Salin Artikel

Jaga Kewarasan di Tengah Pandemi, Saatnya Pemerintah Tarik Rem Darurat

"Seperti kata Einstein, mengulang-ulang hal yang sama tetapi mengharapkan hasil yang berbeda adalah ketidakwarasan."

JAKARTA, KOMPAS.com - Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia kian mengkhawatirkan. Dalam pekan ini, tercatat tiga kali rekor penambahan kasus.

Angkat tertinggi mencapai 20.574 kasus Covid-19, pada Kamis (24/6/2021). Jumlah kasus kematian juga meningkat, melampaui 400 orang dalam sehari.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, tercatat 422 orang meninggal dalam sehari, pada Jumat (25/6/2021).

Kasus kematian tertinggi pernah terjadi pada 28 Januari 2021, yakni 476 orang, dan 4 April sebanyak 427 orang. Sejak itu, angka kematian akibat Covid-19 mulai melandai.

Di tengah lonjakan kasus, Presiden Joko Widodo tetap memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro.

Menurut Jokowi, pemerintah telah menerima masukan soal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan lockdown.

Namun ia menekankan, PPKM skala mikro paling tepat karena tidak mematikan ekonomi masyarakat. Jokowi mengatakan, kebijakan tersebut memperhitungkan kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi politik, serta pengalaman dari negara lain.

Hindari tragedi kemanusiaan

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM dan inisiator Sambatan Jogja (Sonjo), Rimawan Pradiptyo menegaskan, saat ini pemerintah harus segera menarik rem darurat untuk menghindari korban yang lebih banyak.

“Sekarang saatnya pemerintah menarik rem darurat untuk menghindarkan Indonesia dari tragedi kemanusiaan,” kata Rimawan, dalam keterangan tertulis, Jumat (26/6/2021).

Rimawan mengingatkan, jangan sampai penanganan Covid-19 melupakan aspek kemanusiaan sehingga menimbulkan kejadian seperti di India.

Ia menyayangkan masih munculnya perdebatan soal sektor mana yang harus diprioritaskan, kesehatan atau ekonomi. Padahal, pandemi ini telah berlangsung selama 16 bulan.

“Meski para ekonom menggaungkan bahwa kesehatan adalah panglima di masa pandemi, ironisnya kelompok lain cenderung mementingkan ekonomi dibandingkan kesehatan,” ucap dia.

Rimawan mengatakan, sudah banyak rumah sakit di berbagai daerah yang dipenuhi pasien Covid-19. Bahkan, banyak tempat mulai dialihfungsikan menjadi tempat isolasi pasien.

Adapula, relawan yang ikut bekerja membantu pemulasaraan dan penguburan jenazah Covid-19 mulai tengah malam hingga dini hari.

“Masih relevankah kita mempertentangkan ekonomi dan kesehatan jika nanti kita mengalami tragedi kemanusiaan,” imbuh dia.

Ketidakwarasan

Melalui akun Youtube-nya, komunitas Sonjo mengunggah video yang berisi pernyataan dari akademisi, budayawan, jurnalis hingga aktivis. Mereka meminta pemerintah mengambil kebijakan berdasarkan pada kemanusiaan.

Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menilai, saat ini perlu ada cara baru dalam menangani pandemi. Ia mengutip pernyataan ilmuwan Albert Einstein, bahwa mengulang hal yang sama tetapi mengharapkan hasil berbeda adalah ketidakwarasan.

Sementara itu, Peneliti ISEAS Yanuar Nugroho menekankan, perekonomian Indonesia tidak akan pulih jika pemerintah tidak berhasil mengendalikan pandemi lebih dahulu.

"Situasi kita memang berat tetapi tidak ada ekonomi yang pulih tanpa keberhasilan menangani kesehatan, yakni mengendalikan pandemi," kata Yanuar.

Hal senada disampaikan Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi filsafat Driyarkara Franz Magnis-Suseno. Ia meminta pemerintah menangguhkan seluruh proyek nasional yang tidak terkait dengan penanganan pandemi.

"Sekarang saatnya Bapak Presiden membuktikan keberanian dan kasihnya. Segala proyek dan rencana bagus perlu ditangguhkan dulu," ucap Magnis.

Terkait penanganan pandemi, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus, meminta pemerintah segera melakukan tindakan yang tegas dan jelas.

Sudah banyak korban

Sejak kasus pertama terdeteksi di Indonesia pada 20 Maret 2020, Covid-19 telah memakan banyak korban, termasuk dari tenaga kesehatan.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih mengatakan, setidaknya ada 374 dokter meninggal dunia dalam kondisi positif Covid-19.

“Yang meninggal dari awal sampai 1 Juni 2021 itu dokter sebanyak 374 (orang),” kata Daeng dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk Covid Gawat Darurat, Sabtu (26/6/2021).

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyebutkan, banyak perawat yang meninggal dunia akibat Covid-19.

Setidaknya, ia mendapat laporan ada 325 perawat yang meninggal selama masa pandemi Covid-19.

“Tepatnya 325. Jadi setelah di Wisma Atlet itu ada tiga lagi. Satu di Yogyakarta, satu Jakarta, satu Karawang. Mereka meninggal dan dinyatakan Covid,” ungkap Harif.

Harif menambahkan, dalam dua pekan terakhir banyak perawat yang terpapar Covid-19. Menurut dia, ada 324 perawat harus mendapat perawatan karena terinfeksi.

“Tapi secara laporan manualnya itu belum masuk, misal saya ambil contoh tadi pagi Karawang melaporkan ada 104 orang. Kemudian di Kudus Jawa Tengah itu laporan resminya 104 orang, belum masuk laporan di dalam terinfeksi dalam dua minggu ini,” tutur dia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/06/26/16150591/jaga-kewarasan-di-tengah-pandemi-saatnya-pemerintah-tarik-rem-darurat

Terkini Lainnya

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke