Salin Artikel

MPR Kaji Penambahan Kewenangan DPR Tolak RUU APBN jika Tak Sesuai Haluan Negara

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tengah mengkaji penambahan dua ketentuan dalam amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Salah satunya, kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menolak Rancangan Undang-Undang Anggaran Penerimaan Belanja Negara (RUU APBN) jika tidak sesuai dengan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

"Penambahan ayat pada pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/8/2021).

Dikutip dari pemberitaan Kompas.id, Selasa (29/6/2021), Bambang mengatakan, kewenangan DPR menolak RUU APBN dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan pembangunan.

Contohnya, ketika saat ini pemerintah pemerintah mengalokasikan anggaran untuk memindahkan ibu kota negara, maka pada pemerintahan selanjutnya, siapa pun presidennya harus meneruskan program tersebut.

"Jangan nanti ganti pemerintah atau ganti presiden maka ganti haluan kebijakan. Pengganti Pak Jokowi, misalnya, meneruskan pemindahan ibu kota. Jangan sampai sekarang kita mengeluarkan effort yang besar untuk program itu, lalu kemudian diubah kebijakannya, sementara kita sudah mengeluarkan energi besar untuk itu,” kata Bambang.

Perubahan lainnya yakni penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN.

Bambang mengatakan, bentuk hukum yang ideal bentuk hukum yang ideal dalam penetapan PPHN adalah melalui ketetapan MPR.

"Pemilihan Ketetapan MPR sebagai bentuk hukum yang ideal bagi PPHN, mempunyai konsekuensi perlunya perubahan dalam konstitusi atau amandemen terbatas UUD NRI 1945. Sekurang-kurangnya berkaitan dengan dua pasal dalam UUD NRI 1945," ujar politisi Partai Golkar itu.

Ia menjelaskan, bentuk hukum yang ideal bagi PPHN bukan melalui undang-undang karena masih dapat diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, apabila PPHN diatur langsung dalam konstitusi juga dinilai tidak tepat.

"Karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat, serta bersifat direktif, maka materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi," ucap dia.

Saat peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR, Rabu (18/8/2021), Bambang mengatakan, amendemen konstitusi PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara.

Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

"Sehingga Indonesia tidak seperti orang menari poco-poco. Maju dua langkah, mundur tiga langkah," kata Bambang.

"Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa oleh para pemimpin kita dalam 20, 30, 50, hingga 100 tahun yang akan datang," tutur dia.

Sementara itu, sejumlah partai politik berpandangan rencana amendemen konstitusi mesti dipikirkan secara matang dan dinilai tidak tepat dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/20/16171931/mpr-kaji-penambahan-kewenangan-dpr-tolak-ruu-apbn-jika-tak-sesuai-haluan

Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 MiliarĀ 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 MiliarĀ 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke