorang pekerja berusia 56 tahun.

"Saya terus terang belum mendapat keterangan yang jelas dan lengkap terkait permenaker Nomor 2/2020. Dalam rapat-rapat dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan, perubahan tentang mekanisme penarikan JHT tidak dibicarakan secara khusus," kata Saleh kepada Kompas.com, Sabtu (12/2/2022).

Ia pun meminta agar pemerintah membicarakan secara khusus Permenaker tersebut dengan DPR.

"Mestinya, rencana terkait penetapan kebijakan ini sudah disounding dulu ke DPR. Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan," jelasnya.

"Dengan begitu, kalau ditanya, kita juga bisa menjelaskan," sambung dia.

Terkait Permenaker tersebut, menurut Saleh harus dipastikan agar tidak merugikan para pekerja. Sejauh ini, Saleh mendengar masih banyak penolakan dari asosiasi dan serikat pekerja.

Dikhawatirkan, penolakan ini akan menyebabkan tidak efektifnya kebijakan yang dimaksud.

"Para pekerja kelihatannya merasa sering ditinggalkan. Ada banyak kebijakan pemerintah yang seakan diputus secara sepihak. Mulai dari UU Ciptaker sampai pada persoalan upah minum. Hari ini, ada pula persoalan JHT yang hanya bisa ditarik setelah 56 tahun," ungkapnya.

Kendati demikian, ia mengaku telah mendengar alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan itu agar tidak terjadi double klaim.

"Di satu pihak ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), di pihak lain ada JHT. Lalu, katanya, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya," tutur dia.

Namun, politisi PAN itu kemudian mempertanyakan payung hukum dari JKP.

Menurut dia, payung hukum JKP ada di UU Cipta Kerja yang kini diminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diperbaiki.

"Apakah sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat?," tanya Saleh.

"Kalaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja?," sambung dia.

Selain itu, Ketua Fraksi PAN ini melihat bahwa JKP tersebut kurang sosialisasi. Kemenaker dinilai kurang memberikan edukasi kepada masyarakat terkait hal ini.

Sebab, menurut dia, jika memang JKP dinilai bagus, tentu masyarakat akan mendukung. Oleh karena itu ia beranggapan bahwa Permenaker 2/2020 masih sangat layak untuk diperbincangkan di publik.

"Diskusi publik itu dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja. Kalau hasil diskusi publik itu ternyata menyebut bahwa Permenaker ini merugikan para pekerja, kita mendorong agar permenaker ini dicabut," pungkasnya.

Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT menuai protes.

Permenaker yang dikeluarkan oleh Menaker Ida Fauziyah ini mendapat banyak penolakan lantaran membuat JHT tidak bisa cair sebelum 56 tahun atau saat masa pensiun.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/13/09504391/pan-sebut-mekanisme-penarikan-jht-belum-dibicarakan-khusus-dengan-komisi-ix

Terkini Lainnya

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Nasional
Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke