Salin Artikel

DPR Akan Minta Klarifikasi Pemerintah karena Teken Perjanjian yang Tak Diratifikasi pada 2007

Seperti diketahui, Indonesia dan Singapura baru saja menandatangani perjanjian soal penataan kembali flight information region (FIR), ekstradisi buronan, dan kerja sama pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA) dalam pertemuan Leaders’ Retreat di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).

Perjanjian terkait ekstradisi buronan dan DCA merupakan perjanjian yang sempat ditolak Indonesia tahun 2007. Meski telah ditandatangani, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu tidak mengirimkannya ke DPR untuk diratifikasi karena perjanjian dinilai lebih banyak merugikan Indonesia.

Sementara itu perjanjian pengelolaan wilayah udara yang selama ini dikuasai Singapura, tak membuat FIR di sekitar Kepulauan Riau (Kepri) sepenuhnya berada dalam kendali Indonesia.

Dilansir Kompas.id, paket kerja sama Indonesia-Singapura soal DCA, FIR, dan ekstradisi menjadi pembahasan utama dalam rapat kerja Komisi I dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kamis (27/1/2022) kemarin.

Dalam rapat itu, DPR meminta penjelasan pemerintah soal kesepakatan yang baru saja diteken sebab tidak ada substansi yang berbeda dengan perjanjian yang dilakukan kedua negara pada 2007.

”Itu menjadi sejarah. Kok di zaman ini dokumen yang sama, persyaratan yang sama, semua kondisi yang sama, kok ditandatangani. Ada apa sih? Ini menjadi pertanyaan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri,” kata Anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022).

Prabowo Subianto disebut tak bisa menjawab pertanyaan Komisi I DPR terkait hal ini.

"Dia (Prabowo) mengakui bahwa ini dokumennya sama dengan yang 2007 dan dia memahami ini kebutuhan politik dan dia hanya concern di wilayah DCA dia," sebutnya.

Untuk menggali lebih lanjut, DPR mengagendakan rapat lintas komisi untuk meminta penjelasan dari pihak pemerintah yang rencananya digelar pada Senin, 31 Januari mendatang.

DPR akan memanggil anggota tim negosiasi yang menyepakati perjanjian kerja sama dengan Singapura itu.

Anggota tim negosiasi itu di antaranya Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Pertahanan.

Nantinya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana Yudo Margono, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo akan diikutsertakan dalam rapat.

Effendi juga mempersoalkan perjanjian DCA. Sebab kerja sama pertahanan itu memberi izin Singapura menggunakan ruang udara Indonesia untuk berlatih pesawat tempur.


Padahal di tahun 2007, DPR menolak perjanjian itu karena dinilai membahayakan kedaulatan negara. Apalagi dalam perjanjian DCA, Singapura diperbolehkan menggelar latihan militer bersama pihak ketiga atau negara lain di wilayah Indonesia.

"Pihak Singapura minta menggunakan military training area-nya bukan hanya dia sendiri lho, dia bisa menggunakan untuk latihan bersama lho. Masya Allah gua bilang," tutur Effendi.

Politikus PDI-P ini pun menilai pemulangan kembali buronan yang kabur ke Singapura tidak sebanding jika ditukar dengan urusan pertahanan Indonesia. Menurut Effendi, seharusnya perjanjian ekstradisi tak ditukar dengan ruang udara Indonesia yang bisa digunakan berlatih pesawat tempur Singapura.

”Keberatan kami itu sulit dijawab pemerintah. Kenapa kamu barter dengan military training area. Kenapa urusan ekstradisi, (mengejar) buron-buron itu kok digadaikan dengan ’kedaulatan’ kita?,” ujar Effendi.

"Kenapa kamu barter sama military training area, kenapa kamu kasih kesempatan untuk melakukan exercise di wilayah udara, laut kita," lanjutnya.

Perjanjian pertahanan DCA dan ekstradisi buronan juga turut disorot oleh Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana.

Hikmahanto mengingatkan, perjanjian ekstradisi dan kerja sama pertahanan sempat menjadi polemik di tahun 2007.

”Untuk meredam tentangan dari publik, presiden ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono, tidak menyampaikan dua perjanjian tersebut ke DPR untuk disahkan,” jelas Hikmahanto dikutip dari Kompas.id.

Ia pun menduga perjanjian pengembalian FIR dikaitkan dengan perjanjian pertahanan ini. Apalagi, pengambilalihan ruang udara Indonesia dari Singapura menjadi janji Jokowi di periode pertama.

Menurut Hikmahanto, bila perjanjian pertahanan ditolak DPR, Singapura akan tetap memegang kendali atas FIR di Kepulauan Riau.

Sebelumnya, Menhan Prabowo Subianto sudah angkat bicara mengenai hal ini. Ia mengamani bahwa kesepakatan DCA kali ini sama seperti kesepakatan di tahun 2007 yang tak diratifikasi.

Prabowo juga menyatakan pemberian izin militer Singapura untuk berlatih di wilayah Indonesia, tak akan mengancam kedaulatan negara.

"Sama sekali tidak (membahayakan kedaulatan). Kita sudah latihan dengan banyak negara kok di wilayah kita. Sering kita latihan dengan banyak negara dan, secara tradisional mereka juga butuh latihan di situ," tukas Prabowo selepas Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Kamis (27/1/2022).

(Penulis: Nina Susilo, Kurnia Yunita Rahayu. Editor: Anita Yossihara).

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/28/18083251/dpr-akan-minta-klarifikasi-pemerintah-karena-teken-perjanjian-yang-tak

Terkini Lainnya

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke