Salin Artikel

Jamesta, Meniti Asa Pemulihan Ekonomi Pasca-pandemi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan pemerintah untuk menahan peningkatan kemiskinan akibat pandemi Covid-19 dinilai belum maksimal dalam pemulihan ekonomi.

Hingga saat ini, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan melalui penyaluran bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat.

Setidaknya ada delapan jenis bansos, mulai dari kartu sembako, subsidi upah hingga bantuan langsung tunai untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Namun penyimpangan dalam penyalurannya justru terjadi, misalnya korupsi, bantuan bahan pokok yang tidak layak, hingga persoalan akurasi data penerima.

Terkait persoalan itu, sejumlah peneliti dan lembaga swadaya masyarakat memperkenalkan konsep Jaminan Pendapatan Dasar Semesta (Jamesta) atau universal basic income (UBI).

Mereka menggagas sebuah eksperimen di Yogyakarta, yakni Jamesta Istimewa.

Eksperimen ini selain untuk membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan, juga untuk mengetahui dampak Jamesta terhadap perilaku penerima.

"Kami lakukan eksperimen Jamesta ini untuk mencari tahu dampak Jamesta terhadap perilaku penerima, plus sebagai bentuk solidaritas pemulihan ekonomi pada masa pandemi," ujar Koordinator Program Jamesta Istimewa, Sena Luphdika, dalam webinar yang digelar International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Selasa (12/10/2021).

Apa itu Jamesta?

Jamesta merupakan konsep perlindungan sosial berupa pembayaran sejumlah uang tunai kepada semua orang secara individual, periodik, dan tanpa syarat apa pun. Konsep ini memang belum populer di Indonesia.

Sena menilai konsep Jamesta cocok diterapkan di Indonesia karena dapat menghindari risiko korupsi seperti yang terjadi saat penyaluran bansos.

Selain itu, Jamesta juga dianggap dapat memberikan kebebasan kepada penerima untuk menggunakan uang sesuai kebutuhan.

"Kalau bantuan dalam bentuk barang, kita mengasumsikan tahu apa yang dibutuhkan oleh penerima," ujar Sena.


Jamesta memiliki lima prinsip, pertama, jaminan pendapatan diberikan secara tunai. Kemudian bantuan diberikan secara berkala, tidak hanya satu atau dua kali.

Selanjutnya, penerima Jamesta merupakan individu, tidak diberikan per rumah tangga atau perwakilan kelompok.

Jamesta juga bersifat universal, artinya diberikan kepada semua orang yang berhak, karena dianggap sebagai hak dasar tiap warga.

Prinsip yang kelima yaitu Jamesta diberikan tanpa syarat, sehingga tidak berdasarkan pada status sosial ekonomi atau latar belakang lainnya.

"Ini memang berbeda sekali dengan pola dalam bantuan sosial," kata Sena.

Menurut Sena, berdasarkan lima prinsip tersebut, Jamesta dapat menjadi solusi untuk mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi.

Dikutip dari Kompas.id, hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2021 menunjukkan sebanyak 19,10 juta penduduk usia kerja terdampak Covid-19.

Karena adanya pandemi Covid-19, sebanyak 1,62 juta orang menjadi penganggur; 0,65 juta orang menjadi bukan angkatan kerja; 1,11 juta orang sementara tidak bekerja; dan 15,72 juta orang bekerja dengan pengurangan jam kerja.

"Dampak pandemi begitu besar dan respons pemulihannya lamban, tidak tepat atau bahkan dicomot-comot. Melihat ini, kami merasa Jamesta atau UBI bisa menjadi solusi," tutur dia.

Rancangan eksperimen Jamesta Istimewa

Eksperimen Jamesta Istimewa dibiayai dan dikelola secara swadaya oleh komunitas lokal dan peneliti.

Sepuluh orang penduduk Yogyakarta akan dipilih secara acak untuk mendapatkan Rp 500.000 per bulan selama enam bulan tanpa syarat. Pemberian Jamesta dilakukan pada periode November hingga April 2022.

Yogyakarta dipilih sebagai lokasi eksperimen karena memiliki upah minimum provinsi terendah. UMP Yogyakarta pada 2021 sebesar Rp 1.765.000 per bulan.

Kemudian, nilai garis kemiskinan di DIY pada 2021 adalah Rp 482.855 per bulan. Dengan demikian asumsinya, seseorang akan berada di atas garis kemiskinan ketika diberikan jamesta sebesar Rp 500.000 per bulan.

Penggalangan donasi untuk eksperimen ini dilakukan melalui kitabisa.com yang telah dibuka sejak September hingga 16 Oktober 2021.

Selama itu juga, tim membuka pendaftaran calon penerima dana Jamesta. Tercatat sudah lebih dari 2.000 orang yang mendaftar.


Wakil Koordinator Tim Peneliti Jamesta, Yanu Endar Prasetyo mengatakan, rata-rata pendaftar berusia 31-34 tahun.

Paling banyak pendaftar lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan belum menikah.

