Salin Artikel

Pasal Presidential Threshold: Berkali-kali Digugat, Berulang Kali Ditolak MK

Presidential threshold merupakan ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden.

Kali ini, ketentuan tersebut digugat oleh Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Melalui gugatan itu, Gatot meminta supaya MK menghapus ketentuan presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Pasal tersebut menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Oleh Gatot, Pasal 222 UU Nomor 7/2017 dinilai bertentangan dengan Pasal 6 Ayat (2), 6A Ayat (5), dan 6A Ayat (2) UUD 1945.

"Karena telah mengakibatkan pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa (presiden dan wakil presiden) yang dihasilkan partai politik peserta pemilihan umum," tulis Kuasa Hukum Gatot, Refly Harun, dalam surat permohonan seperti dikutip Kompas.com, Selasa (14/12/2021).

Selain itu, menurut pemohon, adanya presidential threshold berpotensi mengamputasi salah satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin masa depan.

Gugatan itu dilayangkan ke MK pada 7 Desember 2021 kemarin. Hingga kini, MK belum memulai persidangan terkait perkara tersebut.

Sejatinya, bukan sekali ini saja ketentuan tentang presidential threshold digugat. Ketentuan ambang batas pencalonan presiden pernah ramai-ramai digugat ke MK dan telah berulang kali ditolak.

1. Gugatan Rizal Ramli

Pada September 2020 lalu, Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli juga mengajukan permohonan uji materi presidential threshold ke MK.

Sama seperti Gatot, Rizal kala itu meminta supaya ambang batas presiden dihilangkan dan Mahkamah menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi.

Rizal berpandangan bahwa keberadaan presidential threshold telah mengabaikan prinsip perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Sebab, dengan ketentuan itu, tak semua warga negara bisa mencalonkan diri sebagai presiden.

Pencalonan presiden hanya dapat dilakukan melalui partai politik yang punya suara besar. Hal ini dinilai pemohon sebagai upaya partai besar untuk menghilangkan pesaing dalam Pilpres.

Gugatan itu diputuskan MK pada pertengahan Januari 2021. MK memutuskan menolak gugatan Rizal karena dinilai tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.

Dalam persidangan yang digelar Kamis (14/1/2021), Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, Rizal tidak memberikan bukti bahwa dia pernah pernah dicalonkan sebagai presiden oleh partai politik.

Rizal juga dinilai tidak menjelaskan dan membuktikan partai mana saja yang memberikan dukungan terhadapnya.

"Seandainya pemohon satu memang benar didukung oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu dalam batas penalaran yang wajar, mestinya pemohon satu mestinya menunjukkan bukti itu kepada mahkamah," ujar Arief.

"Atau menyertakan parpol pendukung untuk mengajukan permohonan bersama dengan pemohon satu," kata dia.

2. Gugatan Eks Pimpinan KPK hingga Eks Menkeu

Jelang Pilpres 2019 lalu, ketentuan tentang presidential threshold juga pernah ramai-ramai digugat ke MK.

Setidaknya, ada 12 orang yang menjadi pemohon dalam gugatan tersebut yakni mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Busyro Muqoddas, mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri, Akademisi Faisal Basri, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay.

Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto, Akademisi Rocky Gerung, Akademisi Robertus Robet, Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, Sutradara Film Angga Dwimas Sasongko.

Selain itu, ada pula Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, dan Profesional Hasan Yahya.

Sama seperti gugatan Gatot Nurmantyo dan Rizal Ramli, 12 pemohon ini juga mempersoalkan Pasal 222 UU Pemilu.

Para pemohon menilai bahwa keberadaan presidential threshold bertentangan dengan sejumlah ketentuan UUD.

Ketentuan itu dinilai berpotensi menghadirkan capres tunggal yang berarti menghapus esensi pemilihan presiden.

Namun begitu, MK lagi-lagi juga menolak gugatan itu. Gugatan Busyro dkk dinilai tidak beralasan menurut hukum.

Selain itu, hakim juga tidak sependapat dengan argumentasi pemohon yang menilai bahwa ambang batas pencalonan berpotensi menghadirkan paslon tunggal.

Ia mengatakan, bahwa UUD 1945 tidak membatasi warga negara untuk membuat partai politik, sehingga publik tetap dapat mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden lewat parpol tersebut.

"UUD 1945 tidak membatasi warga negara untuk mendirikan partai politik sepanjang syarat untuk itu terpenuhi sebagaimana diatur dalam undang-undang," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dalam persidangan, 25 Oktober 2018.

Sebelum gugatan Busyro dkk, MK juga telah berulang kali menolak gugatan terhadap ketentuan presidential threshold yang dilayangkan sejumlah pihak.

Berkaca dari hal ini, akankah gugatan Gatot Nurmantyo dikabulkan?

https://nasional.kompas.com/read/2021/12/18/12070061/pasal-presidential-threshold-berkali-kali-digugat-berulang-kali-ditolak-mk

Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke