Surat tersebut dikirimkan IRSA pada Senin (6/9/2021).
"Dengan surat ini, berdasarkan rasa kemanusiaan semata, kami mohon kemurahan hati Bapak untuk memberikan amnesti pada rekan kami, Saiful Mahdi," ujar Presiden IRSA Arief Anshory Yusuf, dikutip dari surat permohonan amnesti, Senin.
Dalam surat tersebut, IRSA juga meminta supaya penyelesaian persoalan ini dapat dilakukan melalui internal kampus.
Bahkan, IRSA bersedia mengundang perwakilan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk melakukan mediasi apabila diperlukan.
Arief mengatakan, pihaknya mengenal Saiful Mahdi sebagai peneliti yang berdedikasi termasuk kepada organisasi IRSA.
Selain itu, ia mengenal Saiful Mahdi sebagai peneliti yang tangguh dan berusaha memajukan Unsyiah, tempat di mana dia mengabdi.
IRSA meyakini kritik yang disampaikan Saiful Mahdi ke kampusnya memiliki maksud baik.
Menurut Arief, sekeras dan setajam apa pun diskusi dan saling kritik di dalam lingkungan kampus, seharusnya tetap berada di dalam lingkungan kampus.
Karena itu, tanpa membela apakah dalam kasus ini Saiful Mahdi benar atau salah, mengkriminalisasikan Saiful Mahdi menggunakan UU ITE tidak tepat dan tak bijaksana.
"Apa pun perbedaan pendapat yang ada dalam hal penerimaan PNS baru, seharusnya dapat diselesaikan di dalam kampus Universitas Syiah Kuala," kata dia.
Diketahui, kasus ini berawal dari kritik Saiful terhadap proses penerimaan tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 25 Februari 2019.
Saiful mengkritik proses rekrutmen lantaran dirinya mengetahui adanya berkas peserta yang diduga tak sesuai persyaratan, namun tetap diloloskan oleh pihak kampus. Kritik itu disampaikan melalui grup WhatsApp.
Adapun kalimat kritik yang dilayangkan Saiful sebagai berikut:
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi".
Tak terima atas kritik tersebut, Dekan Fakuktas Teknik Unsyiah, Taufiq Mahdi lantas melaporkan Saiful ke Polrestabes Banda Aceh dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Setelah dilaporkan, Saiful kemudian menjalani pemeriksaan. Tepat pada 2 September 2019, pihak penyidik Polrestabes Banda Aceh menetapkan Saiful sebagai tersangka pencemaran nama baik, dengan menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE.
Dalam perjalanan kasus ini, Saiful kemudian tetapkan bersalah dengan vonis 3 bulan penjara dan denda Rp 10 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 4 April 2020.
Saiful sendiri tak diam diri atas vonis tersebut. Ia kemudian mengajukan banding, namun ditolak. Begitu juga dengan upaya hukum kasasi yang juga ditolak.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/07/09402201/dosen-unsyiah-terjerat-uu-ite-irsa-kirim-surat-permohonan-amnesti-ke-jokowi