Sebagian besar pendaftar bekerja sebagai karyawan swasta atau berwirausaha, dan memiliki rata-rata pendapatan kurang dari Rp 1 juta per bulan.

Sementara dari faktor gender, jumlahnya relatif seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Ketika membuka pendaftaran, tim peneliti memberikan pertanyaan soal rencana pendaftar jika terpilih mendapatkan Dana Jamesta.

Menurut Yanu, mayoritas pendaftar mengatakan akan menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membeli sembako, makanan, nafkah hingga modal usaha.

Jawaban itu seakan mematahkan stigma bahwa masyarakat cenderung menggunakan bantuan tunai untuk keperluan yang tidak mendasar.

"Mayoritas (pendaftar) akan menggunakan uangnya untuk kebutuhan sehari-hari, sembako, untuk makan, nafkah keluarga, lalu untuk modal usaha. Lainnya, ada untuk sekolah, kuliah, bantu orangtua, menabung bahkan menikah," kata Yanu.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Mickael Bobby Hoelman mengatakan, pihaknya telah mengkaji penerapan Jamesta untuk mengatasi dampak yang timbul akibat pandemi.

Kajian tersebut telah dilakukan sejak awal masa pandemi untuk melihat kemungkinan penerapan Jamesta di Indonesia.

Selain itu, ia menekankan soal terobosan pembiayaan Jamesta. Menurut dia, penggalangan dana publik dalam penerapan Jamesta juga dilakukan oleh sejumlah negara.

Namun, ada pula negara yang mengkaji inovasi pembiayaan melalui realokasi anggaran, misalnya melalui skema perpajakan maupun subsidi harga.

"Ini yang memang menjadi perhatian dari beberapa negara. Kami dari DJSN sangat menunggu sekali apa yang nantinya dilahirkan dari eksperimen ini, untuk melihat visibility-nya," kata Mickael.


Langkah radikal

Perdebatan lain muncul seputar ide universal basic income. Banyak pihak beranggapan, memberikan bantuan tunai tanpa syarat kepada masyarakat bukanlah keputusan yang bijak.

Ada persepsi soal anggaran yang dibutuhkan terlalu besar jika Jamesta diterapkan secara nasional. Kemudian timbulnya inflasi karena peredaran uang tunai dalam jumlah yang besar.

Ada pula stigma, masyarakat tidak mampu mengelola atau memanfaatkan bantuan tunai secara tepat. Kekhawatiran yang mencuat, uang yang mereka terima akan digunakan untuk membeli barang yang tak sesuai kebutuhan.

Rutger Bregman dalam bukunya berjudul Utopia For Realists (2017) memiliki pandangan yang berbeda.

Pandangannya ini berdasarkan eksperimen sosial pada 2009 terhadap 13 tunawisma di London yang telah hidup di jalanan selama hampir 40 tahun.

Bila dihitung, anggaran negara yang dihabiskan untuk program kesejahteraan sosial bagi ketigabelas orang itu mencapai 400.000 hingga 650.000 poundsterling, dalam setahun. Ini setara lebih dari Rp 7,78 miliar hingga Rp 12,64 miliar.

Kemudian, Broadway, organisasi sosial di London, menginisiasi kebijakan yang cukup radikal. Ketigabelas tunawisma itu diberi bantuan tunai sebesar 3.000 poundsterling atau setara Rp 58,32 juta.

Bantuan diberikan tanpa syarat. Mereka bebas menggunakan uang tersebut untuk keperluan apa pun. Ternyata, eksperimen tersebut menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan.

Tak seperti tudingan bahwa orang miskin akan menggunakan uang yang didapat untuk hal-hal tak berguna, seperti rokok dan minuman keras, bantuan tunai dengan angka signifikan untuk memenuhi kebutuhan dasar ternyata dimanfaatkan dengan baik dan benar.

Dalam satu tahun, ketigabelas tunawisma itu rata-rata hanya menghabiskan 800 poundsterling dari total bantuan yang mereka dapat.

Simon, salah satu tunawisma, misalnya, berhasil terbebas dari ketergantungan heroin. Hidupnya berubah drastis berkat bantuan tersebut.

Ia mulai memperhatikan kebersihan diri dan mulai mengambil kelas berkebun. Kemudian, ia memutuskan untuk membeli rumah dan mengurus dua anaknya.

Setelah eksperimen itu berjalan selama 1,5 tahun, tujuh orang telah memiliki tempat tinggal. Dua orang memutuskan menyewa apartemen. Hidup mereka berubah dan berdaya secara mandiri, bahkan memiliki rencana-rencana di masa depan.

Menurut Bregman, program tersebut tidak hanya mampu memberdayakan masyarakat miskin agar mampu mandiri, tetapi juga menghemat anggaran negara. Kejahatan sosial akibat ketidakberdayaan hidup juga dapat ditekan.

https://nasional.kompas.com/read/2021/10/13/09385761/jamesta-meniti-asa-pemulihan-ekonomi-pasca-pandemi

Terkini Lainnya

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke