Salin Artikel

Kasus Pertama Omicron di Indonesia, Akankah PPKM Diperketat?

JAKARTA, KOMPAS.com - Virus corona varian B.1.1.529 atau Omicron terdeteksi di Indonesia. Temuan ini diumumkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin pada Kamis (16/12/2021).

Kasus pertama Omicron ini bermula dari terdeteksinya tiga orang petugas kebersihan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Jakarta.

"Ada tiga orang pekerja kebersihan di Wisma Atlet yang pada 8 Desember lalu dites dan hasilnya positif (Covid-19). Kemudian, pada 10 Desember dikirim ke Balitbangkes untuk dilakukan genome sequencing," ujar Budi dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (16/12/2021).

"Hasilnya keluar pada 15 Desember, yakni dari tiga orang yang positif tadi, satu orang dipastikan terdeteksi (terpapar) varian Omicron," lanjutnya.

Budi melaporkan, ketiga orang itu positif tanpa gejala. Ketiganya pun telah menjalani karantina di Wisma Atlet dan menjalani tes PCR kedua dengan hasil negatif.

Pasca-temuan ini, apa langkah yang harus diambil pemerintah ?

Bahaya Omicron

Varian Omicron disebut mampu menular lebih cepat dibandingkan virus corona varian lainnya.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, varian corona yang menular atau menginfeksi dengan cepat akan diklasifikasikan sebagai varian yang berbahaya.

"Dan dalam konteks Omicron, dalam 3 minggu dia bisa membuat satu wilayah yang test positivity rate-nya dari 1 persen menjadi 30 persen, dan wilayah itu adalah Afrika Selatan," kata Dicky seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (28/11/2021).

Selain itu, varian Omicron juga menjadi varian yang dominan di Afrika Selatan hanya dalam waktu singkat, menggeser posisi dari varian Delta yang sebelumnya mendominasi.

"Dalam waktu kurang dari dua minggu, dia (Omicron) sudah bisa menjadi dominan, 75 persen mendominasi. Bahkan, diperkirakan akhir November ini jadi 100 persen di Afrika Selatan," kata Dicky.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, berdasar pada hasil penelitian, ada kemungkinan varian Omicron dapat menular kepada penyintas Covid-19.

Namun demikian, sampai saat ini Technical Advisory Group on Virus Evolution World Health Organization (WHO) masih terus melakukan penelitian terkait kemampuan transmisi dan keparahan gejala varian Omicron.

"Namun, dikatakan bahwa bukti awal menunjukkan mungkin ada peningkatan risiko tertular kembali untuk orang yang sudah pernah mengalami Covid dibandingkan dengan varian lainnya," kata Wiku melalui keterangan tertulis yang dilansir dari laman Covid-19.go.id, Rabu (1/12/2021).

Selain itu, efektivitas testing dan obat-obatan terhadap varian Omicron juga masih terus dikaji.

PPKM diperketat?

Pemerintah belum mengambil kebijakan baru terkait temuan varian Omicron. Pemerintah belum memutuskan apakah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akan diperketat atau tidak.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, melalui juru bicaranya Jodi Mahardi, mengatakan, pemerintah masih memberlakukan PPKM berdasarkan arahan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Namun demikian, pemerintah masih akan terus membahas kemungkinan pengetatan kebihakan tersebut.

"Terkait PPKM, tentunya hal ini akan terus dibahas sambil menunggu kondisi di lapangan. Intinya PPKM yang digunakan akan tetap mengikuti standar acuan WHO," kata Jodi, Kamis (16/12/2021).

"PPKM yang terus dievaluasi tiap minggunya merupakan alat asesmen yang cukup baik untuk langsung dapat memutuskan bila terjadi hal-hal yang sangat dikhawatirkan," lanjutnya.

Pemerintah sempat mewacanakan memperketat PPKM. Semula, akan diterapkan PPKM level 3 di seluruh wilayah Indonesia jelang dan setelah Natal-Tahun Baru.

Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah melonjaknya kasus Covid-19 akibat libur di tengah merebaknya varian Omicron di sejumlah negara.

Saat itu, pemerintah juga telah merancang sejumlah aturan yang akan diterapkan selama PPKM level 3. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2021.

Namun, belum sempat diterapkan, rencana pengetatan itu dibatalkan. Pemerintah tidak jadi menerapkan PPKM level 3 di seluruh wilayah selama 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022.

Alasannya, Indonesia berhasil menekan angka kasus konfirmasi Covid-19 harian dengan stabil di bawah 400 kasus.

Kemudian, capaian vaksinasi dosis pertama di Jawa-Bali yang sudah mencapai 76 persen dan dosis kedua yang mendekati 56 persen.

Urgensi pengetatan

Menyikapi situasi ini, Dicky Budiman menilai, belum diperlukan pengetatan PPKM, baik itu PPKM daurat, PPKM level 3 dan 4 di seluruh wilayah Indonesia, maupun lockdown.

Sebab, menurut Dicky, kebijakan pembatasan hanya bersifat intervensi tambahan, bukan strategi utama.

"Dalam konteks memilih untuk PPKM Darurat atau level 3 dan 4 tentu harus ada indikator epidemiologi yang menunjang. Dalam keadaan saat ini belum," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (17/12/2021).

Alih-alih pengetatan pembatasan, yang lebih urgen yakni penguatan testing dan tracing. Sebab, sejak melandainya pandemi gelombang kedua, angka testing ikut menurun.

Dicky juga mendorong supaya vaksinasi terus dipercepat, termasuk booster vaksin atau vaksinasi dosis ketiga. Bersamaan dengan itu, protokol kesehatan 3M atau memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak harus diperketat.

"Ini adalah variant of concern, dan selalu ketika Delta, ketika Beta, saya sampaikan variant of concern ya harus diwaspadai, direspons, tapi bukan varian yang akhirnya menyebabkan kepanikan," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/12/17/11390581/kasus-pertama-omicron-di-indonesia-akankah-ppkm-diperketat

Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke