Meski dua pasien Covid-19 akibat varian Omicron pertama yang mengalami fatalitas tersebut sudah berusia lanjut dan memiliki komorbid atau penyakit bawaan, bukan berarti kelompok masyarakat lain menjadi tidak rentan.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, salah satu kelompok yang juga paling rentan mengalami fatalitas akibat varian Omicro adalah anak-anak.
Dicky menegaskan, sejatinya varian Omicron sama bahanya dengan varian lain yang lebih dahulu ada, seperti Delta dan Alpha, atau bahkan virus asli yang pertama kali muncul di Wuhan, China, pada akhir 2019.
"Dia memang akan lebih banyak berisiko pada orang yang punya komorbid atau lansia, atau belum divaksinasi lebih mungkin mengalami fatalitas atau meninggal. Dan antara lain sekarang ini kita baru melihatnya pada lansia, nanti kalau kita tidak cepat melakukan mitigasi, kematian pada anak akan terjadi," kata Dicky ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (23/1/2022).
Cakupan vaksinasi masih rendah
Kerentanan kelompok yang punya komorbid, lansia, dan anak-anak terjadi lantaran cakupan vaksinasi untuk kelompok-kelompok tersebut masih rendah.
Berdasarkan data terakhir Kementerian Kesehatan (Kemenkes), total cakupan vaksinasi dosis pertama untuk lansia mencapai 71,37 persen. Sementara lansia yang telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua baru sebesar 46,48 persen dari target sebanyak 21.553.118.
Untuk masyarakat rentan dan umum, total capaian vaksinasi dosis pertama sebanyak 72,27 persen dan vaksinasi dosis kedua sebesar 49,71 persen dari target 141.211.181 penduduk yang divaksinasi.
Di sisi lain, pemerintah baru saja memulai program vaksinasi anak usia 6-11 tahun.
"Anak-anak dari usia 6 tahun ke atas baru dimulai dan masih banyak yang belum divaksin penuh termasuk untuk anak-anak usia di bawah 6 tahun," kata Dicky.
Percepat vaksinasi
Dicky mengatakan, pemerintah seharusnya mampu mengejar cakupan vaksinasi dosis kedua hingga 75 persen sebelum bulan Ramadhan yang diperkirakan jatuh pada Mei 2022 untuk menekan angka penularan Covid-19.
"Jadi (vaksinasi) ini harus digenjot, bahkan melihatnya bukan hanya dari potensi puncak gelombang tiga Omicron, tapi juga antisipasi nanti menjelang puasa. Sebelum bulan puasa kejar cakupan dua dosis mencapai 75 persen minimal," ujar Dicky.
Ia menambahkan, target percepatan vaksinasi perlu dikejar, terutama untuk vaksinasi dosis kedua yang cakupannya masih di kisaran 40 persen.
"Dan saat ini, itu ada kurang lebih 40 persen atau 30 persen yang rawan (tertular Covid-19) karena belum divaksin, dan ini bicara vaksin dua dosis lengkap. Kemudian bicara soal lansia, itu kita masih 50 persen lho lansia belum vaksin lengkap, apalagi bicara booster. Artinya harus dikejar, karena kalau tidak mereka akan jadi korban," kata Dicky.
Tingkatkan WFH dan tunda PTM
Ia menyarankan pemerintah kembali meningkatkan ketentuan kerja dari rumah atau work from home (WFH) seiring lonjakan kasus Covid-19, terutama terkait penularan varian Omicron.
Ia juga menyarankan agar pemerintah menghentikan sementara pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas siswa 100 persen untuk mencegah penularan pada anak-anak.
"PTM ini tidak bisa tidak, selama masa krisis, PTM ini ditunda dulu. Online dulu karena berbahaya. Termasuk yang WFH, harus ditingkatkan, mau itu 50 persen, 25 persen, tapi harus dilakukan karena itu yang akan membantu," kata Dicky.
Ia menyarankan, setidaknya PTM bisa ditunda pada akhir Januari ini hingga awal Maret mendatang.
"Itu di masa yang sangat rawan, karena itu periode prediksi masa krisis di Indonesia, Februari-Maret. Mengapa? Karena untuk siswa kita ini, meskipun sudah ada vaksinasi pada siswa, tapi kan ada yang belum divaksinasi, dan saat ini risiko ini cukup berat untuk anak-anak dan terbukti di negara-negara lain data menunjukkan kasus infeksi anak-anak meningkat," ujar Dikcy.
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/24/09145011/anak-dan-lansia-yang-belum-diberi-vaksin-covid-19-bisa-fatal-jika-terkena