Salin Artikel

25 Tahun Kudatuli: Peristiwa Mencekam di Kantor PDI

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua puluh lima tahun yang lalu, kerusuhan terjadi di kantor DPP Demokrasi Indonesia (PDI), Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Suasana begitu mencekam. Bentrokan massa aksi pembakaran gedung dan kendaraan terjadi sejak pagi hingga malam.

Kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli itu terjadi karena pengambilalihan paksa kantor DPP PDI oleh massa pendukung Soerjadi (PDI hasil Kongres Medan).

Pendukung Soerjadi tak terima dengan keputusan Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta.

Munas menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI (kini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P).

Diberitakan Harian Kompas, 23 Juli 1993, tiga tahun sebelum peristiwa Kudatuli terjadi, Soerjadi terpilih secara aklamasi menjadi Ketum PDI. Soerjadi juga terpilih sebagai ketua formatur penyusunan komposisi DPP.

Akan tetapi, jalan Soerjadi menjadi pemimpin PDI pun tersendat lantaran dirinya disebut terlibat penculikan kader.

Dugaan itulah yang membuat DPI akhirnya mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Kongres itulah menghasilkan Megawati sebagai Ketum PDI.

Setelah Kongres, PDI menggelar Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta pada 22 Desember 1993. Hasil Munas menetapkan Megawati sebagai Ketum PDI periode 1993-1998.

Sementara, berdasarkan hasil Kongres Medan 22 Juni 1996, Soerjadi terpilih menjadi Ketum periode 1996-1998.

Perbedaan hasil dari dua kongres berbeda itu membuat pemerintah mengambil keputusan.

Melalui Kepala Staf Sosial Politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid, pemerintah mengakui DPP PDI hasil Kongres Medan kepemimpinan Soerjadi.

Alhasil, pemerintah tak mengakui hasil Munas Jakarta yang menetapkan Megawati sebagai Ketum PDI.

Kendati demikian, dukungan massa untuk Megawati terus bergulir. Dukungan itu datang terutama dari aktivis dan mahasiswa yang menentang rezim Orde Baru, Soeharto.

Dukungan massa terhadap Megawati itu kemudian dipusatkan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat tepatnya di Kantor DPP PDI.

Namun, upaya penyelesaian sengketa tak berhasil mencapai kata mufakat hingga akhirnya memicu peristiwa Kudatuli.

Rangkaian kronologi peristiwa

Dikutip Harian Kompas, 29 Juli 1996, peristiwa Kudatuli berawal saat massa pendukung PDI Soerjadi berdatangan sekitar pukul 06.20 WIB.

Pendukung Soerjadi itu datang dengan mengenakan kaus berwarna merah bertuliskan "DPP PDI Pendukung Kongres Medan" lengkap dengan ikat kepala.

Delapan kendaraan truk mini bercat kuning menjadi kendaraan pengangkut massa pendukung Soerjadi ke Jalan Diponegoro.

Massa pendukung Soerjadi dan pendukung Megawati sempat melakukan dialog. Massa pendukung Megawati meminta agar kantor dinyatakan status quo.

Akan tetapi, dialog tersebut nyatanya tak menemukan kata sepakat.

Pada pukul 06.35 WIB, terjadilah bentrokan antara kedua kubu. Massa pendukung Soerjadi melempari Kantor DPP PDI dengan batu dan paving block.

Sementara itu, massa pendukung Megawati membalas dengan melempar benda seadanya di sekitar halaman kantor.

Usai aksi saling lempar terjadi, massa pendukung Megawati berlindung dalam Kantor DPP PDI. Namun, massa pendukung Soerjadi kemudian berhasil menduduki kantor.

Setelah itu, aparat keamanan mengambil alih dan menguasai Kantor DPP PDI tepat pukul 08.00 WIB.

Adapun bangunan kantor itu dikuasai oleh massa pendukung Megawati sejak awal Juni 1996 sebelum akhirnya aparat keamanan mengambil alih kantor.

Setelah diambil alih aparat, Kantor DPP PDI dinyatakan sebagai area tertutup dan tak dapat dilewati.

Kantor DPP PDI juga tak bisa dimasuki oleh pers. Awak media itu tidak diperkenankan melewati garis polisi.

Kantor yang berada di Jalan Diponegoro itu dijaga pasukan anti huru-hara.

Sekitar pukul 08.45 WIB, aparat keamanan mengangkut sekitar 50 orang pendukung Megawati yang tertahan di kantor dengan menggunakan tiga truk.

Sementara itu, ada 9 orang lainnya yang diangkut dengan dua ambulans.

Pada pukul 11.00 WIB, massa yang memadati ruas Jalan Diponegoro justru semakin membengkak. Saat itu massa bertambah banyak dari ratusan menjadi ribuan orang.

Sementara itu, sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta mahasiswa mengadakan aksi mimbar bebas tepat di bawah jembatan layang kereta api dekat Stasiun Cikini.

Mimbar tersebut kemudian beralih ke Jalan Diponegoro. Namun, bentrokan justru terjadi antara massa mimbar bebas dengan aparat keamanan.

Suasana semakin mencekam saat bentrokan terbuka terjadi pada pukul 13.00 WIB. Aparat keamanan pun menambah pasukannya.

Massa tersebut didesak mundur ke arah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Jalan Salemba.

Peristiwa bakar membakar pun terjadi dua jam setelahnya. Massa pendukung Soerjadi dan Megawati membakar tiga bus kota dan beberapa bus tingkat di Jalan Salemba.

Belum berakhir, massa juga membakar sejumlah gedung yang ada di Jalan Salemba.

Pada pukul 16.35 WIB, aparat mendatangkan lima panser, tiga kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk, dan sejumlah kendaraan militer lain.

Hampir tiga jam berselang, massa pun akhirnya membubarkan diri sekitar pukul 19.00 WIB. Kobaran api yang tercipta di sekitar Jalan Salemba itu pun berhasil dipadamkan.

Aparat keamanan menangkap sebanyak 171 orang yang diduga melakukan perusakan dan pembakaran.

Adapun rincian yang ditangkap yaitu 146 orang massa pendukung Megawati dan oknum lain, lalu 25 orang merupakan massa pendukung Soerjadi.

Peristiwa yang dikenal dengan nama Kudatuli itupun mengakibatkan 22 bangunan rusak di antaranya Gedung Persit Chandra Kartika milik Angkatan Darat, Bank Kesawan dan Bank Exim.

Saat itu massa juga membakar bangunan lain seperti Bank Swarsarindo Internasional, Show Room Toyota, Bank Mayapada, dan gedung Departemen Pertanian.

Sebanyak 91 kendaraan terbakar, termasuk lima bus kota dan 30 kendaraan yang ada di ruang pameran, serta dua sepeda motor.

https://nasional.kompas.com/read/2021/07/27/09010721/25-tahun-kudatuli-peristiwa-mencekam-di-kantor-pdi

Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke