Menurut peneliti ICJR Maidina Rahmawati, perkara pidana mati yang dikenakan pada perempuan sebenarnya tidak banyak, hanya tiga persen dari total vonis pidana mati yang terjadi sejak tahun 2002.
Namun, kerentanan perempuan pada vonis tersebut nampak dari jarangnya aparat penegak hukum menggunakan alasan berperspektif gender sebagai alasan yang meringankan.
“Hal ini penting untuk dibahas karena jarang sekali pertimbangan adanya riwayat kekerasan perempuan dalam pidana mati menjadi faktor peringan untuk tidak memberlakukan pidana mati,” kata Maidina dalam keterangan tertulis, Jumat (8/10/2021).
Maidina menyampaikan, beberapa narapidana perempuan juga dikenai vonis mati karena kegagalannya memenuhi tuntutan norma sosial berkaitan dengan peran gender mereka.
Hal itu terjadi pada 2 kasus vonis hukan mati MM yang terjerat karena kasus narkoba dan ZH yang dipidana atas perkara pembunuhan berencana.
“MM dianggap seharusnya menjadi panutan terhadap anaknya, ZH dianggap harusnya menghormati suami dan mampu menciptakan tertib keluarga,” ujar dia.
Maidina mengatakan, ada total 42 vonis mati yang dijatuhkan pada terdakwa perempuan dari total 884 pidana mati berdasarkan data ICJR periode 2002-2020.
Berdasarkan catatan ICJR, 5 kasus pidana mati perempuan tidak menyampaikan latar belakangnya bahwa perempuan tersebut korban kekerasan.
Kemudian, kerentanan berikutnya adalah para narapidana perempuan yang sering terjebak masalah narkotika biasanya mau melakukan tindakan pidana itu karena kepentingan pihak lain, dalam hal ini kerap kali adalah pasangannya.
“Seperti dijanjikan akan dipenuhi kebutuhannya, dinikahi, atau membantu pasangannya yang merupakan pimpinan jaringan peredaran narkotika,” tutur Maidina.
Terakhir, perempuan menjadi rentan karena perkara yang menjeratnya kerap kali dilandasi tindakan untuk melindungi anggota keluarga lain.
“Terpaksa mengikuti perintah pengendali peredaran narkoba karena anaknya akan dibunuh,” ucap Maidina.
“Kerentanan ini sama sekali tidak dipertimbangkan hakim untuk meringankan vonis,” kata dia.
Maidina juga mendesak agar pemerintah melakukan pembaruan hukum acara pidana dalam undang-undang agar ada pelatihan berbasis gender, kekerasan dalam rumah tangga dan kecenderungan kontrol koersif.
“Sebab faktor-faktor itu yang sering membuat perempuan melakukan tindak pidana yang dapat diancam hukuman mati,” ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/08/21273221/icjr-perempuan-rentan-terkena-hukuman-mati