JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman Djoko Tjandra dinilai telah melukai rasa keadilan masyarakat.
Peneliti Pusat Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, berpendapat tidak ada alasan untuk meringankan hukuman Djoko dari 4,5 tahun menjadi 3,5 tahun penjara.
"Ini sangat melukai rasa keadilan masyarakat. Kasus mafia hukum yang terang benderang seperti ini divonis sangat ringan hanya 3,5 tahun penjara di tingkat pengadilan tinggi," kata Zaenur saat dihubungi, Kamis (29/7/2021).
Ia mengatakan, pertimbangan majelis hakim PT DKI Jakarta yang mengurangi hukuman Djoko tidak tepat.
Menurut Zaenur, pertimbangan meringankan yang dipakai majelis hakim semestinya menjadi pertimbangan untuk memberatkan hukuman Djoko.
Sebab, Djoko kembali melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap aparat penegak hukum demi terhindar dari hukuman.
"Dia pernah diputus bersalah korupsi, sekarang korupsi lagi seharusnya menjadi keadaan yang memberatkan," ujarnya.
Djoko merupakan buronan kasus hak tagih utang (cessie) Bank Bali. Dalam perkara ini, ia berupaya menghindar dari hukuman dengan mengurus fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) dan menghilangkan namanya dari daftar red notice keimigrasian.
Ia terbukti menyuap sejumlah aparat penegak hukum dan melakukan pemufakatan jahat. Pada pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis hukuman 4,5 tahun penjara.
Namun, majelis hakim PT DKI Jakarta membatalkan putusan itu dan memotong hukuman Djoko menjadi 3,5 tahun penjara.
Adapun pertimbangan majelis hakim meringankan hukuman Djoko yaitu karena dia saat ini telah menjalani pidana penjara berdasarkan putusan MA dalam kasus korupsi hak tagih piutang atau cessie Bank Bali.
Selain itu, Djoko telah menyerahkan dana yang ada dalam Escrow Account atas nama rekening Bank Bali qq PT Era Giat Prima milik Joko Tjandra senilai Rp 546,47 miliar.
Zaenur pun berharap jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan kasasi ke tingkat MA terhadap putusan banding Djoko ini.
Menurut dia, rendahnya hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari yang sebelumnya juga dipotong PT DKI Jakarta, tidak dapat menjadi alasan JPU tidak mengajukan kasasi.
"Saya berharap kejaksaan mau melakukan kasasi agar MA dapat memberikan hukuman sesuai putusan pengadilan negeri yaitu 4,5 tahun. Minimal seperti itu, agar putusan pengadilan tinggi ini dikoreksi," katanya.
Ia khawatir, jika jaksa tidak mengajukan kasasi, pemberantasan korupsi di Tanah Air bakal makin sulit di masa mendatang.
Sebab, para koruptor merasa aman karena tidak akan mendapatkan hukuman yang berat.
"Vonis ringan ini menimbulkan kesan korupsi bukan perbuatan berisiko tinggi bagi pejabat negara," ujar Zaenur.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/29/17462761/pemotongan-hukuman-djoko-tjandra-dinilai-lukai-rasa-keadilan-masyarakat