Salin Artikel

Saat MK Tolak Gugatan UU ITE dan Nyatakan Pemblokiran Internet Papua Konstitusional...

Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan yang diajukan secara daring, Rabu (27/10/2021).

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.

Mahkamah menilai, pemblokiran dan pemutusan internet tidak ada kaitannya dengan inkonstitusional norma.

Selain itu, Mahkamah juga menilai negara berkewajiban untuk melindungi kepentingan umum dalam segala bentuk gangguan dalan menggunakan ITE atau dokumen elektronik.

Apabila ada pemblokiran dan pemutusan internet, maka pemerintah disebut Mahkamah sudah memiliki cara untuk melakukan pemulihan dengan cepat.

Maka dari itu, MK menilai pemblokiran internet tidak bertentangan dengan UU Dasar 1945 seperti yang didalilkan pemohon.

Adapun gugatan ini diajukan AJI bersama seorang warga Jayapura, Papua, bernama Arnoldus Berau.

Berdasarkan dokumen permohonan yang diunggah di laman MK RI pada Kamis (23/9/2020), diketahui bahwa pemohon mempersoalkan Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE.

Pasal tersebut berbunyi: "Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum".

Aturan tersebut dinilai sewenang-wenang karena membatasi akses informasi dan merupakan bagian dari pembatasan hak asasi manusia (HAM).

Perhatikan hak warga

Sementara itu, dua hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pendapat yang berbeda atau dissenting opinion atas putusan uji materi UU ITE.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Saldi Isra dan Suhartoyo. Sementara tujuh hakim lainnya sepakat untuk menolak permohonan uji materi tersebut.

Kedua hakim itu menilai prosedur pemutusan akses dan atau memerintahkan pemutusan akses harus memerhatikan hak atas informasi setiap warga negara.

"Bahwa prosedur dimaksud juga berhubungan dengan hak atas informasi yang dimiliki warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945," kata Saldi, dalam sidang putusan yang disiarkan secara daring, Rabu (27/10/2021).

"Oleh karena itu, prosedur pemutusan akses dan/atau memerintahkan pemutusan akses haruslah memerhatikan hak-hak atas informasi setiap warga negara sebagai salah satu hak asasi manusia," ujar dia.

Prosedur perlu diatur secara pasti agar peluang penyalahgunaan wewenang dalam memutus akses informasi tidak terjadi atau setidak-tidaknya dapat dikurangi.

Sementara, norma Pasal 40 ayat (2b) UU ITE sama sekali tidak memuat adanya prosedur yang mesti dilakukan pemerintah dalam melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan pemutusan akses.

"Dalam hal ini, norma dalam undang-undang mestinya memberikan kepastian mengenai bagaimana pembatasan hak tersebut dilakukan sehingga warga negara atau lembaga yang terdampak akibat pembatasan hak tersebut mengetahui dasar atau pertimbangan pemerintah memutuskan dan/atau melakukan tindakan pembatasan hak atas informasi dimaksud," kata Saldi.

Selain itu, Saldi mengatakan, pemerintah harus dibebani kewajiban menggunakan kewenangan dalam konstruksi hukum yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dengan cara menerbitkan penjelasan secara tertulis.

Pertanggungjawaban tersebut cukup dengan penjelasan tertulis berupa pemberitahuan baik lewat surat tertulis maupun lewat digital yang disampaikan kepada pengguna informasi elektronik.

Oleh karena itu, Saldi menilai, seharusnya MK menyatakan Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE konstitusional sepanjang dimaknai:

"Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada Ayat 2a, Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum setelah mengeluarkan atau disertai penjelasan tertulis/digital."


Pemblokiran internet di Papua

Adapun gugatan ini juga berkaitan dengan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

Terkait masalah ini Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta juga sudah memutuskan bahwa Presiden Republik Indonesia serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) bersalah.

Pemblokiran internet tersebut terjadi pada Agustus-September 2019, setelah aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan terjadi di sejumlah wilayah Bumi Cendrawasih.

"Menyatakan perbuatan tergugat I dan II adalah perbuatan melanggar hukum oleh pejabat dan atau badan pemerintahan," kata Hakim Ketua Nelvy Christin dalam sidang pembacaan putusan yang disiarkan di akun YouTube SAFEnet Voices, Rabu (3/6/2020).

Majelis hakim merinci perbuatan melanggar hukum yang dilakukan kedua tergugat.

Pertama, tindakan throttling atau pelambatan akses atau bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 sejak pukul 13.00 WIT sampai dengan pukul 20.30 WIT.

Kedua, pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat pada 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya 4 September 2019 pukul 23.00 WIT.

Ketiga, memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet di empat kota/kabupaten di Provinsi Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya.

Kemudian, dua kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat, yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong, sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 20.00 WIT.

Majelis hakim pun menghukum Tergugat I dan II membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000.

https://nasional.kompas.com/read/2021/10/28/09564591/saat-mk-tolak-gugatan-uu-ite-dan-nyatakan-pemblokiran-internet-papua

Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke